Kabisat: Sejarah, Daftar Kabisat Selanjutnya, dan Apa yang Terjadi Tanpanya

ADVERTISEMENT

Kabisat: Sejarah, Daftar Kabisat Selanjutnya, dan Apa yang Terjadi Tanpanya

Novia Aisyah - detikEdu
Kamis, 29 Feb 2024 14:00 WIB
Tahun kabisat 2024
Tahun kabisat. Foto: Getty Images/Gam1983
Jakarta -

Tahun ini merupakan tahun kabisat. Tahun kabisat ada utamanya untuk menjaga bulan demi bulan tetap sinkron dengan peristiwa tahunan, termasuk ekuinoks dan titik balik matahari. Hal ini dijelaskan oleh Jet Propulsion Laboratory (JPL) di California Institute of Technology.

Kabisat merupakan koreksi fakta bahwa orbit bumi tidak tepat 365 hari dalam setahun. Perjalanan tersebut memakan waktu sekitar enam jam lebih lama dari itu, kata NASA, seperti dikutip dari ABC News.

Tak Setiap Empat Tahun adalah Kabisat

Meski demikian bertentangan dengan apa yang diyakini sebagian orang, tidak setiap empat tahun merupakan kabisat. Menurut National Air & Space Museum, menambahkan hari kabisat setiap empat tahun akan membuat kalender lebih panjang lebih dari 44 menit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, pada kalender yang akan datang tahun-tahun yang habis dibagi 100 tidak mengikuti aturan hari kabisat empat tahun kecuali tahun-tahun tersebut juga habis dibagi 400, catat JPL.

Dalam 500 tahun terakhir, tidak ada hari kabisat pada tahun 1700, 1800, dan 1900, tetapi pada tahun 2000 ada hari kabisat. Dalam 500 tahun ke depan, jika praktik ini diikuti, tidak akan ada hari kabisat pada tahun 2100, 2200, 2300, dan 2500.

ADVERTISEMENT

Tahun kabisat berikutnya adalah tahun 2028, 2032, dan 2036.

Apa yang Terjadi Tanpa Kabisat?

Menurut pengajar fisika di University of Alabama di Birmingham, Younas Khan, tanpa adanya kabisat maka musim panas akan datang tidak pada waktunya.

"Tanpa tahun kabisat, setelah beberapa ratus tahun kita akan mengalami musim panas di bulan November," kata Younas Khan.

"Natal akan terjadi di musim panas. Tidak akan ada salju. Tidak akan ada rasa Natal," lanjutnya.

Sejarah Kabisat

Peradaban kuno menggunakan kosmos untuk merencanakan kehidupan mereka. Selain itu terdapat kalender yang berasal dari Zaman Perunggu.

Kalender ini didasarkan pada fase bulan atau matahari, seperti halnya berbagai kalender saat ini. Biasanya mereka adalah lunisolar, yakni menggunakan keduanya (Bulan dan Matahari).

Pada era Kekaisaran Romawi dan Julius Caesar, ada penyimpangan musiman besar-besaran pada kalender yang digunakan. Mereka menangani penyimpangan itu dengan menambahkan bulan.

Caesar juga menjelajahi beragam kalender yang dimulai dari berbagai cara di Kekaisaran Romawi yang luas. Dia memperkenalkan kalender Julian pada tahun 46 SM.

Kalender Julian murni menggunakan Matahari dan menghitung satu tahun sebagai 365,25 hari. Jadi, setiap empat tahun satu hari tambahan ditambahkan. Sebelumnya, orang Romawi menghitung satu tahun sebagai 355 hari, setidaknya pernah untuk suatu waktu.

Namun, di bawah kepemimpinan Julius terjadi penyimpangan, terlalu banyak tahun kabisat.

Tahun matahari tidak tepat 365,25 hari. Perhitungannya adalah 365.242 hari, kata Nick Eakes, pengajar astronomi di Morehead Planetarium and Science Center di University of North Carolina di Chapel Hill.

Thomas Palaima, seorang profesor ilmu klasik di Universitas Texas di Austin, mengatakan penambahan periode waktu dalam satu tahun untuk mencerminkan variasi siklus bulan dan matahari telah dilakukan oleh orang-orang zaman dahulu. Kalender Athena, kata dia, digunakan pada abad keempat, kelima, dan keenam dengan 12 bulan lunar.

Palaima menjelaskan, masalah penyimpangan ini menyebabkan adanya interkalasi atau satu bulan ekstra secara berkala untuk menyelaraskan kembali dengan siklus bulan dan matahari.

Kalender Julian lebih panjang 0,0078 hari (11 menit 14 detik) dibandingkan tahun tropis, sehingga kesalahan dalam ketepatan waktu masih terakumulasi secara bertahap, menurut NASA. Namun stabilitas meningkat, ungkap Palaima.

Kalender Julian adalah model yang digunakan dunia Barat selama ratusan tahun. Paus Gregorius XIII yang melakukan kalibrasi lebih lanjut. Kalender Gregoriannya mulai berlaku pada akhir abad ke-16. Kalender itu pun masih digunakan sampai sekarang dan tidak sempurna atau tidak ada tahun kabisat.

Paus Gregorius XIII turun tangan lantaran Paskah. Perayaan ini akan diadakan di akhir tahun seiring berjalannya waktu.

Dia khawatir bahwa acara yang berkaitan dengan Paskah seperti Pentakosta mungkin akan bertabrakan dengan festival pagan. Paus ingin Paskah tetap diadakan di musim semi.

Dia menghilangkan beberapa hari tambahan yang terakumulasi pada kalender Julian dan mengubah aturan pada hari kabisat. Paus Gregorius dan para penasihatnyalah yang mengemukakan perhitungan rumit mengenai kapan harus atau tidaknya ada tahun kabisat.

"Jika tahun matahari sempurna 365,25 maka kita tidak perlu khawatir tentang perhitungan rumit yang terlibat," kata Eakes.




(nah/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads