3 Contoh Cerpen Sumpah Pemuda, Penuh Makna dan Menginspirasi

ADVERTISEMENT

3 Contoh Cerpen Sumpah Pemuda, Penuh Makna dan Menginspirasi

Saniyyah - detikEdu
Selasa, 24 Okt 2023 17:15 WIB
Ilustrasi Sumpah Pemuda.
Ilustrasi Sumpah Pemuda. Foto: Getty Images/Agus Supriyatna
Jakarta -

Sumpah pemuda merupakan janji yang diucapkan saat Kongres Pemuda II pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta. Peristiwa ini menjadi tonggak awal bersatunya para pemuda Indonesia dari berbagai daerah dalam berjuang meraih kemerdekaan.

Sejak saat itu, Sumpah Pemuda menjadi momen historial yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober. Untuk memaknai hari besar tersebut, tak jarang generasi muda memperingatinya dengan membuat cerpen Sumpah Pemuda.

Cerpen Sumpah Pemuda

Cerita pendek (cerpen) menjadi salah satu cara memaknai betapa penting dan bersejarahnya Sumpah Pemuda. Berikut 3 cerpen Sumpah Pemuda yang bisa menjadi referensi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerpen Sumpah Pemuda 1

Cerpen ini dikutip dari situs SMA Santo Antonius Jakarta.

Satu Bahasa yang Mempersatukan Keberagaman
Karya: Yasinta Desty Natalia

ADVERTISEMENT

Ketika mentari menampakkan dirinya dengan malu-malu di ufuk timur, aku pun segera terbangun dari tidur malamku yang nyenyak. Setelah itu, aku pun lekas makan dan mandi sebelum jam keberangkatan keretaku tiba.

Segala perlengkapan yang telah kupersiapkan tadi malam pun sudah tersusun rapi di dalam mobil yang akan mengantarku ke stasiun.

"Hati-hati di jalan ya Nak, dan jaga dirimu selama di Magelang!" ucap mamaku memberi nasihat. Papaku pun turut memberi nasihat, "Ingat selalu berdoa, dan hanya 3 hari di sana ya Nak!"

"Siap Mama dan Papaku," jawabku sambil mencium punggung tangan Mama dan Papaku bergantian. Aku pun melambaikan tanganku kepada Mama Papa sewaktu kereta akan berangkat meninggalkan stasiun Senen.

Sepanjang perjalanan, aku melihat segala pemandangan dari jendela kereta api yang mengantarku ke tempat tujuanku. Hari ini aku senang sekali karena akan kembali berjumpa dengan Cindy, Dinda dan Dini. Mereka adalah teman lamaku yang sudah 5 tahun tidak berjumpa.

Di Sekolah Dasarlah aku dipertemukan dengan mereka, dan sampai saat ini kami masih berteman baik. Namun, kami saling berpisah ke provinsi yang berbeda-beda setelah kami lulus dari Sekolah Dasar. Cindy yang kini tinggal di Padang, Dinda yang kini tinggal di Manado dan Dini yang kini tinggal di Magelang. Orang tua kami saling mengenal bahkan memiliki hubungan yang tidak kalah dekatnya, karena hal itulah kami sangat mudah untuk diberikan izin ke Magelang.

-

Setiba di rumah Dini, aku melihat teman-temanku yang sudah berkumpul. Aku melambaikan tangan dan lekas berlari menghampiri mereka.

"Hai teman-teman aku rindu kalian," tuturku sambil menangis karena rasa rindu yang mendalam. "Hai Jeslin kami juga rindu kamu, akhirnya kamu sampai juga," tutur Dinda. Mereka kini saling berpelukan dan saling melepas rindu.

Selagi kami melepas rindu, Tante Amber datang menghampiri kami dengan senyum yang tampak di wajahnya. Kami pun langsung mencium punggung tangan Tante Amber dan mengatakan, "Hai Tante Amber, kami rindu Tante. Apa kabar Tan?"

"Hai anak-anak, Tante juga rindu kalian. Kabar Tante baik, bagaimana kabar kalian dan orang tua kalian di rumah?" tutur Tante Amber, mama Dini.

"Puji Tuhan, kami dan orang tua kami baik Tan," jawab Jeslin. Dengan senyum yang lebar, Tante Amber pun menjawab "Syukurlah kalian beserta dengan orang tua sehat semua, oh ya mari masuk ke dalam anak-anak dan bereskan barang bawaan kalian! Tante yakin pasti banyak hal yang akan kalian ceritakan setelah ini."

Kami pun bergegas membereskan barang bawaan kami ke kamar yang telah disediakan Tante Amber kepada kami. Setelah kami membereskan barang bawaan kami, Tante Amber mengajak kami untuk makan sore bersama di ruang makan.

"Wah mantap masakan Tante dari dulu tidak pernah berubah, selalu hadir dengan kelezatan yang maksimal. Iya kan teman-teman?" tutur Cindy, Dinda dan aku pun memberikan jari jempol kepada Tante Amber sebagai tanda setuju atas ucapan Cindy. "Ah kalian bisa saja," jawab Tante Amber dengan malu-malu.

Setelah makan sore kami pun berkumpul di ruang keluarga dan saling bercerita banyak hal. Tidak terasa kami bercerita cukup lama, sehingga langit sudah gelap yang menandakan hari sudah malam. Di sepanjang pembicaraan, kami saling bertukar cerita tentang kebudayaan yang berbeda dari tempat tinggal kami. "Wah ternyata di daerah kalian upacara adatnya masih sangat dilestarikan ya," tuturku kagum.

"Iya Jes agar keturunan kita selanjutnya pun juga bisa melihatnya. Oh ya teman-teman, waktu sudah malam nih mari kita tidur untuk mempersiapkan stamina sebelum esok hari kita ke Borobudur," tutur Dini.

Kami pun serentak mengucapkan, "Oke baiklah, selamat tidur semua."

-

Pagi pun tiba, di mana kami sedang sibuk mempersiapkan segala barang bawaan kami ebelum pergi ke Borobudur. Kami sangat berantusias pergi ke sana karena, candi Borobudur adalah salah satu peninggalan kerajaan Mataram Kuno, bahkan telah masuk ke dalam 10 keajaiban dunia. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya kami berbangga menjadi anak Indonesia.

Setelah semua siap, kami pun langsung masuk ke mobil yang akan dikendarai oleh Tante Amber. Tante Amber akan mengantar kami hingga ke candi Borobudur. Di sepanjang perjalanan kami bernyanyi dan bercanda ria bersama, hingga tidak terasa kami sudah hampir tiba di tujuan.

"Jaga diri baik-baik ya anak-anak, kalau butuh sesuatu telpon Tante saja," tutur Tante Amber. "Oke Tante," tutur kami serempak sambil mencium punggung tangan Tante Amber.

-

Saat sampai, kami langsung mengambil foto bersama dengan candi Borobudur untuk dijadikan kenang-kenangan. Kami mengambil banyak jepretan sehingga kami lelah dan memutuskan untuk duduk lesehan bersama sambil makan tempe yang dibekali Tante Amber untuk kami.

"Latiah bana," tutur Cindy spontan sambil mengusap keringat di jidatnya.

"Kamu ngomong apa Cin? Aku tidak mengerti bahasa Minang," ucapku pada Cindy.

"Oh iya ya, kenapa aku menggunakan bahasa Minang? Maaf teman-teman, tadi itu artinya cukup melelahkan juga ya," tutur Cindy menjelaskan pada kami.

"Oh iya memang melelahkan banget nih apa lagi panas terik begini," jawab Dinda membenarkan ucapan Cindy.

"Teman-teman, sepertinya seru deh kalau kita menggunakan bahasa daerah masing-masing, jadi kita saling belajar," usulku pada teman-teman.

"Oke, kalian da ba apa dang? Itu artinya kalian lagi apa?" tutur Dinda bertanya dengan bahasa Manado.

"Kita lagi mangan bareng kanca-kanca. Itu artinya kita lagi makan bersama teman-teman," jawab Dini dengan bahasa Jawa.

"Gegares ape tu? Itu artinya makan apa tu?" tanyaku dengan bahasa Betawi.

"Kito sadang makan tempel, itu artinya kita sedang memakan tempe," jelas Cindy dengan bahasa Minang.

Selagi kami berbincang dengan bahasa ibu, tiba-tiba ada turis wanita yang menghampiri kami. "Hai, kalian sedang apa? Bahasa apa yang kalian gunakan?" tutur turis itu dengan bahasa Indonesia yang belum terlalu lancar.

"Hai Kak, kami sedang berkumpul dan berbincang dengan menggunakan bahasa daerah kami, masing-masing" jawabku kepada turis itu. Turis itu tampak sedang mengetik kata-kata di aplikasi gadgetnya, ternyata dia menggunakan bantuan aplikasi untuk berkomunikasi dengan kami.

"Oh begitu, beragam juga ya bahasa daerah Indonesia. Teman-teman bolehkah aku bergabung?" tanya Kakak turis itu.

"Ya boleh kok Kak, sebelumnya perkenalkan namaku Dini dan ini teman-temanku bernama Cindy, Dinda dan Jeslin. Kakak namanya siapa?" tutur Dini memperkenalkan kami. "Namaku Caroline, senang berjumpa dengan kalian," jawab Kak Caroline dengan senyum.

Selagi kami bercakap-cakap ria, datanglah 0m-om pada kami dan memberikan kami brosur lomba. Ternyata lomba itu diselenggarakan di dekat candi Borobudur ini. Di dalam brosur lomba tertera bahwa ini perlombaan bahasa daerah. Aku dan teman-temanku berantusias untuk mengikuti lomba tersebut, namun kami kekurangan 1 peserta. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengajak Kak Caroline agar tim kami memiliki anggota yang pas sesuai ketentuan lomba.

"Kak, apakah Kakak mau bergabung di tim kami untuk mengikuti lomba bahasa daerah ini?" tanyaku pada Kak Caroline.

"Tetapi aku tidak mengerti macam-macam bahasa daerah Indonesia, bahasa Indonesia sendiri saja aku belum terlalu lancar," tutur Kak Caroline dengan sedih. "Tidak masalah Kak, nanti kami akan bantu Kakak," tutur Dinda.

"Iya Kak, sudah sepatutnya kami saling membantu antar anggota tim," tutur Dini menjelaskan. "Oke baiklah aku mau ikut," jawab Kak Caroline dengan senyum di bibirnya.

-

Kami pun mendaftar lomba itu, dan kami ditetapkan sebagai kelompok 3 dari 6 kelompok yang ada. Pastinya kami sangat gelisah selama perlombaan berlangsung. Ternyata perlombaan ini seperti kuis, dan kami diminta untuk menyebutkan nama-nama benda, hewan, buah, dan lainnya dengan bahasa daerah yang berbeda-beda.

Tidak disangka ternyata kami masuk ke babak final, dan pada babak final ini kelompok kami diadu dengan kelompok 5. Terlihat dari masing-masing wajah kami menunjukkan kegelisahan, meski demikian kami saling menguatkan dan saling mendukung satu sama lain.

"Oke baiklah pada babak final ini kedua kelompok diminta menyebutkan 10 kalimat terima kasih dengan bahasa daerah yang berbeda selama 4 menit. Dimulai dari kelompok 3 dipersilahkan menyebutkannya," tutur pembawa acara memberi arahan.

"Aduh aku tidak tahu ini teman-teman," tutur Kak Caroline dengan gelisah.

"Tenang Kak, nanti kami saling bantu ya," tutur Dini menenangkannya.

"Mauliate dari bahasa Batak," jawabku.

"Tarimo kasih dari bahasa Minang," jawab Cindy.

"Matur nuwun dari bahasa Jawa," jawab Dini.

"Makase dari bahasa Manado," jawab Dinda.

"Kak, Kakak ucap saja dangke dari bahasa Ambon," bisikku memberi tahu Kak Caroline.

"Dangke dari bahasa Ambon," jawab Kak Caroline dengan hati-hati.

"Amanai dari bahasa Papua," jawabku.

"Kurrusumanga dari bahasa Toraja," jawab Cindy.

"Matur suksma dari bahasa Bali," jawab Dini.

"Empanggawang dari bahasa Maumere, Nusa Tenggara Timur," jawab Dinda.

"Kakak ucap saja tampiaseh dari bahasa Nusa Tenggara Barat," bisik Dinda membantu Kak Caroline.

"Tampiaseh dari Nusa Tenggara Barat," jawab Kak Caroline dengan kembali hati-hati.

"Baiklah kelompok 3 sudah berhasil menyebutkan 10 kalimat terima kasih dari bahasa daerah yang berbeda. Kini kelompok 5 dipersilahkan menyebutkannya," tutur pembawa acara.

"Duh teman-teman apakah kita akan menang?" ucap Cindy khawatir.

"Kita terus optimis ya teman-teman, serahkan semua pada Tuhan," jawab Dinda menjelaskan dan pasrah akan kehendak-Nya.

Kami pun menunggu kelompok 5 melawati tantangan ini. Waktu sudah tersisa 10 detik namun, kelompok 5 masih menjawab 7 kata terima kasih. Jelas kami sangat gelisah apakah kelompok 5 dapat mengejar waktu yang tersisa atau tidak.

"Ya sayang sekali, kelompok 5 waktu sudah habis dan tim belum tuntas mengucapkan 10 kalimat terima kasih dalam bahasa daerah. Sehingga kini kita telah mendapatkan juaranya. Selamat kepada kelompok 3 yang telah menjuarai perlombaan ini. Untuk kelompok 3 diharap naik panggung untuk diberikan penghargaan," tutur pembawa acara dengan antusias.

Kami sungguh tidak percaya, kami mengucap syukur kepada Tuhan dan berterima kasih atas kerja sama tim yang begitu baik sehingga kami memenangkan perlombaan ini.

Ketika kami menaiki panggung, kami masing-masing diberi hadiah baju kaus bertuliskan I Love Borobudur dan diberikan sertifikat beserta piala. Sungguh kami senang sekali dan kami pun berfoto bersama dengan menggunakan baju kaus tersebut.

"Teman-teman, sungguh aku berterima kasih atas pengalaman ini, sebelumnya aku tidak tahu bahasa daerah Indonesia yang sungguh sangat beragam. Namun kini aku mengetahuinya dan aku bersyukur dapat mempelajarinya melalui kalian dalam perlombaan ini. Kalian harus bangga menjadi anak Indonesia, negeri yang kaya ini" tutur Kak Caroline dengan meneteskan air mata.

"Iya Kak, kami juga berterima kasih karena kakak mau bekerja sama dengan kami. Tentu kami sangat bangga menjadi anak Indonesia. Oh iya Kak, mengingat sekarang sudah sore, izin kami untuk pulang dan berpisah. Ini nomor ponselku dan teman-teman, Kakak bisa menghubungi kami kapan saja agar kami dapat saling berhubungan. Jika Kakak ingin bertanya pada kami, janganlah sungkan Kak," ucapku pada Kak Caroline.

"Oke baiklah, terima kasih teman-teman atas hari ini, aku tidaklah melupakan akan semua yang terjadi pada hari ini," ucap Kak Caroline. Kami pun berpelukan sebelum berpisah.

-

Setiba di tempat parkir, kami sudah melihat Tante Amber yang sedang menunggu kami di mobilnya. "Loh anak-anak, kenapa kalian berempat memakai baju yang sama? Tante tidak dibelikan baju seperti itu ya?" tutur Tante Amber dengan sedih.

"Begini Tan, tadi kami mengikuti suatu perlombaan dan kami memenangkan perlombaan itu Tan. Ini sertifikat dan pialanya serta baju kaus yang kami gunakan sekarang sebagai hadiahnya," tuturku menjelaskan kepada tante Amber. "Wah... selamat untuk kalian, Tante bangga pada kalian dan orang tua kalian di rumah pun pasti bangga juga," tutur Tante Amber yang tidak kalah bahagianya.

Di perjalanan menuju rumah Dini, kami menceritakan apa yang telah terjadi selama berjalannya perlombaan. Tante Amber mengatakan bahwa apa yang kami lakukan ini adalah tindakan terpuji, di mana kita memperkenalkan bahasa daerah Indonesia kepada orang asing. Dan Tante Amber berpesan untuk terus melestarikan budaya Indonesia, termasuk bahasa daerahnya.

-

Sesampainya kami di rumah Dini, kami langsung disambut dengan hidangan makan malam yang telah disiapkan Tante Amber. Kami pun memakan hidangan itu dengan nikmat. Pastinya kami akan rindu akan masakan Tante Amber yang memiliki cita rasa yang khas saat kami kembali ke tempat tinggal masing-masing.

Jika mengingat tempat tinggal masing-masing, aku berpikir tidaklah terasa kami sudah 2 hari di Magelang. Dan esok hari kami kembali harus berpisah satu dengan yang lainnya.

"Teman-teman, esok hari kalian sudah harus kembali ke tempat tinggal kalian masing-masing. Tidak terasa ya hari begitu cepat, padahal aku belum puas loh akan pertemuan kita ini yang terbilang singkat," tutur Dini sedih.

"Iya ya, aku juga belum puas liburan bersama kalian," jawab Cindy sedih.

"Kita harus terus berkomunikasi ya, dan jangan saling melupakan meski terbentang jarak antara kita," tuturku pun dengan sedih.

"Teman-teman, lebih baik sekarang kita tidur untuk kepulangan esok hari," usul Dinda pada kami untuk menghindari topik tersebut. Akhirnya, kami pun mengikuti usulan Dinda untuk lekas tidur.

-

Ayam jantan pun telah berkokok di pagi hari yang telah membangunkan tidurku di sepanjang malam. Hari ini, aku dan teman-teman mempersiapkan kepulangan kami ke daerah masing-masing.

"Anak- anak bagaimana persiapan kalian?" tanya Tante Amber.

"Sudah siap Tan semuanya," jawab Cindy.

"Baiklah, ingat ya anak-anak kalau sudah sampai kabarkan pada Tante! Kalau kalian mau main ke Magelang jangan sungkan untuk mengabari Tante. Sebelum berangkat ingat untuk berdoa dulu!" tutur Tante Amber dengan berbagai nasihat darinya.

"Siap Tan akan kami laksanakan," jawabku sambil menunjukkan jempolku.

"Oh iya satu lagi, kalian harus terus saling berkomunikasi satu dengan yang lain. Titipkan salam dari Tante untuk orang tua kalian di rumah!" tutur Tante Amber pada kami. Setelah mendengar semua nasihat-nasihat Tante Amber, kami pun menjawab, "Baik Tante."

Mobil yang akan mengantar kami ke stasiun dan bandara pun telah tiba. Sebelum pergi, kami berpelukan terlebih dahulu sebelum berpisah. Tampak air mata di pelupuk mata Dini dan Tante Amber. Aku, Dinda, dan Cindy pun bergegas masuk ke dalam mobil itu. Tidak lupa kami sambil melambaikan tangan sebagai salam perpisahan.

Sungguh ini berat untuk kami, kembali berpisah dan harus kembali ke daerah masing-masing. Aku tidak akan melupakan hal-hal yang telah terjadi di Magelang. Terutama aku tidak akan melupakan kejadian yang telah terjadi di Borobudur.

Kami memang berbeda asal, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Namun, hal itu bukanlah menjadi halangan bagi kami untuk terus bersatu dalam perbedaan. Bahasa Indonesia telah mempersatukan perbedaan bahasa di antara kami, seperti poin ketiga dalam teks Sumpah Pemuda yang berbunyi "Kami putra putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia."

Justru, perbedaan di antara kita ini sebagai pengikat, sehingga terbentuklah persatuan. Dengan sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati inilah kita dapat semakin mempererat persatuan di antara keberagaman di Indonesia. Seperti semboyan bangsa Indonesia yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang memiliki arti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Cerpen Sumpah Pemuda 2

Cerpen ini dikutip dari Modul Ajar Kurikulum Merdeka 2022 PPKn SD KELAS 4 SD Negeri Padangsari 01 yang disusun oleh Danang Prasetyo, S.Pd.SD

Hari ini adalah tanggal 28 Oktober. Pada tanggal tersebut seluruh rakyat bangsa Indonesia memperingati hari Sumpah Pemuda, tidak terkecuali di SDN Setiajaya. Seluruh warga sekolah memperingati hari Sumpah Pemuda dengan mengadakan upacara bendera. Sewaktu upacara, bapak Kepala Sekolah memberikan amanat tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan. Dalam amanatnya tersebut, Bapak Kepala Sekolah mengingatkan kepada seluruh warga sekolah untuk senantiasa meningkatkan persatuan dan kesatuan. Menurut Bapak Kepala Sekolah, perbedaan yang ada di sekolah atau masyarakat tidak boleh dijadikan hambatan untuk bersatu, tetapi harus dijadikan sebagai pendorong meningkatnya persatuan dan kesatuan.

Selesai melaksanakan upacara, seluruh peserta didik masuk ke kelasnya masing-masing untuk melaksanakan proses pembelajaran seperti biasanya. Seluruh peserta didik kelas empat telah berada di ruangan kelasnya. Tidak lama kemudian, Bu Indah masuk ke kelas dan hari ini akan mengajak seluruh peserta didiknya belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

"Anak-anak tadi kita telah melaksanakan upacara memperingati hari Sumpah Pemuda. Kata Bapak Kepala Sekolah tadi kita harus senantiasa meningkatkan persatuan dan kesatuan. Kebetulan pada pertemuan kali ini Ibu akan mengajak kalian untuk mengenal makna semboyan Bhinneka tunggal ika? Apakah kalian sering mendengar atau melihat tulisan semboyan tersebut?" tanya Bu Indah.

"Sering, Bu," jawab seluruh peserta didik.

"Bagus. Ada yang tahu dimanakah tulisan semboyan Bhinneka tunggal ika itu sering kita lihat?" Bu Indah kembali bertanya.

"Saya, Bu. Semboyan Bhinneka tunggal ika sering kita temukan pada lambang negara kita, Burung Garuda Pancasila. Semboyan tersebut tertulis dalam seuntai pita yang digenggam oleh dua kaki burung garuda sebagai lambang Negara Republik Indonesia. Coba teman-teman perhatikan gambar burung garuda di depan kelas kita ini!" jawab Jaka sambil menunjuk gambar burung garuda yang terpasang di depan kelas.

"Bagus. memang benar tulisan semboyan Bhinneka tunggal ika sering kita temukan pada lambang negara. Nah setelah kalian memperhatikan gambar lambang negara kita, diantara kalian ada yang tahu arti semboyan Bhinneka tunggal ika?" Tanya Bu Indah.

"Saya Bu. Bhinneka tunggal ika artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua," jawab Dewi.

"Benar sekali jawabanmu. Semboyan Bhinneka tunggal ika berasal dari bahasa Sansakerta. Semboyan ini diambil dari sebuah kalimat yang terdapat dalam buku Sutasoma karya Mpu Tantular pada zaman kerajaan Majapahit. Kalimat tersebut sebenarnya tidak hanya terdiri dari tiga kata, tetapi lebih panjang. Kalimat lengkapnya adalah Bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa yang artinya adalah meskipun kita berbeda-beda, kita tetap satu jua, tidak ada hukum yang mendua," jelas Bu Indah sambil menulis kalimat semboyan tersebut.

"Kalimat tersebut menggambarkan keadaan masyarakat kerajaan Majapahit yang beraneka ragam. Keanekaragaman mereka terutama dalam hal agama yang dipeluknya. Mereka ada yang memeluk agama Siwa, Budha dan kepercayaan yang telah ada sebelumnya. Mereka hidup rukun berdampingan secara damai. Adapun hukum yang berlaku bagi seluruh masyarakat dan negara adalah satu, yaitu hukum Negara Majapahit," lanjut Bu Indah.

"Bu, mengapa kalimat tersebut dijadikan semboyan negara kita sampai sekarang?" Tanya Putu.

"Pertanyaan yang bagus. Salah satu alasan mengapa kita menjadikan Bhinneka tunggal ika sebagai semboyan negara adalah bahwa keadaan bangsa Indonesia mirip dengan keadaan masyarakat Kerajaan Majapahit tempo dulu. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang beranekaragam. Keanekaragaman bangsa Indonesia meliputi banyak hal diantaranya agama, suku bangsa, budaya daerah dan sebagainya," jawab Bu Indah.

"Coba kalian perhatikan kondisi kelas kita. Kelas kita adalah kelas yang beranekaragam suku bangsa, budaya dan agamanya. Misalnya Jaka berasal dari suku Sunda, Dewi berasal dari suku Jawa, Putu berasa dari suku Bali, Ucok berasal dari suku Batak, Andi berasal dari suku Bugis/Makassar dan sebagainya. Akan tetapi meskipun demikian, kalian tetap bersatu. Nah begitu juga dengan bangsa Indonesia, meskipun terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, agama, dan sebagainya, tetapi harus tetap memegang teguh persatuan dan kesatuan bangsa," lanjut Bu Indah.

"Bu, mengapa bangsa dan negara Indonesia harus bersatu dalam keanekaragaman?" Tanya Jaka.

"Begini Jaka, kamu tentunya masih ingat peribahasa yang mengatakan bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Peribahasa itu merupakan tekad para pejuang kita sebelum Indonesia merdeka. Para pejuang bertekad, dengan persatuan mereka dapat melawan penjajahan dan merebut kemerdekaan. Tekad tersebut harus selalu kita ingat, sebagai tekad mempersatukan bangsa kita yang beranekaragam. Keanekaragaman suku bangsa, budaya dan agama tidak boleh menimbulkan perpecahan di antara warga. Keanekaragaman itu justru harus membuat kita bersatu sebagai bangsa yang kuat dan disegani oleh negara lainnya," jelas Bu Indah.

"Baiklah anak-anak ibu cukupkan sampai disini pembelajaran pada pertemuan kali ini. Di rumah silakan kalian cari berbagai bentuk keanekaragaman suku bangsa dan budaya yang ada di Indonesia," kata Bu Indah sambil menutup proses pembelajaran kali ini.

Cerpen Sumpah Pemuda 3

Goresan Tinta untuk Negeri
Karya: Fani Novita Sari

Hal yang selalu terlintas dipikiranku, apakah aku bisa banggakan orang tuaku, banggakan negeriku, banggakan bangsaku dan banggakan tanah airku, walau seperti ini keadaanku?

Aku ingin menjadi anak yang hidup normal seperti teman-teman sebayaku. Menapaki setiap detik waktu belajarku disekolah, menoreh prestasi diusia muda, bergaul dengan teman, mampu bersosialisasi dimasyarakat, banggakan orang tua bahkan saat nyawa dan tubuhku telah terpisahkan oleh maut, sampai kapanpun juga aku ingin dikenang.

Bukan karena kebodohanku tapi karena prestasiku. Salahkah jika orang yang memiliki keterbatasan sepertiku berkeinginan mewujudkan hal itu?

Tapi mengapa aku dilahirkan dengan keterbatasan? Bagaimana aku bisa mewujudkan keinginanku jika keadaanku seperti ini ya Allah?

Namaku Rinta Ayu Dewi, orang-orang kerap memanggilku Rinta. Aku bukanlah anak dari seorang menteri yang hidup serba berkecukupan, bukan pula seorang anak dari pengusaha kaya. Ayahku yang hanya seorang satpam di SD dekat rumahku , bukanlah suatu pekerjaan yang bisa membantu ekonomi keluarga. Sedangkan ibuku hanya seorang buruh cuci. Usiaku genap 13 tahun saat 2 hari yang lalu. Kehidupanku sehari hari hanyalah membantu ibu menyelesaikan pekerjaan di rumah, juga menempuh pendidikan di salah satu sekolah menengah pertama luar biasa di kotaku.

SMPLB? Ibu dan ayah menyekolahkanku di sana karena aku mempunyai keterbatasan, tahukah kamu apa keterbatasanku? Aku salah satu anak indonesia penderita disleksia, sangat jarang memang di Indonesia ada anak yang menderita disleksia. Disleksia adalah kurangnya kemampuan dalam menyerap kalimat, berhitung dan menulis. Pada saat ini, aku masih belum tau apa gerangan yang menyebabkanku menderita penyakit itu. Tetapi aku pernah mendengar, saat dokter berbincang dengan ayah dan ibuku, disleksia yang kuderita bukan karena ibu dan ayahku yang terlambat menyekolahkanku, bukan pula karena kemalasanku belajar, tetapi memang karena otakku tak mampu berfikir berat secara cepat.

Di sekolah, aku tak punya banyak teman. Aku mengenali mereka semua, tetapi tak ada yang mau mendekat kepadaku. Hanya Loli yang setiap hari bersamaku di sekolah. Ia juga mengidap disleksia sama sepertiku, tetapi ia juga mengidap kanker hati. Mungkin tak banyak anak yang mau berteman denganku bahkan mereka hanya berbicara sepatah dua patah kata denganku, karena hanya menghabiskan waktu, butuh lebih dari tiga menit untukku menjawab pertanyaan dari mereka. Dan itu sudah pasti tak menyenangkan.

Pernah saat itu, tetangga sebayaku, Anisa, bertanya kepadaku, "Dari tadi Aku mencari adikku kemana mana tidak ada. Apakah Kau melihatnya?" Anisa kewalahan mencari adiknya, menggerutu tak jelas, mukanya kelihatan sangat sebal.

Aku hanya mendengarkan ucapannya, lalu memandang wajahnya, dan kemudian mencoba mencerna apa yang ia katakan. Tetapi aku masih bingung dengan apa yang ia katakan. Aku memilih terdiam dan masih mencoba mencerna kalimat yang ia ucapkan.

"Hey Rinta, apa Kamu tidak tahu kalau aku lagi kesal? Aku tuh nanya ke Kamu. Kalau nggak tau ya bilang aja! Nggak punya mulut apa gimana sih? Nggak tau apa orang lagi kesal? Dasar idiot aneh"kata Anisa dengan suara yang keras. Nampaknya Anisa seperti orang yang sedang marah. Aku jadi semakin bingung. Deretan kata yang ia ucapkan membuat hatiku sakit, walaupun aku tak sepenuhnya faham ucapannya. Kebingunganku akan ucapan Anisa semakin membuat kepalaku pusing, otakku rasanya sakit.

Aku segera memutuskan untuk berlari masuk ke dalam rumah. Terdengar, di luar Anisa berteriak-teriak sembari mengatakanku idiot dan cewek aneh. Hal itu juga berlaku saat aku di sekolah. Saat aku sedang menulis, saat aku sedang berhitung, selalu saja aku merasa kepalaku pusing dan otakku memanas.

Dibalik semua keterbatasanku, aku masih punya mimpi. Secuil kecil mimpi anak Indonesia penderita disleksia. Yang ingin membanggakan kedua orangtua, membanggakan bangsaku, Dan apakah hal itu salah?

Walaupun aku berkebutuhan, apakah menurutmu aku tak bisa seperti yang lain? Bukannya aku menyombongkan diri, tetapi Kita kan sama-sama ciptaanNya, kita ada di satu bangsa, satu tanah air, dan memiliki bahasa kesatuan yang sama. Indonesia. Dan, salahkah anak Indonesia sepertiku bermimpi?

Pernah suatu ketika, aku mencoba membuat sebuah cepen dan artikel tentang diriku di buku kecilku, tanpa sepengetahuan ayah dan ibu pastinya. Jika mereka mengetahuinya pasti aku dimarahi mereka karena aku tak boleh berpikir terlalu berat. Dengan sekuat tenaga aku berfikir setiap malam. Merasakan sakit kepala yang berkepanjangan. 5 hari berturut turut. Entah bagaimana, 10 hari setelah selesai, cerpen artikelku dimuat di salah satu redaksi ternama di Jakarta. Ternyata ayahlah yang mengirimkan karyaku tersebut tanpa sepengetahuanku. Ternyata ketika aku menulis cerpen dan artikel ayah setiap malam memperhatikanku dari kejauhan . Aku berterima kasih pada ayah, juga pada ibu. Syukur selalu kuucapkan padaNya. Aku masih tak percaya. Dan aku berjanji akan terus berusaha mencoba dan belajar menulis di tengah keterbatasanku.

Hingga pada suatu hari, sebuah redaksi nasional memintaku menjadi salah satu jurnalisnya dalam sebuah event. Tahukah Kamu event apakah itu? Ternyata adalah konferensi pers Asian di Filipina. Aku akan berangkat ke Filipina? Ya Allah, benarkah ini semua? Apa yang aku impikan akan terwujud, menjadi jurnalis cilik pertama di ajang bergengsi tingkat Asia tersebut. Aku akan disejajarkan dengan para jurnalis asal negara-negara di Asia? Tentunya mereka lebih dewasa dan lebih paham akan dunia jurnalistik. Dan itu berarti aku akan bisa banggakan orangtua, juga tanah airku. Terima kasih ya Allah.

Tetapi sayang, 2 hari sebelum keberangkatanku ke Filipina, suatu hal buruk menimpaku. Dokter memvonisku menderita kanker otak stadium akhir, ternyata itulah yang menyebabkan mengapa aku menderita disleksia akut serta merasakan sakit yang luar biasa setiap saat. Ya Allah, cobaan apalagi yang engkau berikan ini? Aku masih ingin membanggakan orangtuaku, juga bangsaku. Aku mohon padamu ya Allah.

Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Filipina. Aku tak sendirian, Bersama ayah dan juga ibu serta para karyawan dari redaksi lain. Pukul 13.30 sesuai dengan jam indonesia yang melingkar di pergelangan tanganku, pesawat landing di bandara Internasional Filipina. Tak lupa aku selalu mengucapkan puji syukur kepada Allah, agar apapun yang akan aku jalani membawa berkah dan membanggakan serta bernilai positif.

Satu hari setelah aku sampai di Filipina, adalah hari dimana konferensi pers Asian dilaksanakan. Tepat di hari Selasa, tanggal 28 Oktober 2014. Bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda di Indonesia. Dan aku berharap, di tanggal baik ini aku bisa menjadi pemudi Indonesia yang membanggakan.

Perhelatan akbar telah selesai dilaksanakan. Aku tahu, semua masyarakat Indonesia menantiku. Menanti kabar apa saja yang akan aku ceritakan. Ayah juga bilang, sesampainya aku di Jakarta nanti, aku harus segera bertolak ke Istana Negara, untuk bertemu bapak Presiden Indonesia.

Pukul 08.00 pagi aku dan rombongan sampai di Jakarta. Aku dan juga ayah serta ibu segera mencari taksi untuk kutumpangi menuju Istana Negara. Namun, Allah berkehendak lain, saat di perjalanan tiba tiba kepalaku merasa sakit yang tidak seperti biasanya. Aku menjerit kesakitan. Ayah dan ibu panik, segera aku dilarikan ke rumah sakit.

Dua jam di rumah sakit tak membuatku sadar. Aku tahu, ayah dan ibu merasakan kecemasan. Ya Allah, jika memang ini saatnya aku untuk pergi dari dunia ini aku ikhlas ya Allah. Aku sudah tidak kuat merasakan sakit dalam hidupku ya Allah. Tapi izinkan aku memeluk dan mencium tangan ibu dan ayah ku untuk terakhir kalinya.

Allah mengabulkan permintaanku. Aku tersadar hanya 5 menit saja dan aku meminta dokter memanggilkan ayah dan ibu. Sesampainya mereka ke tempatku aku berbicara kepada mereka "ibu.. ayah.. Rinta bangga jadi anak ibu dan ayah.. maafkan Rinta karena belum bisa jadi anak yang berbakti, Rinta sayang ibu dan ayah" aku mencium tangan ayah dan ibu, lalu memeluk keduanya sambil tersenyum bahagia. Kini malaikat maut telah mencabut nyawaku. Terdengar isak tangis yang begitu mendalam dari sanak saudaraku. Dan, aku meninggal dengan senyuman manis menempel di bibirku.

Terima kasih ya Allah. Engkau telah mengabulkan semua doaku. Engkau telah membuatku bisa membanggakan orangtuaku, juga tanah airku, di tengah keterbatasan yang Engkau berikan.

Semoga aku bisa menjadi contoh baik bagi semua pemuda dan pemudi Indonesia. Yang selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan. Tak pernah putus asa dalam setiap cobaan. Dan bisa membanggakan tanah air Indonesia tercinta ini.

Bangun pemuda-pemudi Indonesia...
Lengan bajumu singsingkan, untuk negara...
Masa depan indonesia ada digenggamanmu...
Goreskan prestasimu untuk tanah air tercinta...
Jaya pemuda Indonesia...
Jaya tanah air ku...

Itulah 3 cerpen Sumpah Pemuda yang bisa menjadi inspirasi buatmu. Semoga bermanfaat, detikers!




(row/row)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads