Tahun 2024 dimulai dengan harapan baru bagi para pencari kerja di Amerika Serikat dengan penambahan 353.000 pekerjaan baru. Namun, di balik angka tersebut, terjadi juga pengunduran diri besar-besaran para karyawan di berbagai perusahaan.
Beberapa sektor bahkan mengalami tingkat pergantian karyawan yang lebih tinggi, terutama sektor perhotelan yang mencapai tingkat pengunduran diri sebesar 5 persen. Selain itu, insinyur-insinyur pun semakin banyak yang mencari peluang baru di luar bidang profesi mereka.
3 Cara untuk Mempertahankan Karyawan
Di tengah ketenagakerjaan yang terus berubah, dengan munculnya kecerdasan buatan (AI), pilihan kerja yang dapat WFA (work from anywhere), serta ketidakpastian ekonomi membuat tantangan untuk mempertahankan karyawan menjadi semakin kompleks.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merekrut karyawan baru bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan hanya setengah dari perjalanan. Pasalnya pengunduran diri besar-besaran kini juga menjadi tren.
Sehingga di momen ini, adaptasi harus cepat dilakukan dari sisi pemberi kerja. Hal ini merupakan kunci untuk menghentikan siklus perputaran karyawan yang tidak terkendali.
Direktur Center for Advanced Human Resource Studies di Cornell University School of Industrial and Labor Relations (ILR), Bradford Bell menyampaikan bahwa menarik bakat terbaik hanyalah bagian dari "puzzle" yang lebih besar. Adapun mempertahankan karyawan terbaik merupakan ujian besar bagi ketahanan sebuah perusahaan.
Bell yang juga profesor bidang Strategic Human Resources di Cornell University School of ILR memberi tips mencegah karyawan mengundurkan diri perusahaan.
1. Membangun Budaya Kerja Berbasis Keterampilan
Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan sumber daya manusia adalah adaptasi cepat terhadap transformasi pekerjaan yang dipicu oleh teknologi.
Keterampilan yang dibutuhkan oleh karyawan pun terus berubah seiring dengan perkembangan bisnis. Oleh karena itu, Bell menyarankan perusahaan untuk membentuk budaya yang berfokus pada pengembangan keterampilan karyawan.
Dengan mengidentifikasi kompetensi karyawan saat ini dan merencanakan pengembangan keterampilan yang sesuai menjadi langkah kunci dalam memastikan karyawan cocok dan produktif di tempat kerja.
2. Memimpin dari Jarak Jauh
Model kerja yang semakin beragam, termasuk kerja jarak jauh dan hibrida, telah mengubah pola kerja suatu perusahaan. Bekerja efektif dari jarak jauh memerlukan komunikasi yang jelas, tujuan yang jelas, serta dukungan teknologi yang memadai.
Para pekerja harus memastikan bahwa seluruh tim memahami misi, tujuan, dan ekspektasi yang ditetapkan, terlebih lagi dalam tim yang berbasis virtual.
Selain itu, pemberdayaan karyawan untuk mengelola pekerjaan mereka sendiri menjadi kunci dalam memastikan produktivitas dan keterlibatan karyawan dalam lingkungan kerja yang berbeda-beda.
Untuk membantu pekerja, Bell mendorong organisasi untuk memfasilitasi penggunaan teknologi secara efektif dengan memastikan semua anggota tim memiliki akses ke alat yang diperlukan.
"Sekarang karyawan dan organisasi telah merasakan fleksibilitas dan manfaat yang ditawarkan, model kerja hibrida akan tetap ada," kata Bell. "Di mana pun karyawan berada, para pemimpin harus memastikan bahwa mereka menggunakan teknologi dan alat dalam situasi yang tepat dan dapat melakukan penyesuaian berdasarkan perubahan tugas dan lingkungan dari waktu ke waktu."
3. Membangun Ruang Diskusi
Menggantikan karyawan yang berpengalaman dapat menjadi komponen biaya yang signifikan bagi sebuah organisasi terutama dalam hal pelatihan dan perekrutan. Turnover yang tinggi juga bisa mengikis semangat kerja dan merusak dinamika tim.
"Saat kami meneliti, kami melihat beberapa faktor utama yang memengaruhi keterlibatan karyawan yakni desain pekerjaan itu sendiri, pembelajaran dan pengembangan karier, serta kepemimpinan," kata Bell.
Ia pun menegaskan penting bagi karyawan untuk melakukan tugas yang bermakna dan bervariasi. dan menganggap pekerjaan mereka penting. Bell mendorong para pemimpin untuk mempertimbangkan bagaimana mereka dapat merancang pekerjaan agar lebih menarik.
Selain itu harus dipastikan karyawan memiliki akses terhadap peluang pengembangan profesional yang memberikan jalur karier yang jelas dalam organisasi mereka.
Bell juga meminta agar para pemimpin untuk memeriksa bagaimana mereka mendengarkan karyawan, secara formal dan informal. Ia merekomendasikan para pemimpin mau menangkap sentimen dan suara karyawan melalui survei dan diskusi tatap muka.
"Hal ini perlu menjadi proses multisaluran dan berkelanjutan di mana organisasi dan pemimpin terus-menerus mendengarkan karyawan, mengidentifikasi permasalahan yang dialami karyawan, mengambil tindakan atas umpan balik, dan mengkomunikasikan kembali perubahan yang mereka buat kepada karyawan," katanya.
"Melalui proses mendengarkan, dapat menciptakan siklus produktif yang meningkatkan keterlibatan karyawan dan meningkatkan retensi dari waktu ke waktu."
(pal/pal)