Kisah Ledakan Radio Cepat 20220610A, Butuh 8 Miliar Tahun untuk Mencapai Bumi

ADVERTISEMENT

Kisah Ledakan Radio Cepat 20220610A, Butuh 8 Miliar Tahun untuk Mencapai Bumi

Baladan Hadza - detikEdu
Selasa, 24 Okt 2023 21:00 WIB
Pemandangan Spektakuler Alam Semesta
Foto: AP
Jakarta -

Belum lama ini ilmuwan telah mendeteksi kilatan kosmik misterius yang melintasi alam semesta. Para ilmuwan menyebutnya sebagai ledakan radio cepat atau FRB.

Para ilmuwan mengatakan, ledakan radio yang cepat itu memakan waktu hingga 8 miliar tahun untuk mencapai Bumi. Ledakan radio ini adalah salah satu peristiwa paling energik dan jauh yang pernah diamati oleh ilmuwan.

"Kami tidak tahu apakah ledakan radio cepat pernah terjadi pada masa lalu," kata Stuart Ryder, astronom di Macquarie University di Sydney, Australia yang dikutip dari laman jurnal Science.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa itu Ledakan Radio Cepat?

Semburan Radio Cepat atau dikenal dengan sebutan FRB adalah ledakan gelombang radio yang intens dan hanya berlangsung dalam hitungan beberapa milidetik dengan asal usulnya yang masih menjadi teka-teki.

"Gelombang radio dengan frekuensi berbeda mencapai teleskop di Bumi pada waktu yang sedikit berbeda, memungkinkan para ilmuwan menyimpulkan keberadaan material yang terlalu panas dan menyebar untuk dideteksi secara langsung oleh teleskop jenis lain," ucap Ryder.

ADVERTISEMENT

Melansir laman CNN World, FRB pertama kali terdeteksi pada tahun 2007, dan sejak itulah ratusan kilatan kosmik cepat telah terdeteksi datang dari sudut terjauh alam semesta.

FRB sendiri menjadi fenomena yang membingungkan bagi para ilmuwan karena sifatnya yang tidak konsisten dan asal-usulnya yang bagaikan teka-teki. Berkat ledakan yang terjadi baru-baru ini, fenomena ini telah menjadi sorotan utama.

Meskipun hanya berlangsung kurang dari satu milidetik, ledakan ini menghasilkan energi setara dengan matahari kita selama 30 tahun.

Bagaimana Penemuan Ledakan Radio Cepat?

Pada bulan Juni 2022, Ryder dan rekan-rekannya mendeteksi ledakan radio cepat yang tidak biasa. Ledakan ini pun dianggap sebagai sinyal dari radio cepat yang kemudian diberi nama FRB 20220610A.

Dalam mengamati fenomena ini, para ilmuwan memerlukan peralatan khusus, terutama teleskop radio. Salah satu instrumen yang sangat penting dalam mengungkap misteri FRB adalah rangkaian teleskop Australian Square Kilometer Array Pathfinder (ASKAP) di Negara Wajarri Yamaji, Australia Barat.

Selain itu, para peneliti juga menggunakan Very Large Telescope milik European Southern Observatory di Chile dan WM Keck Observatory di Hawaii untuk menentukan galaksi tempat asal ledakan radio cepat.

"Dengan menggunakan rangkaian antena (radio) ASKAP, kami dapat menentukan dengan tepat dari mana ledakan itu berasal," jelas Ryder.

"Kemudian kami menggunakan (Very Large Telescope milik European Southern Observatory) di Chili untuk mencari galaksi sumber, dan menemukan bahwa galaksi tersebut lebih tua dan (lebih jauh) jauhnya dibandingkan sumber FRB lain yang ditemukan hingga saat ini dan kemungkinan berada dalam kelompok kecil galaksi yang bergabung," tambahnya.

Tim peneliti bahkan berhasil melacak ledakan ini hingga sekelompok dua atau tiga galaksi yang sedang dalam proses penggabungan, interaksi, dan pembentukan bintang-bintang baru.

Temuan ini mendukung teori bahwa FRB mungkin berasal dari magnetar, objek berenergi tinggi yang terbentuk akibat ledakan bintang.

Kemudian, sinyal dari ledakannya pun menyebar dengan sangat luas. Hal ini menunjukkan bahwa FRB 20220610A mengalami perjalanan yang sulit selama delapan miliar tahun.

Sinyal yang tersebar pada jarak yang sangat jauh dari galaksinya, juga mendukung penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin jauh jaraknya, semakin besar penyebaran sinyal saat mencapai Bumi.

FRB 20220610A sebagai Alat "Menimbang" Alam Semesta

Selain mengungkap misteri asal-usulnya, FRB juga membuka pintu untuk memahami lebih dalam alam semesta.

Para ilmuwan percaya bahwa FRB dapat digunakan untuk mengukur materi antar galaksi yang masih belum ditemukan. Ilmuwan telah lama merasa bahwa sebagian besar materi di alam semesta, yang disebut materi gelap, masih belum terungkap.

"Jika kita menghitung jumlah materi normal di alam semesta - atom penyusun kita semua - kita menemukan bahwa lebih dari separuh materi yang seharusnya ada saat ini telah hilang," papar rekan penulis studi Ryan Shannon, seorang profesor di Universitas Swinburne.

"Kami mengira materi yang hilang tersebut bersembunyi di ruang antar galaksi, namun materi tersebut mungkin sangat panas dan tersebar sehingga mustahil untuk dilihat menggunakan teknik normal," imbuhnya.

Adapun hasil dari penelitian ini menjadi langkah awal dalam memahami FRB dan memecahkan misteri seputar asal-usul serta sifatnya.

Saat ini, sedang dibangun teleskop radio baru di Afrika Selatan dan Australia yang diharapkan akan memungkinkan deteksi ribuan FRB lebih cepat pada jarak yang lebih jauh.

"Fakta bahwa FRB sangat umum juga merupakan hal yang menakjubkan. Ini menunjukkan betapa menjanjikannya bidang ini, karena Anda tidak hanya akan melakukan ini untuk 30 ledakan. Anda dapat melakukan ini untuk 30.000 ledakan, membuat peta baru dari struktur alam semesta, dan menggunakannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan besar tentang kosmologi," tutup Shannon.




(faz/faz)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads