Debat kedua calon wakil presiden (Cawapres) Minggu (21/1/2024) malam memang masih riuh dibicarakan hingga saat ini. Salah satu yang menjadi sorotan adalah berbagai gestur yang diberikan cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka.
Dari menyampaikan visi diluar podium debat hingga gestur mencari-cari setelah mendengar jawaban Cawapres nomor urut 03 Mahfud Md tentang greenflantion (inflasi hijau). Gestur ini dinilai gimik mencari jawaban Mahfud yang menurut Gibran tidak ditemukan.
Setelahnya, Mahfud Md membalas gimik Gibran untuk tidak menjawab karena menurutnya Wali Kota Solo tersebut memberikan pertanyaan yang ngawur dan 'receh'. Dalam konferensi pers setelah debat selesai, Mahfud Md mengatakan bila perlakuannya hanyalah gimik semata mengikuti apa yang Gibran lakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertanyaan receh itu ya hanya gimik saja, karena dia kan juga gimik tentang sesuatu yang ditanyakan lalu dianggap bukan itu pertanyaannya padahal pertanyaannya memang itu. Itu bagian gimik saja dari debat," ujarnya.
Mengenai hal ini, dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Arga Pribadi Imawan menjelaskan sejak debat pertama, debat Cawapres sudah mengalami transformasi. Terutama dari sifatnya yang kini menurutnya programatik.
"Di debat keempat ini ada transformasi dan sifatnya programatik. Dari sifatnya memaparkan tentang visi misi apa yang digagas masa depan, perlahan bergeser ke arena atau situasi yang cenderung mendebarkan," tutur Arga dalam acara Konferensi Pers: #PraxiSurvey Kaji Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024 di Hotel Sotis Kemang, Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).
Baca juga: Apa Itu Gimik? Begini Penjelasannya |
Makna Khusus Gimik Gibran
Lebih lanjut terkait gimik yang dilakukan Cawapres nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka menurutnya berkaitan dengan suatu mekanisme demokrasi digital. Gimik tersebut memiliki suatu makna atau gestur untuk menarik perhatian secara lebih khusus kepada generasi tertentu, dalam hal ini Gen Z.
"Kalau kita lihat di sosial media sekarang, gestur Gibran sudah menjadi konten-konten meme. Secara khusus, generasi muda diberikan kesadaran ada suatu pemimpin yang bisa memberikan data serius, tapi dalam tanda kutip bisa nyeleweng atau suka bercanda," tambahnya.
Aspek ini menurutnya justru sangat penting dan menjadi sorotan utama dalam debat Cawapres lalu.
Strategi Politik yang Efektif
Berbeda dengan Arga, Content Creator dan Co-Founder Malaka Project, Ferry Irwandi menyayangkan apa yang terjadi dalam Debat Cawapres Kedua. Baginya sesuatu hal yang penting untuk dibahas malah tidak terbahas, melainkan disajikan sebuah gimik.
Namun, ia tidak menyalahkan hal tersebut bila langkah yang dilakukan berkaitan dengan strategi politik. Karena bila dikembalikan pada masyarakat strategi tersebut ternyata efektif.
"Kalau kita bicara soal strategi politik, kita harus sadar juga dengan masyarakat yang seperti itu sekarang. Artinya concern dan awareness yang terbangun adalah, ketika kita melihat debat ini dari sisi strategi ternyata itu efektif," ungkapnya.
Selain itu, baginya pendidikan politik harus dibangun lebih awal kepada seluruh lapisan. Sehingga di Pemilu selanjutnya, masyarakat terutama mahasiswa bisa melihat apakah pola yang sama dilakukan atau tidak.
"Karena ga mungkin di 2029, gak mungkin di 2034 nanti kita masih melihat pola-pola yang sama. Jadi, artinya politik Indonesia harus bisa membicarakan dan menyelesaikan sebuah masalah. Cuman apa yang kita lihat di debat kemarin merupakan cerminan bangsa Indonesia saat ini," tambahnya.
Menurutnya, masyarakat Indonesia memiliki tingkat keterikatan dengan emosional yang tinggi. Sehingga lebih cepat menangkap pernyataan offensive dibandingkan pembahasan tema debat yang tengah berlangsung.
Jadi ketika suatu hal dilakukan dan dinilai relevan dengan keadaan masa kini meski hanya sebuah gimik masyarakat akan bisa memilih apa yang paling sesuai. Gimik dinilai sebagai suatu hal yang ternyata bisa mempengaruhi pilihan.
Debat Penting atau Tidak?
Ferry juga memaparkan bila beberapa lembaga survei menyatakan bila debat tidak berpengaruh pada elektabilitas pasangan calon. Meski begitu, menurutnya debat terbuka seperti yang telah masyarakat tonton tetap penting untuk dilakukan.
Karena tidak menutup kemungkinan bila suara datang dari mereka yang melihat debat. Sehingga strategi yang dipilih memang harus tepat sasaran.
Sayangnya, bagi Ferry strategi gimik secara political campaign tidak memberikan nilai tambahan yang signifikan.
(det/nwk)