Tak sedikit orang yang alergi debu atau dingin. Tapi, pernahkah kamu mendengar tentang alergi air?
Utikaria aquagenik atau alergi air diderita oleh salah seorang warga negara Amerika Serikat bernama Loren Montefusco. Dalam Science Alert, Loren menceritakan jika ia akan merasa gatal saat bersentuhan dengan air.
Penyebutan alergi air pertama kali didokumentasikan di akhir abad ke-20. Sejak itu, kasus-kasus alergi air tersebar di literatur medis, sehingga berkontribusi pada berkembangnya pemahaman kita tentang penyakit ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alergi air pada Loren, dan banyak lainnya, diyakini muncul dari respons imun abnormal yang dipicu oleh interaksi air dengan kulit. Bagaimana cara kerjanya?
Mengapa Seseorang Bisa Alergi Air?
Bayangkan sistem kekebalan tubuh sebagai penjaga yang selalu waspada terhadap penyerang. Pada urtikaria aquagenik, air memicu respons alarm. Hal ini menyebabkan pelepasan zat seperti histamin yang menyebabkan gatal-gatal.
Para peneliti telah menunjukkan mutasi pada gen spesifik yang terkait dengan alergi air, seperti gen FABP5, yang penting untuk fungsi pelindung kulit. Mutasi pada gen ini mengganggu kemampuan kulit untuk menolak air sehingga mengaktifkan respons peradangan.
Variasi gen yang terlibat dalam regulasi kekebalan dan integritas kulit juga berkontribusi terhadap kerentanan. Namun, faktor lingkungan seperti perubahan hormonal atau paparan bahan kimia dapat mempengaruhi tingkat keparahannya.
Sains Masih Belum Tahu Banyak
Memahami dasar genetik memberikan wawasan tentang bagaimana penyakit ini terjadi dan terapi potensial. Dengan mengidentifikasi penanda genetik tertentu, pengobatan yang lebih personal dapat dikembangkan.
Terlepas dari kemajuan ini, banyak hal tentang alergi air yang masih belum diketahui. Namun, dengan mengintegrasikan wawasan dari genetika, imunologi, dan dermatologi, para ilmuwan bertujuan untuk mengungkap rahasia alergi air langka ini.
(nir/nwy)