Kenapa Orang Bisa Sangat Suka Video Kucing? Begini Kata Pakar Ilmu Saraf Oxford

ADVERTISEMENT

Kenapa Orang Bisa Sangat Suka Video Kucing? Begini Kata Pakar Ilmu Saraf Oxford

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 18 Mar 2024 20:00 WIB
Ilustrasi Bayi dan Kucing
Kenapa video kucing laku keras di media sosial? Begini kata pakar ilmu saraf University of Oxford. Foto: Getty Images/iStockphoto/Teerat
Jakarta -

Foto dan video kucing lucu bertebaran di media sosial. Tidak sedikit yang mendapat likes dan komentar orang-orang yang menganggap rupa dan tindak-tanduk kucing imut serta menggemaskan. Mengapa orang bisa begitu suka kucing?

Pakar ilmu saraf dan dosen University of Oxford, Morten Kringelbach mengatakan, hanya dalam sepertujuh detik, sinyal otak dapat menilai suara atau gambar bayi dan hewan kecil sebagai hal yang lucu atau imut.

Kringerbach menjelaskan, reaksi menyukai visual dan suara imut berasal dari hasil evolusi manusia sejak dulu yang kemudian mendorong hati untuk bantu bayi serta hewan bertahan hidup, dikutip dari laman Oxford Sparks.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika kita melihat spectogram, jika kita lihat bagaimana struktur suaranya, peneliti menemukan bahwa suara (kucing) mirip suara bayi menangis. Kemiripan ini membuat otak berpikir apakah bayi menangis atau ada sesuatu yang terjadi?" tuturnya di podcast Oxford Sparks Big Questions.

"Lalu jika kita melihat anak kucing, konfigurasi wajahnya mirip dengan bayi. Ia punya mata besar yang mengagumkan, telinga besar. Dalam banyak bentuk, hal-hal ini juga kita temukan di bayi manusia. Ini, pada dasarnya, membuat kita sangat, sangat tertarik padanya," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Suka Kucing

Kringerbach menegaskan, baik laki-laki dan perempuan sama-sama bisa sangat suka kucing. Namun, laki-laki kerap tidak benar-benar mengakui bahwa kucing sangat lucu dan menggemaskan karena tekanan budaya dan misogini di masyarakat.

"Faktanya, jika kita tes perilakunya, dan otaknya, kita akan melihat perilaku dan otak laki-laki juga merespons (kelucuan kucing)," tuturnya.

Ia bercerita, satu eksperimennya dan rekan-rekan pada mahasiswa S1 University of Oxford coba menguji hal ini. Para mahasiswa diminta melihat foto bayi dan menilai selucu serta semenarik apa di matanya.

Hasil eksperimennya menunjukkan mayoritas mahasiswa perempuan menyatakan foto-foto bayi itu sangat lucu. Di sisi lain, ada beragam pendapat soal seberapa lucu tiap foto bayi tersebut berdasarkan proporsi visual dari mata, ke dahi, hingga ke telinga. Kringerbach mengatakan, para perempuan sangat sensitif pada indikator tersebut.

"Perempuan akan menilai dengan objektif mana foto yang tidak terlalu lucu, lalu memberi nilai lebih rendah. Rupanya, temuan yang sama tampak pada respons mahasiswa laki-laki," ucapnya.

"Namun ini menunjukkan bahwa mungkin laki-laki merasa tidak baik untuk bilang suka melihat bayi (karena ekspektasi budaya di masyarakat)," sambungnya.

Otak Merespons Visual Imut

Peneliti lalu menggunakan mesin magnetoencephalography untuk melihat respons sinyal otak pada foto-foto tersebut dalam seperseribu detik. Mereka mendapati, saat melihat bayi, ada aktivitas di dua bagian otak berlangsung secara bersamaan.

Saat aktivitas itu terjadi, sebelum seseorang sadar, otaknya sudah menilai foto bayi yang ia lihat itu sesuatu yang imut.

"Ketika kita melihat sesuatu yang imut, dari mata masuk ke otak, diproses dalam 130 milidetik, lalu dalam sepertujuh detik, ada bagian otak di belakang yang disebut fusiform area face bekerja," kata Kringerbach.

"Sinyal otak masuk ke sana. Dari alat pindai khusus, kami terkejut saat menemukan bahwa seseorang melihat wajah bayi--bukan wajah orang dewasa--baik sedang senang, sedih, atau netral, ada aktivitas juga di orbital frontal cortex, di bagian depan otak dekat bola mata. Bagian otak ini memicu emosi tertentu pada manusia," sambungnya.

Kringerbach dan rekan-rekan mendapati, respons yang sama terjadi pada otak saat melihat foto anak kucing dan anjing. Kesadaran orang akan terlambat menyadari bahwa visual itu bukan bayi manusia dan keburu menilainya imut.

"Saya harap kita terus berbagi (video kucing) dengan orang lain, karena itu yang penting. Banyak hal yang kita lakukan untuk merasa senang, puas-- yang kerap jadi penelitian saya-- yakni apa hal yang membuat kita merasa puas? Bagaimana cara mengangkat rasa derita yang kita semua rasa? Bisa jadi video kucing, obat, bisa memberi makna itu," tuturnya.




(twu/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads