Para ilmuwan Scripps Research telah mengembangkan antivenom atau anti bisa ular yang dapat memblokir efek racun mematikan dari beragam spesies ular di Afrika, Asia, dan Australia. Pada pengujiannya, anti bisa ular mamba hitam hingga king kobra ini bisa melindungi tikus dari kematian maupun kelumpuhan.
Penelitian Irene Khalek dan rekan-rekan menggunakan racun yang diproduksi di laboratorium untuk menyaring antibodi manusia yang paling mampu menghalangi aktivitas racun mematikan. Antibodi tersebut ditarik dari bank berisi lebih dari 50 miliar data antibodi manusia.
Antibodi terkuat, yang disebut 95Mat5, bekerja dengan meniru struktur protein manusia yang biasanya diikat oleh racun tiga jari (3FTx). Dikutip dari Phys.org, racun mematikan ini sejenis protein yang ada pada semua ular elapid, yaitu kelompok besar ular berbisa termasuk kobra, krait, dan mamba.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti mendapati, seperti virus HIV, racun ular-ular elapid juga memiliki bagian dalam strukturnya yang tidak dapat bermutasi. Kondisi ini membuka peluang antivenom universal bisa berinteraksi dengan racun beragam ular elapid. Hasil studi ini diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine.
Antivenom Bisa Ular Mematikan
Gigitan ular menyebabkan kematian lebih dari 100.000 orang setiap tahunnya, terutama di Asia dan Afrika. Selama ini, antivenom diproduksi dengan menyuntik hewan dengan dosis kecil bisa ular untuk memicu reaksi sistem imun merilis antibodi.
Namun, praktik pemberian antivenom selama ini hanya bekerja terhadap satu spesies ular saja. Akibatnya, berbagai jenis antivenom harus diciptakan untuk memberikan pengobatan terhadap gigitan ular yang berbeda-beda di berbagai daerah.
Peneliti Joseph Jardine PhD, asisten profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research menjelaskan, penemuan ini dapat sangat bermanfaat bagi masyarakat yang tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sebab, gigitan ular hingga saat ini menyebabkan kematian dan cedera paling signifikan di negara-negara tersebut.
Memilih Antibodi yang Tepat
Peneliti memasukkan 16 jenis 3FTx ke dalam sel mamalia untuk menghasilkan racun di laboratorium. Mereka lalu menyaring lebih dari 50 miliar antibodi manusia untuk mengidentifikasi antibodi yang terikat pada protein 3FTx dari krait berpita banyak, yang juga dikenal sebagai krait China atau Taiwan. Protein khusus ini dipilih karena memiliki kemiripan paling banyak dengan protein 3FTx lainnya.
Peneliti mempersempit pencarian mereka menjadi sekitar 3.800 antibodi. Selanjutnya, mereka menguji antibodi tersebut untuk melihat antibodi mana yang mengenali empat varian 3FTx lainnya.
Dari 30 antibodi yang lolos proses penyaringan ini, antibodi 95Mat5 menonjol dengan interaksi paling kuat di seluruh varian toksin. Antibodi ini diidentifikasi sebagai yang paling efektif.
"Kami dapat fokus pada persentase antibodi yang reaktif silang terhadap berbagai racun ini," kata Khalek, ilmuwan di Scripps Research dan penulis utama makalah ini. "Hal ini hanya dapat dicapai berkat platform yang kami buat, yang memungkinkan kami menyaring perpustakaan antibodi kami terhadap beberapa racun pada saat yang bersamaan."
Uji Coba pada Tikus
Jardine, Khalek, dan timnya melakukan pengujian untuk mengetahui efek 95Mat5 pada tikus yang disuntik bisa dari empat spesies ular berbeda, yaitu krait berpita banyak, kobra penyembur India, mamba hitam, dan kobra raja. Hasilnya menunjukkan tikus yang menerima suntikan 95Mat5 efektif terlindungi dari kelumpuhan dan kematian akibat bisa-bisa ular.
Peneliti mendapati, mereka juga bisa menciptakan antibodi sintetik yang sangat efektif tanpa perlu mengimunisasi hewan atau menggunakan ular. Kini, tim peneliti sedang mengembangkan antibodi yang dapat menetralisir bisa ular elapid lainnya dan ular beludak.
Mereka meyakini penggabungan 95Mat5 dengan antibodi lain dapat menghasilkan antivenom dengan cakupan yang luas.
"Campuran dari empat antibodi ini berpotensi berfungsi sebagai antivenom universal terhadap ular manapun yang relevan secara medis di dunia," kata Khalek.
(twu/twu)