11 Pahlawan Wanita Indonesia dan Profil Singkatnya

ADVERTISEMENT

11 Pahlawan Wanita Indonesia dan Profil Singkatnya

Azkia Nurfajrina - detikEdu
Selasa, 04 Jun 2024 07:30 WIB
Martha Christina Tiahahu
Ilustrasi Christina Martha Tiahahu. Foto: perpusnas.go.id
Jakarta -

Sejarah Indonesia yang dipenuhi masa kolonialisme tak lepas dari peran para pahlawan yang berjuang untuk memerdekakan bangsa ini. Bukan hanya pria, para pahlawan yang gagah berani ini juga lahir dari kaum perempuan.

Pahlawan wanita yang turut berpartisipasi dalam melawan kolonialisme juga terbilang banyak. Mereka berjuang untuk mengusir penjajahan dari pribumi serta memperjuangkan hak-hak perempuan.

Ada siapa saja pahlawan wanita Indonesia? Temukan daftar dan profil singkatnya di bawah ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pahlawan Perempuan Indonesia

Berikut sejumlah pahlawan wanita Indonesia beserta profil singkatnya, dikutip dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap oleh Mirnawati, Sekolah Perempuan oleh Sri Agustina, dan Ensiklopedia Pahlawan Indonesia terbitan Grasindo.

1. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien lahir di wilayah Lampadang, Aceh pada 1850. Ia menikah di usia 12 tahun dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga.

ADVERTISEMENT

Pada tahun 1878, suaminya gugur dalam suatu pertempuran. Semenjak itu, ia bersumpah hanya akan menerima pinangan dari pria yang berkenan membantunya untuk menuntut balas kematian mendiang suami.

Tak lama, ia menikah kembali dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Sejak itu, ia selalu berjuang bersama sang suami untuk melawan penjajahan Belanda sampai ia diasingkan ke daerah Sumedang dan akhirnya wafat.

2. Cut Nyak Meutia

Bersama sang suami yaitu Teuku Cik Tunong, Cut Meutia menjalankan perlawanan terhadap Belanda. Namun, suaminya berhasil tertangkap dan dihukum mati. Sebelum gugur, suaminya berpesan kepada seorang teman untuk menikahi Cut Meutia setelah kepergiannya.

Cut Meutia kemudian menikah dengan Pang Nagroe sesuai wasiat mendiang suami. Bersama suami yang ini juga, Cut Meutia terus menyerang kolonial dan terlibat sejumlah pertempuran hingga akhir hayatnya.

3. Christina Martha Tiahahu

Christina Martha Tiahahu yang dahulu masih sangat muda ikut berperang melawan penjajah di wilayah Maluku mendampingi ayahnya, Kapitan Paulus Tiahahu. Bersama para pejuang lain, ia sempat menguasai benteng Beverwijk sebelum akhirnya ditangkap tentara Belanda.

Beliau lahir di Nusa Laut, Maluku pada 4 Januari 1800 dan wafat pada 2 Januari 1818. Sebelum meninggal, Christina Martha jatuh sakit serta menolak diberi makan dan obat oleh pihak kolonial.

4. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang adalah putri dari penguasa Serang, wilayah terpencil di kerajaan Mataram, Jawa Tengah. Sejak kecil, ia telah ikut dan mendampingi sang ayang dalam peperangan melawan penjajah.

Setelah sang ayah wafat, ia menggantikan kedudukan dan menjadi penguasa Serang berikutnya. Selama memimpin, ia kerap melakukan serangan terhadap Belanda dengan menggunakan taktik gerilya.

5. R. A. Kartini

Raden Ajeng Kartini bisa dibilang pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia. Ia ingin mengangkat derajat kaum wanita melalui pendidikan agar mereka memperoleh hak dan kecakapan yang setara dengan kaum pria.

Perjuangannya dilakukan dengan mendirikan sekolah untuk para gadis di Jepara. Baginya, perempuan dan laki-laki diciptakan sama dan tidak berbeda, begitu juga dalam hal pendidikan. Karena ini, Kartini dianggap sebagai pelopor emansipasi wanita.

6. Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika adalah pahlawan perempuan asal Jawa Barat. Ia termasuk tokoh perintis pendidikan kaum wanita dengan mendirikan sekolah pertama khusus perempuan.

Dewi Sartika juga membuat tulisan berjudul "De Inlandsche Vrouw" yang berarti Wanita Bumiputera. Melalui perjuangan dan tulisannya, ia menginginkan adanya kesamaan hak antara pria dan wanita dalam hal pendidikan serta pekerjaan.

7. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara. Ketika masih belia, Maramis ikut pamannya ke Maumbi karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia.

Di sana ia disekolahkan di Sekolah Melayu. Tapi, dirinya tidak puas dengan pendidikan sekolah dasar sehingga ia mulai bergaul dengan orang Belanda dan belajar banyak ilmu.

Maramis berteman juga dengan seorang pendeta dan pendeta inilah yang membuka wawasannya untuk memajukan pendidikan wanita di Minahasa.

Pada 1917, ia mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) dengan bantuan suaminya yang seorang guru bahasa di HIS Manado. Organisasinya itu ditujukan untuk mendidikan kaum perempuan dalam berumah tangga.

PIKAT terus tumbuh dan memiliki banyak cabang di sejumlah daerah Indonesia. Maramis kemudian mendirikan sekolah rumah tangga untuk perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT pada 1918. Pada 1932, ia mendirikan Sekolah Kejuruan Putri.

8. Nyai Ahmad Dahlan

Nama lahirnya adalah Siti Walidah. Ia adalah istri dari KH Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri organisasi Muhammadiyah. Nyai Ahmad Dahlan termasuk tokoh emansipasi wanita yang berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno.

Ia memprakarsai berdirinya perkumpulan Sopo Tresno yang diperuntukkan bagi wanita Islam pada 1914. Perkumpulan ini berfokus pada bidang dakwah, pendidikan, dan sosial. Ia juga mendirikan asrama putri di rumahnya dan memberikan pendidikan bagi kaum perempuan.

9. H. R. Rasuna Said

Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan salah satu pahlawan wanita asal Sumatera Barat. Ia berkeinginan untuk memajukan pendidikan kaum wanita. Namun ia menyadari bahwa keinginannya itu tidak bisa didapat hanya dengan mendirikan sekolah. Karenanya, ia berjuang juga lewat politik.

Perjuangannya diawali dengan bergabung di Sarekat Rakyat. Ia juga bergabung di Soematra Thawalib dan mendirikan Persatoean Moeslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada 1930. Kemudian ia membangun Sekolah Thawalib di Padang yang diperuntukkan bagi para wanita muda.

Selain itu, Rasuna Said juga berjuang melawan Belanda dengan pidato-pidatonya. Lewat pidatonya, ia banyak mengecam penjajahan dan akibatnya ia pernah dihukum Belanda.

Perjuangannya dilanjut dengan memimpin redaksi Majalah Raya, mendirikan Organisasi Pemuda Nippon Raya di Padang, serta aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.

10. Fatmawati

Fatmawati lahir pada 15 Februari 1923 di Pasar Padang, Bengkulu. Ayahnya Hassan Din, seorang tokoh Muhammadiyah Bengkulu, dan ibunya bernama Siti Chadijah. Pada 1943, ia menikah dengan Soekarno di Jakarta.

Pada masa revolusi kemerdekaan, Fatmawati turut terlibat dengan menjahit sendiri bendera merah putih yang dikibarkan sesaat setelah proklamasi yang diumumkan oleh Soekarno. Bendera pusaka yang dibuatnya kini disimpan di Monumen Nasional (Monas).

Fatmawati setia mendampingi Soekarno ketika menghadapi masa-masa sulit selama setelah kemerdekaan. Ia juga berupaya meningkatkan peranan wanita dalam pemerintahan. Hasilnya, beberapa tokoh perempuan diangkat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

11. Andi Depu

Andi Depu Maraddia Balanipa adalah pahlawan perempuan dari Sulawesi Barat. Ia merupakan putri bangsawan dan istri Raja Balanipa. Dirinya sangat menentang penjajahan dan menginginkan kemerdekaan bagi Indonesia.

Perjuangannya ditunjukkan dengan mendirikan laskar Kebaktian Rahasia Islam Muda (KRIS Muda). Pergerakan anti kolonialisme ini lahir setelah kemerdekaan. Saat pendudukan Jepang, KRIS Muda berhasil merampas senjata penjajah dan mengibarkan bendera Merah Putih.

Itu tadi profil singkat sejumlah pahlawan wanita yang memperjuangkan bangsa Indonesia selama masa penjajahan dan pasca proklamasi.




(azn/inf)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads