Baju adat Minang adalah simbol budaya yang berkaitan dengan kreativitas dan estetika di masa lampau. Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah aktivitas perdagangan saat itu dengan India, Arab, Portugis, dan Tiongkok.
Unsur-unsur yang dibawa pedangang tersebut kemudian diadopsi sebagai pakaian harian dan pakaian adat. Penyesuaian norma sosial dan konsep adat menjadikan baju adat Minang ini memiliki nilai filosofis tinggi.
Hiasan pada pakaian adat wanita seperti tanduk kerbau adalah visualisasi dari Minangkabau. Dalam Kitab Negara Kertagama dijelaskan, pilihan nama dan desain baju adat Minang juga dipengaruhi penaklukan Kerajaan Majapahit di tanah Melayu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Macam-macam Baju Adat Minang
Dilansir dari buku Pakaian Adat Tradisional Daerah Sumatera Barat karya Anwar dkk, baju adat Minang terbagi menjadi pakaian pengantin, pakaian penghulu, dan pakaian harian. Berikut adalah rincian ketiganya.
1. Pakaian Pengantin Adat Minang
Pakaian pengantin adat Minang banyak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan sosial dan budaya berupa nilai yang dianut.
Menurut A.A Navis dalam buku Alam Terkembang Jadi Guru, Adat, dan Kebudayaan Minangkabau, baju adat Minang asli dipengaruhi nilai cupak usali (asal). Sedangkan masyarakat penganut cupak buatan sepakat mengubah beberapa ornamen pada baju adat.
![]() |
a. Pakaian Anak Daro
Pakaian adat pengantin wanita Minangkabau melambangkan kepribadian dan tingkah laku anggun pemakainya. Desain pakaian Anak Daro banyak terpengaruh budaya Cina baik dari warna maupun pemilihan motif.
Salah satu elemen utama pakaian Anak Daro adalah baju kurung yang dibuat dari bahan sutra. Namun beberapa jenis baju kurung juga dibuat dari bahan beludru (Arab) dan cindai (India) dengan alat tenun tanpa mesin. Sulaman benang emas dan perak melambangkan kemakmuran dan keberadaan wanita sebagai penerus keturunan.
Beberapa aksesoris lain yang dikenakan pada pakaian adat Anak Daro adalah:
- Tokah atau selendang bermotif pucuk rebung, songket, ukiran rumah gadang, merana, atau tempat sirih.
- Sarung atau kodek songket batabua (tenun emas padat) atau kain batabua (tenun emas tabur). Beberapa motif yang tersedia yaitu pucuak rabuang, bada mudiak, itiak pulang patang, lapiah ampek, tantadu bararak, kacang gadang, sirangkak bakuruan, bijo mantimun, batang pinangcukai barantai, sirangkak lauik, tirai, dan sajamba makan.
- Hiasan kepala dengan jenis sunting gadang (untuk puncak acara perkawinan) dan sunting ketek (untuk sebelum acara puncak perkawinan).
- Sanggul lipat pandan atau sanggul dua dengan meletakkan sinar blong/ bunga serunai, suntiang ketek, suntiang gadang, sarai seumpun, kote-kote, giwang.
- Perhiasan berupa anting, gelang, kalung, perhiasan penutup tokah Subang Anak Daro yang khas dengan manik-manik berwarna emas.
b. Pakaian Marapulai
Pakaian adat pengantin pria Minangkabau terutama Padang, banyak terpengaruh budaya Portugis, Belanda, dan Eropa. Beberapa nilai filosofis yang tampak pada pakaian Marapulai termasuk dari tenun singket yang dipilih.
Pengantin pria akan menggunakan kemeja, celana, rompi, dan baju roki sepanjang betis yang bermotif seperti piyama. Detail celananya sendiri dibuat dari bahan beludru atau saten hijau dengan renda emas untuk menutupi kaki. Sedangkan kemejanya berwarna putih dengan rompi yang senada dengan celana.
Keunikan utama pakaian Marapulai adalah pada desain baju roki. Baju ini dihiasi dengan renda putih atau emas di bagian leher dan pinggang ke bawah. Baju roki adalah pengembangan dari blezer lengan panjang yang didominasi warna merah.
Sementara itu, aksesoris tambahan yang digunakan pada pakaian adat Marapulai adalah:
- Ikek/ Destarsaluka (hiasan kepala) yang unik karena tidak dijahit melanikan disatukan dengan jarum pentul.
- Saluak batimbo sebagai penutup kepala dari bahan songket.
- Samping atau sarung dari tenun songket balapak
- Cawej atau ikat pinggang berumbai
- Keris
- Perhiasan seperti pending, kalung, salapah (wadah rokok), donsasi (wadah tembakau atau sirih).
2. Pakaian Penghulu
Beberapa pakaian penghulu di Minangkabau memiliki perbedaan di sisi pemilihan bahan, warna, maupun ornamen. Alasannya adalah penyesuaian geografis dan budaya eksternal yang mempengaruhinya.
![]() |
a. Pakaian Bunda Kandung
Penghulu perempuan atau bunda kandung selalu menggunakan tengkuluk tanduk atau tengkuluk ikek sebagai penutup kepala. Bentuknya mirip seperti tanduk kerbau dengan rumbai emas yang terbuat dari kain balapak tenunan Pandai Sikat Padang Panjang.
Busana kurung menjadi ikon utama pakaian penghulu yang identik dengan warna merah, lembayung, atau biru. Di area pinggir bawah dan lengan kiri diberi minsia (jahitan tepi dengan benang emas) yang melambangkan demokrasi Minangkabau.
Tentunya terdapat aksesoris pelengkap baju bunda kandung yaitu salempang (selendang) dan kodek (kain sarung) dari bahan yang sama dengan penutup kepala. Sementara itu,perhiasan lain yang digunakan adalah subang (anting emas), kalung (kalung kuda atau paniaram), dan gelang (gelang gadang, gelang rago-rago, dan gelang manik).
b. Pakaian Ninik Mamak
Ninik mamak atau kepala penghulu selalu menggunakan saluak sebagai penutup kepala saat upacara adat. 5 kerutan yang ada melambangkan pilar pemerintahan yang selalu berdampingan untuk melindungi masyarakat.
Umumnya, penghulu akan menggunakan baju hitam longgar dari bahan beludru yang khas dengan kancing besar. Uniknya baju ini tidak memiliki saku dan leher lepas yang dipadukan dengan celana (sarawa) senada.
Mereka juga menggunakan cawek (ikat pinggang), kain sandang (kain kaciak), dan keris sebagai aksesoris. Desain baju berwarna hitam bertabur emas menggambarkan nilai demokrasi yang selalu dibawa oleh penghulu di setiap acara.
3. Pakaian Harian
a. Pakaian Harian Wanita
Masyarakat Minangkabau dikenal memiliki tingkat religius yang tinggi. Orang tua umumnya memakai tengkuluk/ salendang (penutup kepala), baju kurung, dan sarung untuk menutup aurat. Terkadang mereka juga memakai selendang atau kalung manik untuk mempercantik diri.
b. Pakaian Harian Pria
Pria Minang menggunakan celana batik dan baju putih gunting Cina untuk keseharian. Peci hitam beludru juga dikenakan sebagai penanda tingkat keilmuan seseorang. Umumnya mereka akan menyandangkan sarung bugis di bahu dan tongkat dari manau sonsang sebagai alat bantu jalan.
Demikian macam-macam baju adat Minang dari keseharian hingga yang digunakan saat acara adat. Selain mengedepankan fungsi dan nilai filosofis, pakaian adat Minang juga mengangkat nilai religiusitas di setiap ornamen yang digunakan.
(row/row)