Aktivitas Manusia Bikin Udara, Tanah, Air Tawar Jadi Lebih Asin

ADVERTISEMENT

Aktivitas Manusia Bikin Udara, Tanah, Air Tawar Jadi Lebih Asin

Novia Aisyah - detikEdu
Minggu, 28 Jan 2024 12:00 WIB
ilustrasi tanah
Ilustrasi tanah. Foto: iStock
Jakarta -

Penelitian menunjukkan manusia mengganggu siklus alami garam dalam skala global. Kebutuhan akan garam rupanya juga menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Hal ini diungkap dari riset yang diketuai Profesor Geologi Universitas Maryland, Sujay Kaushal.

Diterbitkan dalam jurnal Nature Review Earth & Environment, riset tersebut mengungkap aktivitas manusia membuat udara, tanah, dan air tawar di Bumi menjadi lebih asin dan dapat menimbulkan ancaman nyata jika tren saat ini terus berlanjut.

Banyak Hal yang Ganggu Siklus Garam

Proses geologi dan hidrologi membawa garam ke permukaan bumi dari waktu ke waktu, tetapi aktivitas manusia seperti pertambangan dan pengembangan lahan dengan mempercepat siklus garam alami. Pertanian, konstruksi, pengolahan air dan jalan, serta kegiatan industri lainnya juga dapat meningkatkan salinisasi, yang merugikan keanekaragaman hayati dan membuat air minum menjadi tidak aman dalam kasus-kasus yang ekstrem.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jika kamu menganggap planet ini sebagai organisme hidup, maka ketika mengumpulkan begitu banyak garam, hal itu dapat memengaruhi fungsi organ-organ penting atau ekosistem," kata Kaushal.

"Menghilangkan garam dari air membutuhkan banyak energi dan mahal, serta produk sampingan air garam yang dihasilkan lebih asin daripada air laut dan tidak mudah dibuang," imbuhnya, dikutip dari ScienceDaily.

ADVERTISEMENT

Kaushal dan rekan penulisnya menggambarkan gangguan ini sebagai "siklus garam antropogenik", yang untuk pertama kalinya menunjukkan manusia memengaruhi konsentrasi dan siklus garam dalam skala global yang saling berhubungan.

"Dua puluh tahun yang lalu, yang kami punya hanyalah studi kasus. Kita dapat mengatakan bahwa air permukaan terasa asin di sini, di New York atau di persediaan air minum di Baltimore," kata rekan penulis studi Gene Likens, seorang ahli ekologi di Universitas Connecticut dan Cary Institute.

"Kami sekarang menunjukkan siklus tersebut, dari bagian dalam Bumi hingga atmosfer telah secara signifikan terganggu oleh aktivitas manusia," lanjutnya.

Studi baru ini mengamati berbagai ion garam yang ditemukan di bawah tanah dan di permukaan air. Garam adalah senyawa dengan kation bermuatan positif dan anion bermuatan negatif, dengan beberapa ion yang paling melimpah adalah ion kalsium, magnesium, kalium, dan sulfat.

"Ketika orang memikirkan garam, mereka cenderung memikirkan natrium klorida, tetapi penelitian kami selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa kita telah mengganggu jenis garam lain, termasuk garam yang terkait dengan batu kapur, gipsum, dan kalsium sulfat," jelas Kaushal.

Jika dilepaskan dalam dosis yang lebih tinggi, ion-ion ini dapat menyebabkan masalah lingkungan. Kaushal dan rekan penulisnya menunjukkan bahwa salinisasi yang disebabkan oleh manusia berdampak pada sekitar 2,5 miliar hektar tanah di seluruh dunia, yang luasnya kira-kira sama dengan luas Amerika Serikat. Ion garam juga meningkat di sungai selama 50 tahun terakhir, bertepatan dengan peningkatan penggunaan dan produksi garam secara global.

Garam Jalanan

Garam bahkan telah menyusup ke udara. Di beberapa daerah, danau mengering dan mengeluarkan gumpalan debu garam ke atmosfer. Di daerah yang bersalju, garam jalanan dapat menjadi aerosol, sehingga menghasilkan partikel natrium dan klorida.

Salinisasi juga dikaitkan dengan efek bertingkat. Misalnya, debu garam dapat mempercepat pencairan salju dan membahayakan masyarakat, khususnya di Amerika Serikat bagian barat yang bergantung pada salju untuk pasokan air mereka. Karena strukturnya, ion garam dapat mengikat kontaminan di tanah dan sedimen, membentuk campuran kimia yang bersirkulasi di lingkungan dan menimbulkan efek merugikan.

"Garam memiliki radius ionik yang kecil dan dapat terjepit di antara partikel-partikel tanah dengan sangat mudah," kata Kaushal.

"Faktanya, itulah cara garam jalanan mencegah pembentukan kristal es," ujarnya lagi.

Para penulis tersebut juga menyerukan adanya batas planet untuk penggunaan garam yang aman dan berkelanjutan, dengan cara yang sama seperti tingkat karbon dioksida dikaitkan dengan batas planet untuk membatasi perubahan iklim.




(nah/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads