Perguruan tinggi telah menjadi garda terdepan dalam meninjau perusahaan yang keberlanjutan. Melalui studi dan laporan yang berkualitas, perguruan tinggi bisa menyoroti perusahaan besar yang belum melaporkan keberlanjutan dan perubahan lingkungan.
Salah satu yang kini unggul dalam hal laporan dan studi keberlanjutan adalah National University of Singapore (NUS). Melalui NUS Business School, Singapore Exchange Regulation (SGX RegCo) dan Centre for Governance and Sustainability (CGS) memiliki penyelenggaraan Sustainability Report Review.
Padal laporan keberlanjutan 2023 ini, mereka membahas terkait iklim dan perencanaan transisi. Tujuannya adalah agar perusahaan dan investor memahami lanskap terbaru pelaporan keberlanjutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Temuan-temuan dalam tinjauan laporan keberlanjutan tahun 2023 merupakan sebuah bukti nyata. Meskipun perusahaan pada umumnya kompeten dalam pelaporan keberlanjutan, kualitas pengungkapan iklim tidak merata. Kami berharap laporan ini akan membantu perusahaan-perusahaan untuk menutup kesenjangan antara kondisi mereka saat ini dan apa yang diharapkan dari kredensial ramah lingkungan mereka," kata CEO SGX RegCo Tan Boon Gin.
Dalam hal ini, studi melaporkan perkembangan emiten yakni badan atau perusahaan yang menerbitkan saham untuk diperjualbelikan.
Studi NUS: 73% Perusahaan Mengungkapkan tentang Perubahan Iklim
Studi dua tahunan yang dilakukan oleh SGX ReCo dan Pusat Tata Kelola dan Keberlanjutan di NUS Business School (CGS) menemukan bahwa emiten-emiten (perusahaan) yang terdaftar telah mengalami peningkatan dalam hal pelaporan keberlanjutan sejak studi pertama dilakukan pada tahun 2019.
Diketahui, rata-rata skor tahun 2023 telah mencapai 75 poin. Hal ini menunjukkan perkembangan dibandingkan 72 poin pada tahun 2021 dan 61 poin pada tahun 2019.
"Dari 535 emiten atau perusahaan terdaftar di SGX, yang menerbitkan laporan keberlanjutannya, hanya 393 atau sekitar 73%," tulis laporan studi yang dipaparkan di gedung NUS Business School, Kamis (23/11/2023).
Direktur Pusat Tata Kelola dan Keberlanjutan di NUS Business School, Profesor Lawrence Loh, mengatakan selama bertahun-tahun, NUS telah menyaksikan tren positif dalam pelaporan keberlanjutan di antara emiten-emiten yang terdaftar di SGX.
Menurutnya, hal ini mencerminkan semakin besarnya komitmen mereka terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Namun, penerapan pengungkapan terkait perubahan iklim telah memberikan pencerahan pada bidang-bidang yang memerlukan pengembangan signifikan, khususnya di antara emiten-emiten kecil.
"Ketika lanskap global terus menekankan keberlanjutan, kami berharap temuan kami akan menginspirasi perusahaan untuk mengevaluasi kembali dan meningkatkan praktik yang sudah mereka lakukan. Dengan mengambil langkah-langkah proaktif, kami yakin kami dapat mengambil satu langkah lebih dekat untuk memenuhi komitmen pemerintah dalam mencapai emisi nol bersih," terangnya.
Berdasarkan data, emiten besar yang kapitalisasi pasarnya minimal S$1 miliar, lebih mampu memenuhi persyaratan pelaporan iklim SGX yang baru berdasarkan rekomendasi Satuan Tugas Pengungkapan Keuangan Terkait Perubahan Iklim (TCFD).
Adapun laporan keberlanjutan untuk tahun keuangan 2022, telah tersedia pada tanggal 31 Juli 2023 ditinjau dalam latihan ini. Tinjauan November 2023 ini merupakan edisi ketiga yang pertama mempertimbangkan pengungkapan terkait perubahan iklim dan baru pertama kali dilaporkan oleh banyak emiten.
Studi Menyoroti Perusahaan-perusahaan Besar hingga Kecil
Untuk menyoroti praktik keberlanjutan terbaik, khususnya dalam pelaporan perubahan iklim, tinjauan studi tahun ini berisi studi kasus singkat yang menampilkan berbagai emiten, mulai dari emiten besar hingga entitas kecil.
Laporan ini juga mencakup tips untuk membantu investor menganalisis laporan keberlanjutan serta daftar pertanyaan umum mengenai greenwashing, yang semakin banyak diteliti oleh para pemangku kepentingan. Studi juga mengkaji rencana transisi iklim yang dilakukan emiten untuk pertama kalinya.
Sementara temuan lain dari penilaian pelaporan iklim tahun ini meliputi:
- Metrik dan target merupakan titik terang
- 86% emiten (perusahaan) mengungkapkan setidaknya satu dari emisi gas rumah kaca (GRK) dalam cakupan 1, 2, atau 3 mereka.
Selain itu, ada juga hal-hal yang memerlukan rincian lebih lanjut mencakup yang mencakup:
- Risiko dan peluang terkait perubahan iklim
- Keterlibatan dewan dan manajemen dalam mengawasi dan mengelola risiko dan peluang terkait perubahan iklim
- Analisis skenario yang memberikan wawasan mengenai ketahanan strategi perubahan iklim
Diketahui, sebanyak 65 emiten mengungkapkan rencana transisi iklim, namun hanya 34 emiten yang memiliki target kuantitatif dan berbasis waktu.
Mengapa Laporan Tinjauan Keberlanjutan Diperlukan?
Kini, sustainability review seperti yang dilakukan oleh NUS Business School menjadi langkah penting dalam mendukung iklim industri yang berkelanjutan di masa depan. Sebab, dengan meningkatnya harapan terhadap keberlanjutan, perusahaan atau bisnis bisa fokus terhadap pelaporan keberlanjutan berkualitas.
Terlebih, sustainability review seperti yang dilakukan oleh NUS Business School telah berakar secara konsisten, sebanding dan terpercaya, serta memiliki informasi keberlanjutan. Selain itu, laporan keberlanjutan juga dapat membangun kepercayaan melalui transparansi dan pengelolaan risiko dan peluang. Hal ini juga bisa sekaligus meningkatkan nilai dan ketahanan sebuah perusahaan.
Namun, pakar menilai bahwa elemen-elemen penting harus ada untuk mencapai hal ini. Termasuk selaras secara global dalam standar pelaporan keberlanjutan, dan pengungkapan yang terjamin secara independen.
(nwk/nwk)