Jakarta dan Iowa Ternyata Hadapi Masalah yang Sama soal Air Bersih

ADVERTISEMENT

Jakarta dan Iowa Ternyata Hadapi Masalah yang Sama soal Air Bersih

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 21 Jun 2024 10:00 WIB
Kecamatan Johar Baru adalah salah satu pemukiman terpadat di Ibu Kota bagian Jakarta Pusat. Johar Baru memiliki luas wilayah 239 kilometer persegi. Bahkan kecamatan ini disebut sebagai salah satu pemukiman terpadat di Asia Tenggara.
Kecamatan Johar Baru, pemukiman terpadat di Asia Tenggara. Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Jakarta di Indonesia dan Iowa sebuah negara bagian di Amerika Serikat ternyata punya tantangan serupa dalam menghadapi polusi air dan kelangkaan air bersih.

Meski tantangan mirip kedua wilayah ini punya perbedaan. Jakarta yang berada di kawasan pesisir tropis menampung lebih dari 11 juta orang. Jumlah ini tiga kali total penduduk Iowa yang beriklim sedang dan berada di wilayah luas yang terkunci daratan (landlocked).

Jakarta dikelilingi 13 sungai yang mengalami penyumbatan limbah dan sedimentasi berat. Ini sebabnya Jakarta jadi lebih rentan terhadap risiko banjir dan sampah-sampah yang menumpuk. Bahkan, sebagian besar sungai di Jakarta disebut sudah tercemar bakteri e-coli akibat pengelolaan limbah kota yang buruk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wilayah yang memiliki pencemaran bakteri e-coli tertinggi di Jakarta meliputi Pasar Minggu, Matraman, dan Palmerah. Pencemaran ini dipicu terlalu dekatnya penempatan tangki septik dengan sumber air tanah.

Meski begitu, masih banyak warga setempat yang menggunakan air yang telah terkontaminasi itu untuk keperluan mandi sampai mencuci baju.

ADVERTISEMENT

Adapun Iowa berada di wilayah barat tengah AS yang identik dengan lahan hijau luas berbukit-bukit. Iowa merupakan salah satu daerah pertanian utama di AS.

Dikutip dari artikel tertulis karya Dian Nostikasari, Asisten Profesor Ilmu Lingkungan dan Keberlanjutan di Drake University, Iowa melalui rilis Monash University, negara bagian ini mengalami krisis pencemaran air disebabkan pemakaian nitrogen dan fosfor berlebih dalam pertanian.

Di sisi lain, mayoritas penduduknya terbebani mahalnya biaya untuk memperoleh fasilitas air yang dikelola dengan baik. Misalnya, mereka yang tinggal di desa-desa terpencil setempat harus mengeluarkan biaya tiga kali lebih besar untuk memperoleh akses air bersih melalui denitrifikasi atau sistem khusus untuk hilangkan senyawa nitrit dan nitrat dari air limbah.

Padahal, ada banyak penduduk Iowa merupakan kalangan berpenghasilan rendah dan komunitas non kulit putih yang tinggal di wilayah dengan air minum yang mengandung kadar nitrat lebih tinggi. Hal ini berisiko gangguan kesehatan yang terbilang lebih fatal, misalnya sindrom baby blues atau depresi pasca melahirkan dan kanker.

Situasi ini banyak didapati di kota-kota kecil Iowa seperti Ottumwa, Perry, Marshalltown, dan Storm Lake.

Jakarta dan Iowa dalam Mengatasi Kualitas Air

Iowa telah melakukan beberapa inisiatif untuk mengatasi masalah air, seperti insentif dan strategi konservasi dengan mengandalkan dukungan sukarela dari para petani. Namun, langkah tersebut belum membuahkan hasil yang optimal.

Di Polk County misalnya, yang merupakan county (setara karesidenan) dengan populasi terpadat di Iowa, telah memperkenalkan metode "batch and build" sebagai suatu kerja sama langsung antara pemerintah dan para kontraktor terpercaya untuk membangun proyek konservasi di lahan-lahan pribadi. Metode tersebut mempermudah para pemilik lahan dalam membangun tadah hujan yang bertujuan meningkatkan kualitas air setempat.

Adapun upaya signifikan terakhir untuk mengatasi masalah polusi air ini adalah melalui Undang-Undang Air Bersih yang dikeluarkan pemerintah AS pada 1972. Namun setelah 52 tahun berlalu, tujuan yang tertuang di dalam undang-undang tersebut menjadi tidak lagi relevan. Oleh karenanya, peraturan dan pemantauan yang lebih ketat, akan sangat membantu mengatasi masalah kualitas air di daerah-daerah tersebut.

Sementara, Jakarta mengalami kondisi penurunan muka tanah karena penggunaan air tanah yang berlebihan. Pemerintah setempat pun telah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasinya, meliputi pembatasan penggunaan air tanah, membangun sumur resapan untuk menyerap air hujan, memperluas jaringan pipa air daur ulang, dan memperbaiki sistem pembuangan limbah kota.

Namun seiring pesatnya urbanisasi di Jakarta, upaya-upaya tersebut tidak cukup efektif untuk mengatasi masalah kelangkaan air. Permasalahan kualitas air hanya akan dapat diatasi dengan baik jika lembaga pemerintah, masyarakat lokal, dan pihak-pihak dari industri swasta berkolaborasi membantu menyelesaikan masalah ini secara komprehensif.

Tawaran Solusi Menggunakan Teknologi

Perkembangan teknologi pun menawarkan sejumlah cara yang menjanjikan untuk meningkatkan sanitasi air, seperti analisis geospasial, pemanfaatan kecerdasan buatan (AI), penginderaan jarak jauh, dan Internet-of-Things (IoT) yang merupakan jaringan perangkat yang saling terhubung oleh internet.

Menurut Dian Nostikasari, langkah-langkah tersebut terbukti efektif diaplikasikan di salah satu danau paling tercemar di India, Danau Sembakkam di tengah Kota Chennai. Di danau tersebut, AI dan IoT digunakan untuk mengukur dan memantau kualitas air di danau, yakni dengan menggunakan platform berbasis komputasi awan (cloud) dan memasang sensor untuk melacak kualitas perairan danau tersebut.

Jika kualitas air mengalami penurunan yang mengkhawatirkan, maka akan muncul sebuah peringatan. Teknologi ini memberikan banyak informasi real-time kepada masyarakat untuk memutuskan bagaimana mereka menggunakan dan melestarikan air di sekitar mereka.

Data dari pemantauan tersebut, bersama dengan citra satelit, juga membantu para pembuat kebijakan dan perencana untuk lebih memahami kualitas air dan tepat sasaran dalam mengimplementasikannya, termasuk pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan teknologi pemurnian air.




(nah/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads