Waduh, Ilmuwan NASA Temukan Ukuran Bulan Menyusut

ADVERTISEMENT

Waduh, Ilmuwan NASA Temukan Ukuran Bulan Menyusut

Nikita Rosa - detikEdu
Minggu, 28 Jan 2024 20:00 WIB
Ilustrasi Pink Moon atau Bulan Purnama Merah Jambu
Ukuran Bulan Menyusut. (Foto: Antara Foto/Paramayuda)
Jakarta - Bulan secara konstan mengitari Bumi. Namun, ukurannya kemungkinan besar telah berubah seiring waktu. Bagaimana menurut para pakar terkait perubahan Bulan?

Sebuah penelitian yang diterbitkan di Planetary Science Journal pada 25 Januari, menemukan bahwa lingkar Bulan telah menyusut lebih dari 150 kaki.

Tim ilmuwan dari NASA, Smithsonian, Arizona State University, dan The University of Maryland menemukan bukti inti Bulan yang mendingin secara bertahap selama ratusan juta tahun.

Pendinginan ini berlanjut menyebabkan beberapa perubahan permukaan di sekitar Kutub Selatan Bulan. Medan tempat mendarat selama misi berawak Artemis III bahkan telah berubah.

Mirip dengan Buah Anggur

Proses penyusutan bulan ini mirip dengan bagaimana buah anggur berkerut. Bulan juga berkerut dan berkerut seiring menyusutnya.

Namun buah anggur memiliki kulit yang lentur, sedangkan Bulan memiliki permukaan yang rapuh. Kerapuhan menyebabkan terbentuknya patahan di mana bagian-bagian kerak saling mendorong satu sama lain.

Munculnya Gempa

Akibat penyusutan ini, terbentuklah sesar yang disertai dengan aktivitas seismik seperti gempa. Lokasi manapun di dekat zona patahan Bulan ini dapat menimbulkan ancaman bagi eksplorasi manusia di sana, sama seperti mereka yang tinggal di dekat garis patahan di Bumi menghadapi risiko gempa Bumi yang lebih besar.

Dalam studi baru tersebut, tim menghubungkan sekelompok patahan di wilayah kutub selatan Bulan dengan gempa Bulan dahsyat yang tercatat oleh seismometer Apollo lebih dari 50 tahun lalu.

Mereka menggunakan model komputer untuk mensimulasikan stabilitas lereng permukaan dan menemukan daerah yang rentan terhadap tanah longsor.

"Pemodelan kami menunjukkan bahwa gempa Bulan dangkal yang mampu menghasilkan guncangan tanah yang kuat di wilayah kutub selatan mungkin terjadi akibat peristiwa slip pada patahan yang sudah ada atau pembentukan patahan dorong baru," ujar Thomas R. Watters, rekan penulis studi dan ilmuwan senior emeritus di the Museum Dirgantara dan Luar Angkasa, dalam Pop Science, dikutip Minggu (28/1/2024).

Gempa Berjam-jam

Gempa Bulan dangkal hanya terjadi sekitar 100 mil jauhnya di dalam kerak Bulan. Berbeda dengan gempa Bumi yang hanya berlangsung beberapa detik atau menit, Gempa bulan dangkal bisa sepanjang sore.

Untuk saat ini, peneliti akan terus memetakan aktivitas seismik di bulan, berharap dapat menemukan lebih banyak lokasi yang mungkin berbahaya bagi eksplorasi manusia.

Misi Artemis NASA saat ini dijadwalkan untuk meluncurkan penerbangan berawak pertamanya pada September 2025 dengan pendaratan di bulan berawak dijadwalkan pada September 2026.

"Saat kita semakin dekat dengan tanggal peluncuran misi berawak Artemis, penting untuk menjaga astronot, peralatan, dan infrastruktur kita seaman mungkin," kata rekan penulis studi dan ahli geologi Universitas Maryland, Nicholas Schmerr.

"Pekerjaan ini membantu kita bersiap menghadapi apa yang menanti kita di Bulan, baik itu struktur rekayasa yang dapat lebih tahan terhadap aktivitas seismik Bulan atau melindungi manusia dari zona yang sangat berbahaya," pungkasnya.


(nir/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads