Orang tua harus bicara pada bayi memakai nyanyian lagu anak sesegera mungkin. Sebab, bayi belajar bahasa dari informasi ritmis seperti itu ketimbang informasi fonetik seperti saat bicara biasa di bulan-bulan pertama kehidupannya.
Temuan studi tersebut dipublikasi tim peneliti dari University of Cambridge dan Trinity College Dublin Giovanni Di Liberto dan rekan-rekan dalam jurnal Nature Communications. Penelitian mereka didanai Dewan Riset Eropa di bawah program penelitian dan inovasi Horizon 2020 Uni Eropa dan Science Foundation Irlandia.
Kenapa Menyanyi dan Bukan Bicara Pada Bayi < 7 Bulan?
Peneliti menjelaskan, informasi fonetik adalah elemen bunyi terkecil dalam ucapan. Elemen suara kecil ini biasanya diwakili alfabet. Sejumlah ahli bahasa menganggapnya sebagai dasar bahasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bayi diperkirakan mempelajari informasi fonetik dan dan menggabungkannya untuk membuat kata-kata. Namun, peneliti menilai pembelajaran dengan informasi fonetik ini relatif terlambat, karena baru dimulai dengan lambat saat bayi menginjak usia sekitar 7-11 bulan.
Sementara itu, ucapan berirama dalam nyanyian membantu bayi belajar bahasa dengan menekankan batas-batas setiap kata. Cara nyanyian ini rupanya efektif bahkan di 2 bulan pertama kehidupan bayi.
Informasi Ritmis Kunci Belajar Bahasa
Studi di atas merupakan bagian dari dari proyek BabyRythm, yang mencoba menelusuri soal pembelajaran bahasa pada bayi, disleksia, dan gangguan perkembangan bahasa. Menurut pemimpin proyek BabyRythm dan ahli saraf Cambridge Usha Goswami, kunci pembelajaran bahasa adalah informasi ritmis atau penekanan pada suku kata yang berbeda dan naik turunnya nada, seperti yang disediakan lewat nyanyian.
Penelitian serupa dari proyek BabyRhythm mendapati bayi dapat memproses informasi ucapan berirama pada usia 2 bulan. Dengan catatan, perbedaan individu memprediksi hasil bahasa di kemudian hari.
"Kami percaya bahwa informasi ritme bicara adalah perekat tersembunyi yang mendasari pengembangan sistem bahasa yang berfungsi dengan baik," kata Goswami.
Ia mengatakan, bayi dapat menggunakan informasi ritmis seperti kerangka untuk menambahkan informasi fonetik. Misalnya, bayi dapat belajar pola ritme kata-kata bahasa Inggris yang biasanya biasanya kuat-lemah. Contohnya kata "daddy" atau "mummy" yang punya penekanan di suku kata pertama.
Di sisi lain, Goswami menjelaskan, ritme merupakan aspek universal setiap bahasa di seluruh dunia.
"Dalam semua bahasa yang dialami bayi, terdapat struktur ketukan yang kuat dengan suku kata yang kuat dua kali per detik. Kita secara biologis diprogram untuk menekankan hal ini ketika berbicara dengan bayi," tuturnya.
"Mereka dapat menggunakan pola ritme ini untuk menebak di mana satu kata berakhir dan kata lainnya dimulai ketika mendengarkan ucapan alami," sambungnya.
"Orang tua harus berbicara dan bernyanyi kepada bayi mereka sebanyak mungkin atau menggunakan ucapan yang diarahkan pada bayi seperti lagu anak-anak karena hal itu akan membuat perbedaan pada hasil berbahasa," tambahnya.
Pemrosesan yang Terlambat?
Goswami menuturkan, ada upaya panjang peneliti untuk memecahkan soal disleksia dan gangguan perkembangan bahasa anak dalam aspek masalah fonetik. Namun, belum ada bukti yang cukup. Hingga saat ini, ia mempercayai, perbedaan tiap individu anak dalam bahasa ini bermula dari ritme.
Studi Giovanni Di Liberto dan rekan-rekan mendapati informasi fonetik sendiri belum berhasil diproses bayi hingga usia 7 bulan. Informasi fonetik juga masih jarang terkodekan pada usia 11 bulan, ketika bayi mulai mengucapkan kata-kata pertama sendiri seperti 'botol'.
"Dari situ, bunyi ujaran individu ditambahkan dalam pembelajaran dengan sangat lambat, terlalu lambat untuk menjadi dasar bahasa," tutur Goswami.
Untuk menelusuri pengkodean fonetik pada bayi, para peneliti mencatat pola aktivitas listrik otak pada 50 bayi usia 4, 7, dan 11 bulan. Para bayi dicek saat mereka menonton video seorang guru sekolah dasar menyanyikan 18 lagu anak-anak kepada seorang bayi.
Pita gelombang otak berfrekuensi rendah dimasukkan melalui algoritma khusus, menghasilkan 'pembacaan' informasi fonologis yang dikodekan bayi.
Hasil penelitian menunjukkan, pengkodean fonetik pada bayi muncul secara bertahap selama tahun pertama kehidupannya. Pertama yakni bunyi labial, misalnya b untuk "bayi" dan bunyi sengau seperti misalnya m untuk "mumi".
"Ini bukti pertama yang kami miliki soal bagaimana aktivitas otak berhubungan dengan informasi fonetik yang berubah seiring waktu, sebagai respons terhadap bicara yang terus-menerus," kata Liberto, ilmuwan kognitif dan komputer di Trinity College Dublin yang juga penulis pertama studi ini.
Sebelumnya, penelitian mengandalkan perbandingan respons terhadap suku kata yang tidak masuk akal, seperti "bif" dan "bof".
(twu/nah)