Rafflesia, banyak yang menggunakan nama branding Rafflesia, namun tidak banyak tahu bagaimana habitusnya. Cara hidup Rafflesia masih misteri karena ternyata hidupnya tergantung dari tanaman lain yaitu inangnya yang menjalar atau merambat ke atas pohon besar.
Inang atau tumbuhan untuk tambatan hidupnya juga tidak begitu populer dan hanya dikenal dengan nama Latin Tetrastigma. Baik Rafflesia maupun inangnya, yakni Tetrastigma masih belum ada yang membudidayakannya. Oleh karena itu mereka tumbuh secara alami di hutan. Mari menguak misteri bunga Rafflesia dalam tulisan ini.
Mengenal Rafflesia dan Inangnya
Rafflesia termasuk dalam famili Rafflesiaceae yang tumbuhnya atau tubuhnya berupa bunga muncul pada batang tumbuhan lain atau inang sebagai tempat menempelnya yaitu anggur hutan atau nama ilmiahnya Tetrastigma dari famili Vitaceae atau keluarga anggur. Selain itu ada yang menyebutnya sebagai Puspa Nusa dan sering salah kaprah dengan bunga bangkai dari nama ilmiah Ammorphophallus titanium (famili Araceae atau keluarga keladi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini karena sebutan spontan masyarakat lokal dari asal bau bunganya yang seperti bangkai tikus atau bau busuk. Ciri-ciri bunga Rafflesia yaitu hanya bunga yang menempel di batang tumbuhan merambat. Diameter bunganya bisa mencapai 100 cm lebarnya (kasus R arnoldii) dengan mahkota umumnya 5 helai yang disebut sebagai helai perigon. Bagian helai yang di dalam sebagai diafragma dan tabungnya sebagai ramenta. Bagian diafragma disebut prosesi dan bagian tengah dalam bunga disebut cakram. Bagian bawah cakram ini terdapat kantung serbuksari sebagai organ jantan yang akan membuahi bila ada bunga Rafflesia yang bagian bawah cakramnya berorgan betina atau berkepala putik untuk menghasilkan biji.
Bunga pada Rafflesia berumah satu sehingga dalam suatu kumpulan bunga semuanya berorgan jantan dan pada kumpulan bunga Rafflesia yang berbeda tempat hanya berorgan betina semua, sehingga penyerbukannya terjadi melalui tikus, lalat atau penyerbuk lainnya. Jadi belum pernah ada informasi bila dalam satu bunga terdapat organ jantan dan betina atau hermafrodit.
Apabila menghasilkan biji dari proses penyerbukannya pun ukurannya sangat kecil (panjang x lebar dan diameternya: 450 x 120 x 26 mikronmeter tergantung pada jenis Rafflesianya). Bentuknya mirip dengan biji kacang tanah meskipun sangat kecil. Dengan ukuran yang sangat kecil tersebut memudahkan biji Rafflesia untuk menyisip ke dalam kambium Tetrastigma.
Siklus hidup Rafflesia di dalam Tetrastigma bahkan bisa mencapai 5 tahun untuk membentuk knop atau kuncup bunganya dan kemudian mekar selama 2 hingga 5 hari saja. Tingkat kematian atau mortalitasnya juga tinggi saat kuncup, 80 sampai 100 persen. Ancaman juga datang dari hama serangga serta jamur busuk bila kondisinya sangat lembap atau kering karena panas.
Indonesia Punya 50% Jenis Rafflesia Dunia
Rafflesia adalah jenis holoparasit yang tengah menghadapi ancaman kepunahan di alam. Indonesia merupakan pusat keanekaragaman Raffesia di dunia. Sejauh ini Indonesia memiliki lebih dari 15 jenis dari total hampir 30 jenis yang diketahui di dunia. Berbagai upaya terus menerus dilakukan sebagai bentuk penerapan strategi konservasi in situ (perlindungan di habitat aslinya) dan ex situ (perlindungan di hutan buatan atau di luar habitatnya) secara terpadu.
Kalimantan merupakan lokasi penyebaran dua jenis Rafflesia yaitu R tuan-mudae dan R pricei. Para ahli taksonomi masih memperdebatkan status spesies dari R tuan-mudae yang tampak mirip dengan R arnoldii di Sumatera (Susatya, 2011). Kalimantan juga memiliki tiga jenis Rafflesia uncomplete atau informasi deskripsi maupun genetikanya sangat sedikit yang berpotensi untuk dikaji lebih lanjut apakah merupakan jenis tersendiri atau varian dari R tuan-mudae.
Kekhawatiran ancaman kepunahan terus bergulir di masa yang akan datang. Jadi rencana aksi dan strategi konservasi harus dirumuskan dengan baik berdasarkan data di lapangan, tidak hanya pada bunga Rafflesianya namun juga jenis Tetrastigma yang dijadikan inangnya. Inang Rafflesia, yaitu anggur hutan atau Tetrastigma yang tumbuhnya liana atau menjalar pada pohon lain yang ada di sekitarnya sudah jarang dijumpai. Habitus anggur hutan yang juga menjalar pada pohon yang lainnya juga sudah banyak yang roboh atau tumbang. Dan yang tidak kalah pentingnya Tetrastigma ini juga sebagai tempat tumbuh atau inang dari anggota famili Rafflesiaceae yang lainnya seperti Rhizanthes dan Sapria.
Rafflesia dan Kondisi Inangnya di Alam
Rafflesia yang ada di Cagar Alam Raya Pasi Singkawang dan hutan lindung Bengkayang, Kalimantan Barat merupakan area yang memang dilindungi pada lokasi Gunung Poteng dan Gunung Bawang. Rafflesia banyak terdapat pada inangnya yaitu tumbuhan merambat Tetrastigma di wilayah Gunung Poteng. Kondisi Tetrastigma di Gunung Poteng ini tumbuh subur dan cukup lama sehingga batang tumbuhan ini mempunyai diameter lebih dari 15 cm. Kondisi ini sangat baik untuk tumbuh bunga Rafflesia yang bijinya sangat kecil dan mudah menyisip pada batang tumbuhan tersebut.
Sebagai inangnya atau rumah tempat hidupnya ini, maka Tetrastigma harus cukup besar dan tumbuh subur di habitatnya. Apabila tumbuhan ini tidak subur dan batangnya kecil maka justru akan berakibat pada matinya atau tidak bertunasnya bunga Rafflesia. Jadi selain membutuhkan kondisi habitat yang sesuai untuk pertumbuhannya dan kelembapan yang tinggi (iklim mikro) juga membutuhkan pohon untuk rambatan sehingga daunnya inang ini akan mendapatkan cahaya matahari. Kondisi daun Tetrastigma yang membutuhkan cahaya matahari ini berfungsi untuk melakukan fotosintesis sehingga terjadi persaingan dengan pohon-pohon besar di sekitarnya berupa kanopi tumbuhan yang dirambatinya.
Tetrastigma ini akan tumbuh dengan baik apabila mencapai pada bagian atas dari tumbuhan yang dirambati tersebut. Untuk itu kita harus tahu bahwa tanaman inang Rafflesia, Tetrastigma perlu dilindungi dan bahkan diperbanyak dengan melakukan setek atau pembibitan dari bijinya.
Kesesuaian antara Rafflesia dengan Tetrastigma sebagai proses simbiosis ini masih dalam proses penelitian karena perbedaan dari dua Marga bahkan dua famili tersebut sangat jauh namun bisa terjadi proses penyatuan pada organ batangnya. Kesesuaian batang Tetrastigma dengan biji Rafflesia tersebut hingga mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhan organ bunganya hingga berukuran besar selama bertahun-tahun bahkan tidak hanya satu biji, akan tetapi bisa lebih dari satu biji menunjukkan hal yang luar biasa.
Proses bagaimana tumbuhan Tetrastigma tersebut memberikan makanan pada bibit biji Rafflesia yang tumbuh di dalamnya mirip dengan tumbuhnya benalu (Macrosolen cochincinensis (Lour.) van Tiegh) pada inang tumbuhan tempat biji menempel. Namun pada Rafflesia, apabila Tetrastigma tersebut tidak ada maka jenis Rafflesia ini juga tidak akan
tumbuh meskipun di sekitarnya terdapat tumbuhan yang merambat lainnya.
Jadi bagaimana Rafflesia itu membutuhkan media tumbuhnya hanya pada media Tetrastigma saja masih menjadi misteri. Hal ini karena sifat jaringan tumbuhan yang biasanya bisa menyatu umumnya hanya pada satu jenis yang sama (yang umum dilakukan untuk proses sambung pucuk).
Namun prinsip simbiosis tersebut juga terjadi pada tumbuhan benalu yang memang mampu hidup pada batang tumbuhan lain, di mana nutrisi yang ada pada tumbuhan tempat hidupnya itu akan semakin diserap (simbiosis parasitisme), dan bersifat merugikan inangnya karena nutrisinya diambil oleh tumbuhan yang menempel pada bagiannya. Jadi di sini sangat penting proses kerja sama dari kedua jenis tumbuhan itu sehingga ke depannya bisa dilakukan proses perlindungan pada ekosistem yang ada atau bahkan bisa dilakukan dengan cara buatan ataupun dengan cara ex situ dengan mengkombinasikan kedua jenis tersebut dan budidaya dari Tetrastigma.
Perbanyakan Tetrasigma Inang Rafflesia
Jadi budidaya atau perbanyakan pada Tetrastigma harus dilakukan semakin intensif karena sangat penting untuk mengantisipasi kondisi alam yang ada. Habitat alami Rafflesia tumbuh mengalami kerusakan, untuk itu harus segera memfokuskan perbanyakan Tetrastigma yang menjadi inang daripada Rafflesia itu sendiri.
Perbanyakan Tetrastigma bisa melalui teknologi perbanyakan berupa setek pada bagian ruas tanaman yang terdapat akarnya. Dengan cara ini diharapkan tumbuhan Tetrastigma ini batangnya akan lebih cepat membesar yang membuat kambiumnya jadi tebal. Kambium yang tebal ini yang digunakan untuk menyimpan biji-biji Rafflesia yang menyisip ke dalam kambium tersebut.
Perbanyakan jenis liana ini juga harus diberikan lanjar atau batang rambatan yang menyimpan air atau lembap sehingga memudahkan akar halus pada ruasnya menyerap air dan berpegangan erat dalam rambatannya ke atas.
Di samping teknologi perbanyakan dengan setek, perbanyakan Tetrastigma juga bisa dilakukan dengan dengan biji. Biji yang sudah tua berwarna gelap dan dikupas kulitnya seperti kulit biji kopi, selanjutnya dikeringanginkan untuk meningkatkan daya tumbuhnya serta mengurangi tumbuhnya jamur. Biji ditanam pada media abu atau sekam yang steril dan lembap sehingga mudah bertunas.
Sementara dari sisi regulasi, bisa dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kerusakan habitat tumbuhan merambat Tetrastigma dan tanaman Rafflesia tersebut.
*) Dr Ir Sudarmono MSc, peneliti pada Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasonal (BRIN)
*) Co-author Dr. Ridha Mahyuni MSc, peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Badan Riset dan Inovasi Nasonal (BRIN)
(nwk/nwk)