Sejumlah konten hasil sementara quick count Pilpres 2024 disebut merefleksikan keberadaan silent majority. Apa itu?
Silent majority atau mayoritas yang diam adalah sejumlah besar orang yang tidak menyatakan pendapat dan opininya secara terbuka tentang sesuatu secara publik, seperti dijelaskan dalam laman Cambridge Dictionary.
Sementara, menurut Merriam-Webster, silent majority adalah bagian terbesar dari populasi suatu negara yang terdiri dari orang-orang yang tidak terlibat aktif dalam politik dan tidak mengungkapkan pendapat politiknya di depan umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Honors theses yang ditulis Jordan R. Holman dari University of Mississippi, AS berjudul Silent Majorities: The Brief History of a Curious Term, 1920-1980 menyebut istilah tersebut muncul pada tanggal 24 Juni 1919 di Harrisburg Telegraph yang memuat artikel tentang hak pilih pekerja di Pennsylvania. Harrisburg Telegraph mengutip Eliza D. Armstrong yang mengungkapkan, "I represent the silent majority of women who oppose suffrage for the sex."
Holman juga menemukan penggunaan istilah tersebut sehubungan dengan pemungutan suara Liga Bangsa-Bangsa pada artikel September 1919. Sebuah artikel di News Scimitar berbunyi: "The great mass of American people, the silent, thinking, all-powerful majority, who neither shout for the league of nations, nor against those who neither storm against the reservations, nor make violent protest in favor of their adoption, have but one desire, and that is to have the thing over."
Kemudian istilah tersebut juga muncul pada surat kabar Great Falls Daily Tribune edisi 18 Oktober 1919 mengutip BJ Boorman.
Begini bunyinya: "The great majority of people are not saying anything [in politics]. This great apparently neutral class is not neutral but it has no spokesman, no agitator or agent who will gain by the exploitation of its views. It is the duty, therefore, of civic organizations to serve, among other ways in representing this silent majority of the populace."
Silent Majority di Pemilu
Istilah silent majority populer setelah Presiden AS 1969-1974 Richard Nixon mengimbau agar kaum mayoritas yang diam untuk mendukungnya terkait melanjutkan perang di Vietnam pada 3 November 1969. Dikutip dari laman History, istilah mayoritas yang diam pada saat itu merujuk pada pemilih Konservatif yang tidak berpartisipasi dalam wacana publik di AS.
Para silent majority AS saat itu ditandai dengan tidak berpartisipasi dalam demonstrasi melawan Perang Vietnam, tidak ikut dalam budaya tandingannya, dan tidak terlibat dalam pembahasan wacana publik, dikutip dari Populism Studies.
Istilah silent majority muncul kembali saat Presiden AS 2017-2021 Donald Trump menggunakannya dalam kampanye pemilu pada 2016. Dalam sejumlah pidato, Trump mengakhirinya dengan menyatakan kaum mayoritas yang diam telah kembali untuk mendukungnya, dikutip dari NPR.
Angie Maxwell , direktur Diane Blair Center of Southern Politics and Society dan dosen ilmu politik di Universitas Arkansas menjelaskan, kaum silent majority dalam konteks kampanye Trump adalah sekelompok warga AS yang tidak terlibat dalam gerakan hak-hak sipil, rasis tetapi sopan sehingga tidak ingin membalas kebijakan yang terlalu rasis.
Ia menjelaskan, silent majority atau mayoritas yang diam merupakan orang-orang yang ingin mempertahankan status quo.
Istilah Silent Majority Muncul di Pilpres 2024
Baru-baru ini, Ketua TKD Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil menyinggung adanya silent majority dalam unggahan quick count data masuk 20%. Pada unggahan tersebut, paslon yang didukungnya unggul.
"Pelajaran. Silent majority sudah berbicara. Siapa mereka?" ujar Ridwan Kamil dalam unggahan Instagramnya, Kamis (15/2/2024).
"1. Mereka yang menyimak namun jarang komen, mereka yang jarang ribut-ribut di medsos tiap akun ini posting #politik. 2. Ramai di medsos oleh noisy minority bukan ukuran realita yang sama di lapangan. 3. Bulian/ejekan di medsos tidak pernah kami jawab, cukup kami jawab dengan kerja-kerja terukur di lapangan," terangnya.
(twu/pal)