Gunung Marapi di Sumatera Barat, tiba-tiba mengalami erupsi pada Minggu (3/12/2023) pukul 14.53 WIB. Gunung di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar itu mengeluarkan abu vulkanik yang membumbung tinggi dengan intensitas yang tebal.
Erupsi yang tiba-tiba ini menjebak puluhan pendaki. Bahkan sebanyak 23 orang dilaporkan meninggal dunia.
Kejadian erupsi ini pun viral lantaran erupsi ini tak disertai dengan tanda atau gejala apapun sebelumnya. Gempa vulkanis yang umumnya terjadi sebelum erupsi juga tidak ditemukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, mengapa hal ini dapat terjadi?
Alasan Erupsi Gunung Marapi Tanpa Genjala
Ahli Vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Mirzam Abdurrachman, menduga erupsi ini disebabkan adanya akumulasi gas pada dapur magma yang telah terjadi bertahun-tahun sebelumnya.
"Adanya gangguan keseimbangan dari dapur magma. Sebenarnya selama hal tersebut tidak terganggu, maka tidak akan terjadi erupsi," tuturnya dalam laman ITB, Kamis (14/12/2023).
Ketidakseimbangan dari dapur magma ini, menurutnya dapat dipengaruhi oleh proses yang terjadi di bawah dapur magma. Dalam hal ini adalah proses pembentukan magma yang baru.
Ketika magma baru muncul, maka bisa menginjeksi ke dalam dapur magma. Ketika dapur magma berada dalam kondisi yang dinilai sudah berlebih, hal inilah yang pada akhirnya dapat menyebabkan erupsi.
"Ini sifatnya sebenarnya siklus, ada periodenya. Perlu waktu yang hampir sama. Siklus itu sebenarnya dapat diprediksi, termasuk yang terjadi di dalam chamber (dapur magma) ketika magmanya mulai mendingin. Di situlah terpisah kristal, terpisah dari larutannya, dan terpisah pula gasnya. Jadi sekarang ada tiga komponen, yakni fase cairan, fase padat, dan gas. Ketika gasnya sudah menggembung sedemikian rupa dan tak dapat menahan lagi, maka erupsi bisa terjadi," jelasnya.
Periode Letusan Gunung Marapi
Terkait periode letusan tersebut, Mirzam mengatakan bahwa Gunung Marapi memiliki periode letusan mulai dari 1-17 tahun. Jika sudah 17 tahun Gunung Marapi tidak mengalami erupsi, maka letusan selanjutnya berpotensi menjadi lebih besar.
Gunung Marapi pertama kali tercatat mengeluarkan aktivitas vulkanik pada 1807. Adapun letusan eksplosif yang besar terakhir tercatat pada tahun 1991, seperti dilansir dari laman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
"Marapi ini menarik, pada 1928 pernah memiliki sumbat lava lalu menghilang. Kemudian terakhir mempunyai sumbat lava pada 1991 atau 1992. Dari situ nggak pernah keluar lava. Jadi harusnya sudah diisi selama 17 tahun, ini per 2023 sudah lebih dari 6 tahun, artinya dia tidak keluar atau sudah lebih dari periode seharusnya," ucapnya.
Erupsi yang terjadi pada Gunung Marapi ini dikenal juga dengan letusan freatik. Pada erupsi freaktik, gunung memuntahkan material debu vulkanik tanpa melelehkan cairan magma. Erupsi freaktik ini dapat terjadi tanpa memunculkan gejala sebelumnya.
(nir/nwk)