Light Rail Transit (LRT) secara resmi diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Stasiun LRT Cawang, Jakarta, Senin (28/8/2023) lalu.
Kini, masyarakat umum sudah dapat menggunakan moda transportasi baru yang bisa mendukung mobilitas di wilayah Jakarta, Depok, dan Bekasi.
Melansir dari laman Kereta Api Indonesia, LRT merupakan transportasi tanpa masinis berbasis rel pertama kali di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengoperasian LRT menggunakan beberapa teknologi canggih, seperti sistem Communication-Based Train Control (CBTC) dengan Grade of Automation (GoA) level 3, Automatic Train Protection (ATP), U-Shaped Girder dan Sandwich panel.
Lantas, apa sih fungsi dari setiap teknologi tersebut?
Sistem CBTC GoA Level 3
Melansir dari laman Kereta Api Indonesia, sistem CBTC GoA Level 3 adalah cara kereta beroperasi secara otomatis berbasis komunikasi tanpa masinis. Kehadiran petugas Train Attendant di dalam kereta untuk kondisi darurat dan pelayanan pelanggan.
Sistem ini mengoperasikan kereta berdasarkan jadwal yang diproyeksikan secara otomatis dan diawasi dari pusat kendali operasi atau Operation Control Center (OCC). Jika terjadi gangguan, petugas Train Attendant dapat mengambil alih pengoperasian kereta secara manual dengan kecepatan terbatas.
LRT Jabodebek mengikuti jadwal yang telah diunggah ke sistem persinyalan di OCC, dan operasinya berjalan otomatis dengan pemantauan dari operator OCC.
Keunggulan GoA 3 adalah mengurangi potensi kecelakaan akibat kesalahan manusia, meningkatkan akurasi jadwal kereta, dan mengoptimalkan jadwal perjalanan. Sistem serupa telah digunakan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, Singapura, Spanyol, Inggris, Brazil, dan lainnya.
Automatic Train Protection (ATP)
Mengutip dari laman resmi LRT Jabodetabek ADHI, LRT ini dilengkapi dengan sistem keamanan seperti Automatic Train Protection (ATP). ATP adalah sistem pada persinyalan kereta yang otomatis mengontrol kecepatan kereta.
Jika kereta mendekati sinyal STOP atau melaju terlalu cepat, ATP akan secara otomatis mengurangi kecepatan atau bahkan menghentikan kereta.
ATP juga menggunakan teknologi yang menghubungkan perangkat di lokomotif dengan sensor di jalur kereta, sehingga dapat menghindari pelanggaran sinyal yang disebabkan oleh kesalahan masinis.
U-Shaped Girder sebagai Anti Derailment
Melansir dari beberapa laman seperti LRT Jabodetabek ADHI, dan laman Universitas Gadjah Mada, Anti Derailment pada U-Shaped Girder adalah fitur yang mencegah kereta api keluar dari relnya.
Fitur ini penting untuk menjaga keamanan operasi kereta api, terutama pada proyek Light Rail Transit (LRT) Jabodebek di Indonesia yang menggunakan konsep U-Shaped Girder.
Pengoperasian Anti Derailment pada U-Shaped Girder didasarkan pada desain struktur yang menggabungkan gelagar dan pagar/dindingan menjadi satu, membentuk huruf "U". Hal ini membuat struktur U-Shaped Girder menjadi lebih kuat.
Ketika terjadi situasi "derailment", yaitu kereta keluar dari relnya, struktur kuat dari U-Shaped Girder mampu menahan kecepatan tinggi dan massa kereta.
Dengan demikian, U-Shaped Girder dapat mencegah kereta jatuh dari lintasan dan potensi tabrakan dengan pagar atau dinding gelagar menjadi lebih rendah.
Sandwich Panel
Sandwich Panel adalah bahan konstruksi yang terdiri dari dua lapisan logam yang mengapit lapisan inti yang biasanya terbuat dari bahan isolasi, seperti busa atau bahan serupa. Teknologi ini digunakan dalam konstruksi bangunan untuk menghubungkan elemen struktural.
Kelebihan dari penggunaan sandwich panel meliputi keamanan lingkungan karena bahan baku yang ramah lingkungan, kecepatan pengerjaan yang lebih efisien karena tidak memerlukan finishing tambahan, isolasi suara yang tinggi, serta beban yang rendah pada pondasi konstruksi.
Selain itu, penggunaan sandwich panel juga lebih ekonomis dibandingkan dengan bahan konstruksi tradisional seperti bata, beton, atau kayu.
Jadi, demikian ulasan terkait teknologi yang digunakan pada LRT. Semoga bermanfaat!
(nwy/nwy)