Pakar Stanford Jelaskan Pentingnya Yakin pada Naluri buat Bikin Keputusan

ADVERTISEMENT

Pakar Stanford Jelaskan Pentingnya Yakin pada Naluri buat Bikin Keputusan

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 29 Mar 2024 04:00 WIB
Ilustrasi ide bisnis
Pakar Stanford Business menilai berpikir rasional dan analitis saja tidak cukup untuk bikin keputusan. Begini peran naluri dan intuisi. Foto: Shutterstock
Jakarta -

Keputusan yang lebih baik datang dari cara berpikir seorang seniman. Dalam hal ini, berpikir rasional dan analitis juga perlu digabungkan dengan menerima naluri dan intuisi.

Pandangan ini disampaikan Baba Shiv, dosen praktisi pemasaran dari Sanwa Bank, Limited di Stanford Graduate School of Business (GSB) dalam podcast If/Then: Business, Leadership, Society dari Stanford Business bersama Senior Editor Stanford GSB, Kevin Cool.

Peran Emosi untuk Buat Keputusan

Berdasarkan studinya, Shiv menjelaskan otak rasional hanya bertanggung jawab sekitar 5 hingga 10% atas pengambilan keputusan seseorang. Secara tidak sadar, manusia justru lebih menggunakan emosi dalam proses pengambilan keputusan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Emosi mempunyai pengaruh besar terhadap keputusan kita dan kita tidak menyadarinya," katanya, dikutip dari laman Stanford GSB.

Ia menjelaskan, dalam penelitian sarafnya, sekelompok partisipan peminum wine diajak membedakan minuman anggur yang berbeda. Partisipan diberitahu akan mencoba lima cabernet sauvignon dengan harga berbeda-beda.

ADVERTISEMENT

Hal yang tidak diketahui partisipan, rupanya hanya tiga anggur yang digunakan. Dua di antaranya dituangkan ke gelas keempat dan kelima. Tiap gelas dipasangi harga palsu, mulai dari $5 sampai $90.

Shiv kemudian memantau aktivitas otak partisipan saat mencicipi setiap anggur. Rupanya, otak manusia menilai makin mahal wine, makin enak rasanya.

"Yang membuat saya penasaran adalah orang-orang bersumpah bahwa semakin mahal harga wine, semakin enak rasanya," kata Shiv.

"Pertanyaannya: Apakah ini hanya isapan jempol belaka? Atau apakah otak lebih senang saat harga anggur yang dikonsumsi lebih mahal?" imbuhnya.

Membuat Keputusan dengan Benar

Berdasarkan penelitiannya, ia menyimpulkan area otak yang mengelola bagian kesenangan tampak lebih aktif saat ketika mengira sedang mencicipi wine yang lebih mahal ketimbang lebih murah, meskipun sebenarnya mencicipi anggur yang sama.

Untuk itu, Shiv mengingatkan manusia perlu meyakini naluri atau intuisi diri ketimbang hanya mengandalkan analisis rasional atas data-data di atas meja. Setelah itu, ambil keputusan dengan keyakinan penuh.

"Jika mengambil keputusan dengan keraguan, kemungkinan besar kamu akan menyerah terlalu dini dalam bertindak," kata Shiv.

"Anda harus mengambil keputusan dengan perasaan sangat percaya diri. Ini bukan tentang membuat 'keputusan yang tepat', tetapi membuat keputusan dengan benar," imbuhnya.

Shiv mengamini bahwa pemikiran Barat Pasca Pencerahan berasumsi bahwa rasionalitas adalah kunci dari orang dan masyarakat yang berfungsi dengan baik. Namun, menurut Shiv, kecerdasan dan kepala dingin tidak cukup, khususnya untuk mengambil keputusan di dunia usaha.

"Itu gagasan yang lupa bahwa kita berevolusi dengan emosi. Jika emosi tidak relevan, kita akan berevolusi dengan sangat berbeda," tuturnya.




(twu/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads