Tahukah detikers, fenomena yang memengaruhi ketidakstabilan iklim secara global adalah El Nino atau La Nina yang terjadi di Samudera Pasifik?
El Nino merupakan fenomena peningkatan suhu rata-rata air laut. Sebaliknya, La Nina adalah kondisi ketika suhu rata-rata air laut menurun.
Menurut Grantham Institute, El Nino dan La Nina merupakan dua fase fenomena tahunan iklim alami. El Nino ditandai dengan suhu global yang lebih panas, sementara La Nina cenderung lebih dingin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapan dan mengapa salah satu pola cuaca ini terjadi masih menjadi misteri. Namun, para ahli mengetahui jika El Nino menyebabkan banyak perubahan cuaca di dunia.
Fase El Nino di Samudera Pasifik
Menurut National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA), selama kondisi normal di Samudera Pasifik, angin pasat bertiup ke arah barat di sepanjang garis khatulistiwa dan membawa air hangat dari Amerika Selatan menuju Asia dan menyebabkan proses upwelling.
Ketika fase El Nino terjadi, angin Pasifik melemah sehingga upwelling air dingin di wilayah Timur berkurang dan mendorong gelombang hangat menuju pantai barat Amerika.
Akibatnya, suhu permukaan laut dapat meningkat hingga 4 derajat Celcius di seluruh Pasifik dan terjadi pola sirkulasi atmosfer dalam skala global.
"El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menyebabkan banyak perubahan pola cuaca di seluruh dunia," kata Auroop Ganguly, Direktur Northeastern's Global Resilience Institute, dikutip dari Northeastern Global News.
Bahkan, Grantham Institute menilai bahwa ENSO menyebabkan variasi iklim bumi yang paling dramatis dari tahun ke tahun.
Ganguly menambahkan bahwa hal ini terjadi karena efek "jungkat-jungkit" dimana fenomena tersebut menyebabkan badai intens di pantai barat Amerika, sekaligus menyebabkan kekeringan di Afrika dan Asia Selatan.
Namun, mekanisme "jungkat-jungkit" yang telah lama diketahui menjadi penyebab di balik proses El Nino ini ditentang oleh penelitian yang terbit di The Innovation Geoscience.
"Meskipun hipotesis jungkat-jungkit bipolar didukung dengan baik di sektor Atlantik, relevansinya terhadap perubahan iklim skala milenial di seluruh dunia masih belum pasti," catat para peneliti dalam IFL Science, dikutip Kamis (14/12/2023).
Sejarah Perubahan Suhu Laut yang Berdampak pada Iklim
Mereka berhipotesis bahwa penyebab perubahan iklim dalam skala milenium merupakan akibat dari Atlantic Meridional Overturning Circulation atau AMOC.
Dijelaskan dalam situs Met Office, para ahli kelautan telah mengukur AMOC secara terus-menerus sejak tahun 2004 untuk melihat bukti tidak langsung yang menyebabkan perubahan iklim di masa lalu.
AMOC merupakan sistem arus laut besar yang membawa air hangat dari daerah tropis ke Atlantik Utara dan mengatur perubahan iklim di belahan bumi selatan.
"Konsep ini mendalilkan bahwa keruntuhan AMOC akan menghalangi aliran panas ke utara, sehingga panas terakumulasi di belahan bumi selatan. Saat AMOC stabil, aliran ke utara akan berlanjut, menyebabkan pendinginan di Selatan," jelas para peneliti.
Akan tetapi, hipotesis tersebut tidak bisa teruji kebenarannya karena hingga saat ini kita tidak bisa memperkirakan catatan iklim di Pasifik yang sama dengan di Atlantik.
Melalui artikel yang terbit di Jurnal Nature, pada 18 Januari 2023, para peneliti menemukan catatan sejarah atas lapisan es di Greenland berupa endapan gua yang dikenal sebagai speleothem.
"Kami melaporkan catatan proksi speleothem lintang tinggi yang dibuat secara independen dari Alaska memberikan wawasan berharga mengenai iklim Pasifik Utara," ujar para peneliti, dikutip dari IFL Science.
Temuan tersebut justru mengungkapkan bahwa catatan speleothem tidak sinkron dengan catatan inti es Greenland tetapi selaras dengan catatan iklim tropis Pasifik.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar atas apa yang menjadi penyebab siklus El Nino selama ribuan tahun.
Dampak dari Perubahan Radiasi Matahari
Tim penelitian dari Austria pun mengenalkan konsep baru yang menggantikan mekanisme konvensional "jungkat-jungkit" iklim, yaitu "The Walker Switch".
Paul Wilcox, ahli geologi di Universitas Innsbruck bersama rekan-rekannya, memperkenalkan konsep "Walker Switch" sebagai dua fenomena yang disebabkan oleh mekanisme perubahan radiasi Matahari.
Melansir laman resmi Universitas Innsbruck, perubahan radiasi matahari ini ternyata memicu penyesuaian cepat pada suhu permukaan laut di Pasifik khatulistiwa, yang kemudian memengaruhi pola iklim di wilayah lintang tinggi di utara.
"Konsep 'Walker Switch' membantu kita menjelaskan lebih baik interaksi kompleks antara faktor-faktor yang membentuk dinamika iklim di Pasifik khatulistiwa dan garis lintang utara," kata Wilcox.
Sebelumnya, pada tahun 2021, penelitian dari Universitas Maryland mengungkap pola ENSO yang berkaitan dengan siklus magnetik Matahari.
Meskipun mekanisme pastinya masih belum jelas, bukti-bukti yang ada tampak menunjukkan peralihan El Nino dan La Nina yang cenderung sejalan dengan peristiwa Tahun Baru Matahari.
Tim Wilcox juga menganalisis speleothem di tenggara Alaska danmenyimpulkan pengaruh radiasi Matahari terhadap iklim lokal. Dalam hal ini, ENSO secara signifikan dipengaruhi oleh radiasi Matahari selama kurang lebih 3.500 tahun terakhir.
Namun kini, para ahli menilai ENSO didominasi oleh pemaksaan antropogenik seperti perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Hal ini membuktikan bahwa kondisi ENSO perlu dimasukkan ke dalam proyeksi iklim masa depan.
(faz/faz)