Peneliti telah membuktikan bahwa kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain dapat memengaruhi kesehatan fisik dan emosional. Temuan ini penting untuk dikenali agar setiap orang bisa mengurangi kebiasaan buruk.
Dalam studi tersebut, peneliti melakukan sintesis kualitatif terhadap lebih dari 30 penelitian yang berfokus pada hubungan antara perbandingan sosial dan kesehatan.
Profesor kesehatan biobehavioral dan kedokteran di Penn State, Josh Smyth, mengatakan bahwa banyak orang akan melihat dan berpikir bahwa dirinya berharap bisa seperti orang lain.
"Fenomena ini, yang pertama kali dikemukakan pada 1950an adalah hal biasa dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita tidak yakin dengan apa yang kita lakukan, kita dapat mengurangi ketidakpastian dengan mendapatkan informasi dari (melihat/membandingkan) orang lain," ujarnya dalam situs Penn State, dikutip Selasa, (5/3/2024).
Dua Tipe Membandingkan Diri dengan Orang Lain: Mana yang Lebih Buruk?
Ada dua tipe ketika orang membandingkan diri dengan orang lain. Pertama, membandingkan dengan orang yang memiliki kondisi lebih buruk. Kedua, membandingkan diri dengan orang lain yang kondisinya lebih baik.
Dalam sintesis kualitatif peneliti yang diterbitkan dalam Health Psychology Review tersebut, Smyth dan para peneliti di Syracuse University dan University of Iowa menemukan bahwa orang-orang yang membandingkan dengan orang lain yang keadaannya lebih buruk, cenderung terkait perasaan positif langsung seperti lega dan bersyukur.
Sementara, orang yang membandingkan dengan orang lain yang keadaannya lebih di atas atau lebih baik, lebih terkait dengan depresi.
Namun penelitian lain menunjukkan hal sebaliknya. Orang-orang yang melakukan perbandingan ke atas memiliki kinerja yang lebih baik dalam hal kesehatan fisik dan melaporkan adanya harapan terhadap kemampuan mereka untuk meningkat.
Sementara perbandingan ke bawah, dapat menyebabkan kesedihan atau kekhawatiran.
Lantas mengapa ada perbedaan temuan?
Menurut Danielle Arigo, mahasiswa pascasarjana di Syracuse University, hal ini terkait dengan bagaimana seseorang bisa mendapatkan manfaat atau tidak dari membuat perbandingan.
"Seseorang melakukan hal yang lebih baik daripada Anda? Itu bisa menjadi inspirasi atau membuat depresi. Seseorang melakukan hal yang lebih buruk? Hal itu bisa memberi Anda sedikit kelegaan, atau bisa membuat Anda berpikir bahwa situasi Anda sendiri akan semakin buruk di masa depan," ujarnya.
"Masalahnya adalah meskipun kita tidak begitu memahami cara kerja perbandingan sosial, tapi sering kali digunakan dalam intervensi kesehatan bagi individu yang menderita penyakit kronis," imbuh Arigo.
Dampak Buruk Membandingkan Diri
Dalam laporan di situs New York University, perbandingan dikatakan sebagai kecenderungan alami manusia yang pada dasarnya tidak buruk. Secara umum, alasan perbandingan dilakukan untuk mencari atau menemukan sebuah informasi.
Perbandingan dianggap bisa memberi informasi sedang di posisi apa kita saat ini, kemajuan apa yang sudah dicapai, hal apa yang pantas disyukuri, hingga apa yang belum atau ingin dicapai lagi.
Secara alami, perbandingan bisa meningkatkan pertumbuhan seseorang dan memotivasi diri menjadi lebih baik setiap harinya.
Meski begitu, hal ini juga seperti pisau bermata dua. Sebab, membandingkan diri dalam beberapa studi dikatakan bisa membuat orang 'tenggelam'. Akibatnya, bukannya termotivasi malah tumbuh ketidakpercayaan diri, perasaan rendah, dan tertinggal.
Bahkan bagi sebagian orang, ini bisa tidak baik untuk kesehatan mental dalam jangka panjang. Apabila kondisi mental tidak stabil, justru yang dilihat hanya sisi orang lain, tanpa fokus melihat perbaikan diri sendiri.
(faz/nwk)