Harga Beras Naik Terus, Studi UGM Jelaskan Sebab & Solusinya

ADVERTISEMENT

Harga Beras Naik Terus, Studi UGM Jelaskan Sebab & Solusinya

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 29 Apr 2024 12:30 WIB
Harga beras mulai merangkak naik sejak November 2023. Kini harga beras medium dan premium telah melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Mengapa harga beras terus naik dan apa solusinya? Begini hasil kajian beras nasional oleh Pusat Studi EQUITAS FEB UGM. Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Kenaikan harga eceran tertinggi (HET) beras premium dan medium diperpanjang sampai 31 Mei 2024. HET beras premium naik menjadi Rp 14.900 dari Rp 13.900, sedangkan HET beras medium naik menjadi Rp 12.500 dari Rp 10.900 per kg.

Sebelumnya pada akhir Februari 2024, harga beras naik menjadi 18.000 per kg. Rekor kenaikan harga beras Tanah Air ini melampai HET di angka Rp 10.900-Rp 11.800.

Hasil kajian perberasan nasional dari Pusat Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan (EQUITAS) Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) mengungkap banyaknya perantara antara petani dan konsumen berpengaruh besar pada tingginya kenaikan harga beras di RI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal tersebut menyebabkan harga beras tertinggi dalam sejarah," kata Koordinator EQUITAS FEB UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, PhD, dikutip dari laman kampus.

"Harga beras mengalami peningkatan sebesar 19,38 persen di wilayah perkotaan dan 23,04 persen di wilayah pedesaan. Kesenjangan tersebut menegaskan dampak rantai pasokan yang kompleks terhadap keterjangkauan harga beras di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya," kata Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM tersebut.

ADVERTISEMENT

Penyebab Kenaikan Harga Beras

Wisnu menjelaskan sejumlah faktor kenaikan harga beras. Kelangkaan pasokan dan meningkatnya permintaan lazimnya jadi sejumlah faktor.

Pada kasus Indonesia, volatilitas juga memengaruhi kenaikan harga. Tidak stabilnya ketersediaan beras ini dinilai berasal dari masalah logistik dan kurangnya produksi.

Masalah Perantara Beras ke Konsumen

Wisnu menjelaskan banyaknya perantara beras dari petani hingga tangan konsumen membuat harga beras di Indonesia lebih tinggi ketimbang negara berkembang lainnya. Kisaran harga beras di India yakni Rp10.140-Rp 32.136 per kg.

Ia menjelaskan, masalah logistik di Indonesia antara lain infrastruktur transportasi tidak memadai, kurang fasilitas penyimpanan, dan kesulitan koordinasi di antara berbagai pelaku dalam rantai pasok. Kesemuanya menyebabkan pasokan beras tertunda dan tidak efisien sehingga harga beras naik.

Pasokan Rendah dan Tak Stabil

Berdasarkan penelitian Ceballos, Hernandez, Minot, dan Robles dalam Krisnamurthi & Utami (2022), Wisnu menjelaskan produksi beras di Indonesia rendah karena mekanisasi lambat dan investasi untuk penelitian dan pengembangan terbatas.

Data produksi dan estimasi beras yang tidak akurat menurutnya juga membuat masalah baru pada data dan estimasi pasokan, berdasarkan penelitian Dawe, Timmer, dan Warr (2014).

Perubahan Pola Musiman

Perubahan pola musiman memperburuk fluktuasi produksi beras. Wisnu mengatakan, berdasarkan studi Ansari dkk. (2023), masa panen beras di Indonesia terhambat kekeringan berkepanjangan. Ini juga menjadi bukti RI rentan pada perubahan iklim.

Caleg Bagi-bagi Beras

Aksi bagi-bagi beras oleh para calon legislatif pada masyarakat di dapil juga memicu gangguan pasokan beras. Pembelian beras dalam jumlah besar untuk kepentingan pileg memberatkan tingkat permintaan.

Solusi Dampak Kenaikan Harga eras

Peneliti EQUITAS FEB UGM Jamilatuzzahro MSi menjelaskan ada empat strategi utama untuk bantu harga beras terjangkau. Keempatnya yaitu operasi pasar, program beras untuk keluarga miskin (Raskin), pengadaan dalam negeri, dan impor.

Ia menjelaskan Raskin tidak secara langsung memengaruhi dinamika pasar. Namun, cara ini bantu keluarga miskin tetap makan.

Sedangkan operasi pasar coba menstabilkan harga beras dengan menjual beras dalam jumlah dan harga tertentu ke pasar. Cara ini bertujuan memastikan harga beras tetap terjangkau untuk masyarakat.

Sedangkan pengadaan dalam negeri butuh minimal satu atau beberapa provinsi dengan surplus beras. Kelebihan tersebut kemudian dialokasikan ke provinsi yang mengalami defisit.

"Pendekatan ini umumnya lebih cocok untuk mengatasi fluktuasi permintaan daripada kekurangan produksi," ucapnya.

Opsi terakhir yakni impor beras dari negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam yang harganya lebih murah. Namun, cara ini berisiko bagi pertanian dan petani dalam negeri.

Solusi Kenaikan Harga Beras

Rancangan Impor dan Operasi Pasar

Jamilatuzzahro mengatakan pemerintah perlu merancang impor terencana dan operasi pasar terkendali untuk mengatasi kenaikan harga beras. Kemudian, perbaiki sistem informasi pasar untuk mengurangi volatilitas harga, risiko cuaca, dan lainnya.

"Impor dan operasi pasar yang terencana atau terjadwal juga dapat meminimalisir tindakan spekulatif dari para pelaku pasar yang tidak bertanggung jawab," terangnya.

Pemberdayaan Petani dengan Teknologi

Ia menekankan solusi jangka panjang meliputi pemberdayaan petani dengan teknologi, bantu proses panen lebih singkat dan akurat. Berdasarkan data McKinsey (2020), Jamilatuzzahro menjelaskan penggunaan teknologi modern di sektor pertanian diperkirakan dapat meningkatkan hasil ekonomi hingga US$6,6 miliar (Rp 106,9 triliun) per tahun.

Potong Perantara

Potong perantara menurutnya juga bantu peningkatan efisiensi dan pemerataan distribusi beras di Indonesia. Hubungkan petani langsung dengan penggilingan lewat platform teknologi atau koperasi petani.

Ia menjelaskan, jalur langsung memungkinkan petani menegosiasikan harga yang adil atas hasil panennya. Di saat yang bersamaan, penggilingan bisa mendapat beras dengan harga kompetitif dan tidak lagi ketergantungan pada tengkulak.

Bangun Infrastruktur

Ia menegaskan, pembangunan jalan, jaringan transportasi, dan fasilitas penyimpanan dapat mengurangi biaya transportasi dan meningkatkan efisiensi distribusi beras. Peningkatan infrastruktur menurutnya dapat membatasi aksi tengkulak dalam mengenakan biaya tinggi atas transportasi dan penyimpanan hasil panen.

"Dengan begitu bisa memudahkan distribusi beras dari lahan pertanian ke pasar dengan lebih cepat dan hemat biaya," ucapnya.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads