Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan hasil analisis selama lebih dari 45 tahun tentang air. Hasilnya, terdapat 26% populasi dunia masih belum punya akses ke air minum yang aman, sedangkan 46% populasi tidak punya akses terhadap sanitasi dasar.
Laporan Pembangunan Air Dunia PBB tahun 2023 tersebut menunjukkan gambaran nyata adanya kesenjangan yang signifikan. PBB menilai hal ini harus segera diatasi agar semua orang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi di tahun 2030 mendatang.
Lingkungan Tercemari Air Limbah
Laporan menunjukkan bahwa lingkungan telah tercemari air limbah yang tidak diolah. Secara global, 80% air limbah dibuang tanpa diolah terlebih dahulu. Di negara berkembang angka pembuangan limbah ini mencapai 99%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini membuat beberapa kelangkaan air musiman bisa terjadi di wilayah seperti Afrika Tengah, Asia Timur, dan sebagian Amerika Selatan. Di wilayah-wilayah tersebut, keadaan semakin memburuk karena pasokan air semakin terbatas.
Menurut laporan UNESCO, Badan Pendidikan PBB, dan Organisasi Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan, rata-rata 10% populasi global di negara-negara dengan kekurangan air di tingkat kritis. Secara angka, terdapat 3,5 miliar orang hidup di dalamnya yang mengalami kondisi kekurangan air, sebagaimana dikutip dari NPR.
Sementara itu, di daerah tropis, banjir telah meningkat empat kali lipat sejak tahun 2000. Kemudian di wilayah garis lintang tengah utara, banjir meningkat sebesar 2,5 kali lipat.
Meskipun terjadi peningkatan intensitas atau frekuensi kekeringan dan panas ekstrem, dampak perubahan iklim masih dapat dirasakan secara langsung di sebagian besar wilayah.
Peningkatan Penggunaan Air Mencapai 1 Persen per Tahun
Di sisi lain, laporan PBB menyatakan adanya peningkatan penggunaan air secara global sekitar 1% per tahun selama 40 tahun terakhir.
Diperkirakan angka tersebut akan meningkat dengan jumlah yang sama di tahun 2050 didorong dengan kombinasi pertumbuhan penduduk, pembangunan sosial-ekonomi dan perubahan iklim, serta pola konsumsi.
"Sebenarnya, peningkatan permintaan terjadi di negara-negara berkembang, didorong adanya pertumbuhan industri dan peningkatan populasi yang pesat di perkotaan. Wilayah perkotaan tersebutlah yang melakukan peningkatan permintaan," ucap Richard Connor, pemimpin redaksi laporan tersebut.
Dalam hal ini, data menunjukkan bahwa kegiatan pertanian telah menggunakan 70% dari seluruh air secara global. Maka dari itu, penggunaan irigasi tanaman yang lebih efisien diperlukan, dengan cara memanfaatkan irigasi tetes untuk menghemat air.
Negara yang Sulit Mendapat Akses terhadap Air Minum
Di balik peningkatan penggunaan air secara global ini, terdapat sejumlah negara yang masih kesulitan mendapat akses ke air, terutama air minum.
Dikutip dari Statista, berikut negara-negara dengan jumlah populasi yang mendapat akses terhadap air minum paling sedikit per tahun 2022.
1. Afrika Tengah: 6%
2. Chad: 6%
3. Tuvalu: 9%
4. Sierra Leone: 10%
5. Tanzania: 11%
6. DR. Congo: 12%
7. Ethiopia: 13%
8. Kiribati: 15%
9. Nepal: 16%
10. Laos: 18%
Bagaimana Mencapai Tujuan Akses Air Bersih yang Merata?
Connor mengatakan bahwa perkiraan biaya untuk mencapai tujuan akses air bersih bagi semua orang adalah antara $600 miliar dan $1 triliun per tahun. Selain itu, penting juga untuk menjalin kemitraan dengan investor, pemodal, pemerintah, dan komunitas perubahan iklim.
Hasilnya kemudian diinvestasikan untuk melestarikan lingkungan dan menyediakan air minum bagi 2 miliar orang yang tidak memilikinya, serta sanitasi bagi 3,6 juta orang yang membutuhkan.
Ke depan, dalam Konferensi Air PBB yang dipimpin Raja Willem-Alexander dari Belanda dan Raja Tajikistan, akan dibahas berbagai isu termasuk melindungi ekosistem perairan, meningkatkan pengelolaan sumber daya air, hingga mendorong kerjasama lintas batas dalam penggunaan air.
(faz/faz)