Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Belanda tidak langsung mengakui kedaulatan Indonesia. Kedatangan Belanda pasca kemerdekaan Indonesia pun dihadapi dengan berbagai cara, mulai dari pertempuran hingga perundingan.
Perundingan menjadi upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan de facto. Salah satu perundingan yang dilakukan antara Indonesia dan Belanda adalah perundingan Linggarjati.
Meskipun pada akhirnya Belanda mengakui Indonesia secara de facto, tetapi wilayah kedaulatan Indonesia yang diakui hanya meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Hal ini tentu menimbulkan penolakan karena dianggap menguntungkan Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti apa lengkapnya pengakuan wilayah tersebut? Simak sejarahnya berikut ini.
Sejarah Perundingan Linggarjati
Mengutip dari buku biografi Mohamad Roem: Karier Politik dan Perjuangannya karangan Iin Nur Insaniwati, diketahui bahwa Perundingan Linggarjati dilaksanakan sebagai tindak lanjut perundingan di Hooge Veluwe, Belanda yang mengalami kegagalan karena tidak menghasilkan apapun.
Perundingan yang dilaksanakan pada masa Kabinet Sjahrir III ini dimulai sejak ditandatanganinya gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia pada 14 Oktober 1946.
Kemudian, pada awal November 1946, diadakan perundingan di kota kecil Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat. Perundingan yang berlangsung selama 13-15 November 1946, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan delegasi Belanda dipimpin Prof Willem Schermerhorn.
Dalam perundingan tersebut, terdapat persetujuan yang dianggap kurang tepat. Sebab, penyerahan kekuasaan wilayah yang diduduki Belanda dan sekutu dirumuskan dengan pengertian de jure, padahal yang dimaksud hanya kekuasaan de facto.
Hal ini menimbulkan perdebatan yang cukup keras, sehingga sidang terpaksa diskors untuk mendinginkan suasana. Akhirnya perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 dalam upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.
Wilayah Indonesia Berdasarkan Hasil Perundingan
Hasil perundingan Linggarjati yang menyetujui wilayah Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura menimbulkan pro-kontra di masyarakat Indonesia. Dikutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3 karya Ratna Sukmayani dkk., hasil perundingan tersebut memiliki sisi positif dan negatif.
Segi positif perundingan menghasilkan pengakuan secara de facto atas Republik Indonesia yang terdiri atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Sedangkan segi negatif yang dirasakan adalah cakupan wilayah yang tidak seluas pada masa Hindia Belanda.
Perundingan Linggarjati berdampak demikian karena hasilnya berbunyi sebagai berikut:
1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus meninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Negara RIS terdiri dari RI, Kalimantan, dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
3. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Dengan demikian, wilayah yang diakui belanda berdasarkan hasil perundingan Linggarjati adalah Sumatera, Jawa, dan Madura. Pokok-pokok isi perundingan tersebut kemudian dilanjutkan di perundingan-perundingan berikutnya untuk mencapai kesepakatan permanen.
(pal/pal)