Kisah Melly, Anak Penjual Bubur yang Lulus dari ITB & Satu-satunya Sarjana di Keluarga

ADVERTISEMENT

Kisah Melly, Anak Penjual Bubur yang Lulus dari ITB & Satu-satunya Sarjana di Keluarga

Cicin Yulianti - detikEdu
Jumat, 15 Mar 2024 20:30 WIB
Melly saat merayakan kelulusannya
Melly saat merayakan kelulusannya. Foto: Dok Puslapdik
Jakarta -

Ini kisah Melly Puspita, anak seorang tukang bubur yang baru saja lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Lulusan prodi Teknik Metalurgi ITB ini berhasil meraih IPK cum laude yakni 3,6.

Selain itu, Melly mampu merampungkan studinya hanya dalam waktu 3,5 tahun. Atas prestasinya ini, Melly merasa bangga dan terharu karena bisa menyelesaikan pendidikannya.

"Saya sangat senang karena pada akhirnya menamatkan perjuangan kuliah dan tugas akhir saya dengan hasil yang cukup memuaskan," ungkap Melly, dikutip dari laman Puslapdik Kemdikbud, Jumat (15/32024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Momen bahagia Melly selepas sidang skripsi diabadikan oleh dosen pembimbingnya, Imam Santoso. Sang dosen turut senang atas keberhasilan dari anak didiknya tersebut.

ADVERTISEMENT

"Sebagai anak dari kaum minoritas, dan tidak mampu dimana ayahnya hanya pedagang bubur, dan Melly juga membantu ekonomi keluarga dengan jualan online, ia terlihat percaya diri dan tidak malu, dan kuliahnya sangat sungguh-sungguh, "kata Imam.

Satu-satunya yang Kuliah di Keluarga

Melly adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Sang kakak hanya bisa menyelesaikan pendidikan hingga jenjang SMA.

Begitu pun ayah Melly hanya tamatan SD dan sempat berprofesi sebagai penjual bubur di lingkungan rumahnya. Begitu pun mendiang ibu Melly sama-sama hanya lulusan SD.

"Sebenarnya mereka sangat ingin kedua anaknya bisa memperoleh gelar sarjana, namun kenyataan berkata lain, hanya saya yang mau dan bisa lulus kuliah, kakak saya mungkin memilih jalan hidup lain, " ujarnya.

Melly beruntung karena ia diberi kesempatan untuk bisa meraih sarjana. Ia juga tak pantang menyerah meskipun kondisi ekonomi keluarga merosot terlebih sejak pandemi Covid-19.

Sang ayah harus berhenti jualan bubur dan kerja serabutan sebagai tukang cat rumah. Melly dan kakaknya kemudian mencoba usaha catering kecil-kecilan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

Tak jarang juga, Melly part time menjadi guru les privat murid SD-SMA. Kesukaan Melly dalam belajar ternyata jarang ditemui di lingkungan rumahnya.

Meskipun tinggal di wilayah perkotaan, tetapi Melly melihat warga di sekitarnya kurang peduli terhadap pendidikan. Rata-rata warga di sana merupakan pedagang informal dan pelaku usaha kecil.

"Memang ada yang melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi, namun persentasenya sangat kecil. Mayoritas menikah setelah lulus SMP ataupun SMA, "ujar Melly.

Semangat Berprestasi Demi Sang Ibu

Kepergian sosok yang dicinta ke pangkuan Tuhan membuat Melly ingin menunjukkan prestasi-prestasinya demi sang ibu. Sejak SD-SMP, Melly langganan masuk peringkat tiga besar.

Saat masa SMA, Melly rajin mengikuti olimpiade sains dengan fokus di mata pelajaran matematika dan fisika. Selain itu, Melly juga pintar berbahasa Mandarin dan Inggris.

"Saat kelas 3 SMA pernah memperoleh juara 3 lomba bahasa Mandarin di Universitas Maranatha dan lolos ke babak semifinal olimpiade kimia UNY, "kata Melly.

Untuk melanjutkan kuliah, beruntungnya Melly meraih beasiswa KIP Kuliah. Melly mengungkap beasiswa tersebut sangat berkontribusi dalam menamatkan S1-nya.

"Seandainya tidak ada bantuan KIP Kuliah, saya tidak tahu, mungkin akan sulit sekali untuk bisa berkuliah karena ekonomi keluarga sangat tidak mendukung," jelas Melly.




(cyu/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads