Konsep anomie biasanya terkait dengan perubahan sosial dan ekonomi yang cepat.
Dimana norma-norma sosial tradisional atau nilai masyarakat sebelumnya tidak lagi cocok sehingga tidak mampu memberikan arahan yang cukup dalam menghadapi perubahan tersebut.
Konsep ini diperkenalkan oleh Emile Durkheim yaitu seorang sosiolog Prancis pada akhir abad ke-19 dan dikenal sebagai Bapak Sosiologi Modern.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emile Durkheim mendefinisikan anomie sebagai keterasingan dari lingkungan masyarakat yang dialami oleh individu. Anomie adalah istilah sosiologi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi kacau tanpa peraturan.
Untuk mengetahui anomie lebih lanjut, simak penjelasan berikut ini.
Pengertian Anomie
Secara harfiah, kata anomie yang tersusun dari kata "a" yang berarti tidak dan "nomos" atau norma yang berarti aturan. Berdasarkan etimologinya, anomie adalah suatu kondisi tanpa norma.
Pengertian anomie adalah suatu penggambaran kondisi dimana masyarakat tidak banyak memberikan petunjuk moral kepada individu atau komunitasnya.
Anomie merujuk pada keadaan ketidakpastian atau kekacauan dalam suatu masyarakat yang terjadi ketika norma-norma sosial tidak lagi memberikan arahan atau panduan yang jelas bagi individu-individu dalam masyarakat tersebut.
Dikutip dari buku Geografi dan Sosiologi SMP Kelas IX karya Drs Sugiharyanto, MSi, anomie adalah suatu keadaan dimana tidak ada pegangan terhadap apa yang baik dan apa yang buruk bagi masyarakat.
Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian yang dipopulerkan Emile Durkheim sebagai suatu keadaan tanpa ada pengaturan kegiatan manusia secara normal.
Menurut Gustiana A. Kambo dalam buku Sosiologi Politik, teori anomie merupakan dasar dari pengembangan teori penyimpangan sosial Emile Durkheim.
Teori anomie berasumsi bahwa penyimpangan adalah akibat dari berbagai ketegangan dalam struktur sosial sehingga individu-individu mengalami tekanan dan menjadi suatu penyimpangan sosial.
Pada kondisi anomie, situasi ditunjukkan dengan adanya ketidakseimbangan antara aspirasi dan alat. Berdasarkan pengertian teori anomie, maka hal ini terjadi sebagai akibat dari adanya ketegangan untuk meraih kedudukan yang diharapkan.
Ketegangan yang terjadi sebagai perubahan sosial budaya ini menyebabkan pemudaran norma dan nilai sosial masyarakat. Sedangkan, di sisi lain masyarakat belum menemukan norma dan nilai baru sebagai penggantinya.
Konsep anomie kemudian diangkat ke dalam suatu pengertian yang lebih luas beberapa dasawarsa kemudian oleh Robert K. Merton. Agak berbeda dengan Durkheim yang lebih menelaah gejala anomie dalam hubungan antara individu dan struktur sosial, Merton lebih melihat kaitan anomie dengan struktur sosial dan struktur budaya.
Merton menyatakan lingkungan hidup setiap individu mencakup struktur sosial dan struktur budaya. Anomie timbul karena rusaknya sistem nilai budaya. Ini terutama terjadi ketika seorang individu dengan kapasitas yang ditentukan struktur sosial tiba-tiba kehilangan kemampuan menyelaraskan tindakannya dengan norma-norma dan tujuan budaya.
Dengan kata lain, menurut Robert K Merton anomie terjadi bila struktur budaya tidak lagi berjalan selaras dengan dan didukung oleh struktur sosial yang berlaku.
Kondisi Anomie
Situasi anomie akan menimbulkan berbagai distorsi masyarakat. Masyarakat yang mengalami anomie mungkin mengalami tingkat kejahatan yang lebih tinggi, ketidakstabilan sosial, hingga masalah-masalah karena kurangnya panduan normatif yang efektif.
Dalam beberapa dekade, kondisi objektif kultural di Indonesia dilanda krisis dimensional yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga kesehatan. Contohnya seperti bunuh diri, sikap apatis pada politik, dan lain sebagainya.
Tidak hanya di Indonesia, munculnya keadaan anomie telah terjadi di wilayah lain sebagai akibat dari ketegangan dalam struktur sosial.
Mengutip buku Pengantar Ringkas Sosiologi karya Elly M. Setiadi, pandangan tersebut dikemukakan oleh Robert Meton dalam ilustrasi kondisi berikut ini:
Masyarakat industri modern di Amerika Serikat yang lebih mementingkan pencapaian kesuksesan materi. Hal ini diwujudkan dalam bentuk kemakmuran dan kualitas pendidikan yang tinggi.
Apabila hal tersebut tercapai maka mereka dianggap sebagai orang yang telah mencapai tujuan status kultural (cultural goals) yang dicita-citakan masyarakat. Namun, untuk mencapai hal itu perlu akses atau cara kelembagaan yang sah seperti sekolah, pekerjaan formal, hingga kedudukan politik.
Nyatanya, akses kelembagaan yang sah jumlahnya tidak dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Terutama lapisan masyarakat bawah dan kelompok masyarakat marginal.
Akibatnya keterbatasan akses tersebut maka muncul situasi atau kondisi anomie. Kondisi dimana tidak ada titik temu antara tujuan-tujuan kultural dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan demikian, anomie adalah keadaan dimana kondisi sosial masyarakat lebih menekankan pentingnya tujuan-tujuan status tetapi cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan tersebut terbatas. Hal ini lah yang mengakibatkan situasi norma dan nilai masyarakat yang melemah.
Contoh Anomie
Salah satu contoh yang dapat dijadikan ilustrasi dalam teori anomie adalah pernikahan usia muda, di mana terjadi benturan antara norma hukum perundang-undangan dan serangkaian pelanggaran terkait pernikahan pada usia yang masih dini. Fenomena ini sering dianggap sebagai bagian dari unsur budaya yang dianggap biasa oleh sebagian pihak.
Sebagai contoh konkret, situasi di mana seorang wanita yang masih berada dalam lingkup pendidikan formal mengalami kehamilan akibat hubungan seksual dengan pasangannya. Meskipun keduanya berada di bawah umur dan melanggar aturan hukum, pada kenyataannya, untuk menghindari potensi aib keluarga, tindakan menikahkan mereka seringkali dianggap sebagai solusi.
Contoh lain yang mencerminkan teori anomie adalah pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Saat seseorang memutuskan untuk melanggar lampu merah dengan alasan takut terlambat, atau melanggar aturan dengan mengendarai melawan arah.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana adanya ketidaksesuaian antara norma hukum dan perilaku masyarakat dalam konteks tertentu.
(pal/pal)