Bahasa daerah menjadi satu kekayaan Indonesia yang tidak dimiliki negara lainnya. Sayangnya, keadaannya saat ini berada di titik yang memprihatinkan karena tidak adanya lagi penutur yang menggunakan dan mewariskan bahasa daerah ke generasi selanjutnya.
Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa menjelaskan 11 bahasa daerah Indonesia telah alami kepunahan, 19 bahasa dalam keadaan rentan, 3 bahasa mengalami kemunduran, 5 bahasan dalam kondisi rentan dan 25 bahasa daerah terancam punah.
Bahasa yang kini punah itu mayoritas berada di wilayah bagian timur Indonesia, seperti bahasa Tandia (Papua Barat), Mawes (Papua), Kajeli (Maluku), Piru (Maluku), Moksela (Maluku), Palumata (Maluku), Ternateno (Maluku Utara), Hukumina (Maluku), Hoti (Maluku), Serua (Maluku), dan Nila (Maluku).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat keadaan ini, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyatakan komitmennya dalam perlindungan dan pengembangan bahasa daerah serta upaya penyediaan guru bahasa daerah yang kompeten.
Hal ini akan diwujudkan melalui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Bahasa Daerah dan seluruh program yang digodok Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa).
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi X DPR RI menyambut baik pembahasan RUU Daerah dan mendorong agar pembahasannya segera dimulai pada masa pemerintahan selanjutnya. Adrianus Asia Sidot perwakilan dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) menjelaskan pembahasan sebuah RUU setidaknya memakan waktu dua tahun, sehingga ia berharap agar bisa segera direalisasikan.
"Diperlukan waktu setidaknya dua tahun untuk merampungkan pembahasan sebuah RUU. Saya harap semoga segera terealisasikan," ujarnya dikutip dari rilis di laman resmi Kemendikbudristek, Kamis (4/4/2024).
Bukan masalah sepele, Zainuddin Maliki dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berpendapat RUU Bahasa Daerah sifatnya sangat strategis sehingga harus segera dituntaskan. Karena bahasa daerah adalah berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan harmoni di tengah keberagaman.
"Bahasa Daerah adalah salah satu akar budaya kita. Bahasa Daerah juga berfungsi sebagai instrumen untuk menciptakan harmoni di tengah tengah keragaman budaya masyarakat lokal kita," tuturnya.
Selaras dengan itu, Abdul Fikri Faqih, Fraksi Partai Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyarankan agar Undang-Undang Bahasa Daerah harus memiliki kekhasan. Terutama pada penekanan pelestarian atau eksistensi Bahasa Daerah itu sendiri.
"Saya kira ini harus kita usahakan dan sepakati bersama juga," pungkasnya.
Strategi Kemendikbudristek Lindungi Bahasa Daerah
Meski diharapkan bisa dilakukan pada masa pemerintahan berikutnya, Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa sudah melaksanakan dua program terkait pelindungan dan pengembanagan bahasa daerah dan upaya penyediaan guru bahasa daerah, seperti:
1. Program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD)
RBD melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan bahasa daerah dengan cara dan materi yang menyenangkan. Baik di lingkungan keluarga, komunitas dan sekolah dengan tetap mempertimbangkan tutur di wilayah tersebut.
Pada 2021, RBD menyasar tiga provinsi yakni Jawa barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Hasilnya lima bahasa daerah direvitalisasi yakni Sunda, Jawa, Makassar, Bagus dan Toraja.
Setiap tahunnya program ini mengalami peningkatan. Di tahun 2022 ada 13 provinsi dengan 39 bahasa daerah yang direvitalisasi.
Lalu, pada 2023 meningkat menjadi 25 provinsi dengan 72 bahasa daerah atau dialek yang direvitalisasi. Di tahun 2024, RBD dilaksanakan di semua provinsi Indonesia dengan 92 bahasa daerah yang direvitalisasi.
2. Program Pendeteksian Daya Hidup Bahasa Daerah
Program ini dilakukan secara daring dengan penginputan data dan penghitungan dialektometri berbagai bahasa daerah. Pendeteksian dilakukan dengan mengukur daya hidup bahasa di suatu daerah secara tepat dan akurat serta pemutakhiran peta bahasa.
Penyediaan Guru Bahasa Daerah
Sedangkan dalam upaya penyediaan guru bahasa daerah yang kompeten Badan Bahasa memiliki tiga upaya, yakni:
- Menelaah urgensi regulasi terkait guru Bahasa Daerah. Karena guru Bahasa Daerah berbeda dengan guru seni budaya.
- Menyiapkan program studi atau konsentrasi pilihan di perguruan tinggi sebagai upaya penyiapan sumber daya guru yang kompeten.
- Menyiapkan dukungan dan penyiapan sumber daya penyiapan guru bahasa daerah melalui penerimaan seleksi CASN dalam upaya penerapan pembelajaran multilingual.
Begitulah berbagai upaya pemerintah dalam melestarikan bahasa daerah. Bagaimana denganmu detikers, apakah masih menggunakan bahasa khas daerahmu?
(det/nwk)