Kedatangan pengungsi Rohingya menjadi topik hangat beberapa waktu itu. Hal itu lantaran gelombang pengungsi Rohingya yang meningkat.
Sejak 2015, Indonesia menyatakan sikap menerima pengungsi dari etnis Rohingya seperti dilansir dari detikNews. Bertahun-tahun sejak pernyataan itu, gelombang pengungsi Rohingya berdatangan ke Nanggroe Aceh Darussalam. Bahkan pada kurun waktu 14-21 November 2023, ada 1.084 pengungsi Rohingya yang berdatangan.
Menurut Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) Dr Baiq LS W Wardhani, awal mula kedatangan para etnis Rohingya di Bhurma, Myanmar, merupakan bawaan para tentara Inggris yang saat itu sedang menjajah tanah Myanmar. Etnis Rohingya datang untuk membantu Inggris ketika menjajah yang akhirnya membuat rakyat Myanmar tidak bersimpati terhadap etnis Rohingya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dr Baiq menyebut tujuan pemberontakan etnis Rohingya kepada pemerintah Myanmar untuk mendirikan suatu negara di tanah Arakan, Myanmar. Hal tersebut memicu kekhawatiran pemerintah Myanmar.
"Orang-orang Rohingya ini, harusnya mereka sebagai pendatang respect kepada orang Bhurma asli. Sebagian dari mereka itu berontak ke pemerintah Myanmar" kata Dr Baiq dalam laman Unair, Selasa (19/12/2023).
Solusi Diungsikannya di Salah Satu Pulau di Indonesia
Menanggapi gelombang pengungsi yang berdatangan, Wakil Presiden Indonesia, Maaruf Amin, mengusulkan para pengungsi sementara waktu diungsikan ke salah satu pulau di Sumatera, yakni pulau Galang. Dr Baiq merasa bahwa itu dapat dijadikan sebagai solusi yang membantu.
"Memang, saya kira itu solusi yang membantu. Cuma, apakah itu keputusan yang tepat? Saya kira perlu dikaji ulang. Kenapa kok dipilih pulau di Kepulauan Riau? Kenapa kok nggak di tempat lain? Apa alasannya?" ujarnya.
Ia menyoroti bagaimana banyak informasi beredar mengenai para pengungsi yang melanggar norma sosial di Aceh. Kejadian tersebut turut membuat resah masyarakat setempat. Menurut Dr Baiq, memberikan satu tempat kepada para pengungsi dapat mengurangi risiko adanya konflik dengan warga lokal.
"Kalau mereka tidak ditampung ke tempat lain, itu akan sulit untuk kita. Mereka bisa macam-macam, bisa menimbulkan chaos dan menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan masyarakat lokal," ujar Dr Baiq.
(nir/nwk)