Konflik di Timur Tengah antara Iran VS Israel, Bagaimana Awalnya?

ADVERTISEMENT

Konflik di Timur Tengah antara Iran VS Israel, Bagaimana Awalnya?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 17 Apr 2024 19:00 WIB
An anti-missile system operates after Iran launched drones and missiles towards Israel, as seen from Ashkelon, Israel April 14, 2024. REUTERS/Amir Cohen     TPX IMAGES OF THE DAY
Foto: REUTERS/Amir Cohen/Penyerangan Iran ke Israel pada awal April 2024
Jakarta -

Konflik di wilayah Timur Tengah antara Iran dan Israel sedang memanas. Iran melancarkan serangan dengan lebih dari 300 drone dan rudal ke Israel sebagai respons terhadap serangan brutal Israel di Kedutaan Besar Iran di Damaskus belum lama ini.

Kementerian Luar Negeri Iran menyatakan bahwa serangan yang dilakukan sebagai respons ini merupakan hal yang melekat terkait pertahanan diri menurut Piagam PBB.

"Angkatan Bersenjata Iran menggunakan hak yang melekat untuk mempertahankan diri yang diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB dan sebagai respons atas agresi militer berulang kali yang dilakukan rezim Zionis dan kematian martir para penasihat militer Iran yang bekerja di negara ini (Suriah-red) atas undangan pemerintah Suriah," terang Kementerian Luar Negeri Iran dalam CNN dan Press TV, dikutip Rabu (17/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awal bulan April 2024 ini, serangan yang dilakukan Israel di ibu kota Suriah, Damaskus, telah mengakibatkan tewasnya tiga komandan Iran.

Hal ini kemudian menimbulkan kekhawatiran dunia akan terjadinya konfrontasi yang lebih luas di kawasan tersebut.

ADVERTISEMENT

Sebab, kondisi Timur Tengah sudah dalam keadaan kacau akibat berbagai konflik, termasuk perang Israel di Gaza, bentrokan lintas batas antara Israel dan kelompok militan Lebanon, Hezbollah, serta serangan oleh milisi Houthi Yaman terhadap negara Barat di Laut Merah, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.

Konflik yang ada di Timur Tengah tersebut telah ada sejak lama. Bahkan sejak setelah perang dunia pertama selesai. Seperti apa awalnya?

Sejarah Panjang Konflik di Timur Tengah

Dalam buku "Worldmaking in the Long Great War: How Local and Colonial Struggles Shaped the Modern Middle East" (Columbia University Press)" karya sosiolog dan sejarawan Yale University, Jonathan Wyrtzen, terdapat gambaran awal mula konflik di Timur Tengah bisa terjadi.

Menurut Wyrtzen, terjadinya konflik di wilayah tersebut Timur Tengah karena adanya perlawanan terhadap kekuatan kolonial dan berusaha membangun tatanan politik mereka sendiri.

Setelah Kesultanan Ottoman runtuh pada Perang Dunia I, diketahui terjadi adanya penggambaran ulang peta kawasan secara sewenang-wenang oleh Inggris dan Prancis.

"Perang Dunia I dan jatuhnya Kesultanan Utsmaniyah menjadikan visi ini masuk akal: Negara-negara kolonial sedang memikirkan cara memaksimalkan kekuasaan dan pengaruh mereka di wilayah tersebut, dan masyarakat di wilayah tersebut mulai melakukan mobilisasi untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh runtuhnya kekaisaran," ujarnya dalam situs Yale University, dikutip Rabu (17/4/2024).

Wyrtzen mengatakan bahwa warisan perlawanan yang dilakukan Inggris dan Prancis pada akhirnya terus membentuk kawasan Timur Tengah.

"Sejak pemberontakan Arab pada 2011, kita telah melihat munculnya kembali titik-titik perpecahan di tempat-tempat di mana masyarakat berusaha mencapai identitas baru pasca-Utsmaniyah yang telah ditindas oleh Inggris, Prancis, dan dalam beberapa kasus, oleh Turki," imbuhnya.

Laporan dari Wilson Center, juga menunjukkan bahwa banyak konflik di Timur Tengah terjadi karena perselisihan dalam negeri hingga persaingan regional.

Dalam hal ini, Israel menjadi negara yang terlibat dalam empat perang besar dengan negara-negara tetangganya, termasuk Mesir, Suriah, dan Yordania, antara tahun 1948 dan 1973.

Namun sejak pembentukan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada pertengahan 1960-an, Israel semakin menghadapi tantangan dari milisi atau aktor non-negara.

Oleh karena itu, Israel akhirnya berkonflik dengan Hizbullah di Lebanon, Hamas di wilayah Palestina, dan Houthi di Yaman. Pada abad ke-21, mereka menjadi ancaman yang paling konsisten terhadap Israel.

Konflik Iran VS Israel

1. Tahun 1979

Mengutip laman npr.org, awalnya hubungan Iran dan Israel tidak bermusuhan. Bahkan Iran menjadi salah satu negara muslim pertama yang mengakui negara baru Israel.

Namun, revolusi Islam Iran pada 1979 membuat hubungan kedua negara tersebut memburuk. Republik Islam Iran memiliki pemimpin tertinggi baru bernama Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Ia menerapkan kebijakan untuk melawan kekuatan dunia yang "sombong". Selama rezimnya, Amerika Serikat (AS) dikenal di Iran sebagai "Setan Besar" dan Israel sebagai "Setan Kecil".

Teheran memutuskan semua hubungan dengan Israel. Bahkan kedutaan besar Israel di Teheran diubah menjadi kedutaan besar Palestina.

Khomeini juga menyatakan setiap Jumat terakhir bulan suci Ramadan sebagai Hari Al Quds. Yerusalem dikenal sebagai al-Quds dalam bahasa Arab.

Sampai kini, Hari Al Quds diperingati dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran di seluruh Iran untuk mendukung warga Palestina.

Kemudian, persaingan yang tidak bersahabat muncul ketika Iran membangun dan mendanai milisi proksi dan kelompok lain di Suriah, Irak, Lebanon, dan Yaman. Perang bayangan antara Iran dan Israel pun mulai berkembang selama bertahun-tahun.

2. Awal 2000-an

Iran memiliki program nuklir dengan AS, yang selalu ditegaskan untuk tujuan damai. Namun, hal ini justru menjadi fokus utama serangan Israel.

Teheran yakin Israel dan AS memperkenalkan virus komputer Stuxnet pada awal 2000-an untuk menargetkan mesin sentrifugal yang memperkaya uranium untuk program nuklir Iran.

Serangkaian serangan sabotase berlanjut hingga tahun 2020-an, ketika Israel berupaya merusak fasilitas nuklir Iran, termasuk ilmuwan nuklir yang menjadi sasaran.

Dua tahun sebelumnya atau pada 2018, Presiden Donald Trump memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian nuklir Iran. Hal ini kemudian dipandang sebagai pukulan bagi Teheran dan kemenangan bagi Israel.

3. Awal Tahun 2020

Melansir CNBC Indonesia, komandan sayap luar Garda Revolusi Islam Iran, Maj. Gen. Qassim Soleimani (Jenderal Soleimani), dibunuh dengan serangan drone AS di Baghdad pada awal 2020. Hal ini disambut dengan kepuasan di Israel.

Iran kemudian merespons dengan menyerang dua pangkalan AS di Irak dengan hujan rudal. Serangan ini mengakibatkan sekitar 100 personel militer AS terluka.

Atas insiden ini, pejabat AS menuduh Jenderal Soleimani yang bertanggung jawab. Mereka juga menyebutkan bahwa Jenderal Soleimani bertanggung jawab atas aktivitas yang merusak stabilitas di seluruh Timur Tengah dan dituduh merencanakan serangan terhadap kedutaan AS dan Israel.

4. Tahun 2021-2022 dan 7 Oktober 2023

Setelah kematian Jenderal Suleimani, Iran dan Israel dilaporkan melakukan sejumlah serangan dan serangan balasan rahasia dalam beberapa tahun.

Pada November 2021, Israel membunuh ilmuwan nuklir papan atas Iran, Mohsen Fakhrizadeh. Kemudian pada Mei 2022, Israel membunuh komandan Garda Revolusi, Kol. Sayad Khodayee.

Saat serangan brutal Israel dilakukan ke Palestina pada 7 Oktober 2023, milisi pro-Iran meningkatkan serangan mereka (ke Israel).

5. Desember 2023

Iran menuduh Israel membunuh tokoh militer papan atas, Brig. Gen. Sayyed Razi Mousavi, dalam serangan rudal di luar Damaskus pada akhir tahun 2023.

6. Januari 2024

Tak lama berselang, pada Januari 2024, Iran kembali menuduh Israel melancarkan serangan udara di Damaskus.

Menurut media Iran dan pejabat pertahanan Israel, serangan tersebut mengakibatkan sejumlah tokoh militer senior Iran tewas, termasuk kepala intelijen di Suriah untuk sayap luar negeri Garda Revolusi dan deputinya.

7. Maret-April 2024

Serangan udara Israel membunuh tentara di dekat Aleppo, utara Suriah. Namun, militer Israel tidak mengklaim tanggung jawab.

Di sisi lain, menteri pertahanan negara itu, Yoav Gallant, menulis di media sosial, "Kami akan mengejar Hezbollah di setiap tempat ia beroperasi dan kami akan meningkatkan tekanan dan kecepatan serangan."

Diketahui dalam serangan itu, sebanyak 36 tentara Suriah, tujuh pejuang Hizbullah, dan seorang Suriah dari milisi pro-Iran, menurut Syrian Observatory for Human Rights, sebuah kelompok yang berbasis di Inggris yang melacak perang sipil Suriah.

Adapun tiga hari setelah serangan pertama, tepatnya pada awal April 2024, pesawat tempur Israel menyerang bangunan di Damaskus dalam serangan yang menewaskan tiga komandan Iran papan atas.

Ini yang kemudian membuat Iran merespons dengan tegas dan menyerang Israel dengan serangan ratusan rudal ke Israel.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads