Fakta menyatakan bahwa pelapukan batuan secara alami yang biasanya bertindak sebagai penyerap karbon dioksida (CO2), ternyata di sisi lain juga dapat menjadi penyumbang CO2 yang besar. Bahkan CO2 yang dihasilkan bisa menyaingi gunung berapi.
Sebagaimana dilansir dari penelitian berjudul "Rock organic carbon oxidation CO2 release offsets silicate weathering sink" oleh Jesse Zondervan dari jurnal Nature 2023, kondisi ini dapat berpengaruh pada perubahan iklim.
Pelapukan Batu Menghasilkan CO2
Batu dari sisa tumbuhan atau hewan purba yang lapuk dapat menyedot CO2 ketika terjadi reaksi antara mineral tertentu dengan asam dalam air hujan. Proses ini sebenarnya dapat membantu melawan CO2 gunung berapi dan menjaga permukaan Bumi tetap layak huni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, dari studi ini ditemukan pertama kalinya bahwa batuan yang lapuk juga melepaskan CO2 ke atmosfer dan sama seperti proses gunung berapi.
Diketahui proses tersebut terjadi ketika batuan yang mengandung fosil purba dari dasar laut terdorong ke permukaan Bumi, sehingga akan memaparkan karbon organik terhadap oksigen di udara dan air yang dapat melepaskan CO2. Artinya bahwa batuan lapuk bisa menjadi sumber CO2, tetapi bukan sumber yang sama seperti sumber CO2 lainnya.
Untuk mengukur pelepasan CO2 ini, para peneliti menggunakan elemen pelacak renium yang dilepaskan ke dalam air ketika karbon organik bereaksi dengan oksigen. Pengambilan sampel air bisa berasal dari sungai, tetapi hal tersebut sulit dilakukan apabila sampel yang diambil berasa; dari sungai seluruh dunia.
Untuk meningkatkan skala di permukaan Bumi, para peneliti melakukan dua hal. Pertama, mengetahui banyak karbon di batuan dekat permukaan. Kedua, mencari lokasi dimana cara pertama cepat terjadi prosesnya, yaitu melalui erosi di pegunungan.
"Tantangannya adalah bagaimana menggabungkan peta global dengan data sungai. Kami memasukkan semua data ke dalam superkomputer di Oxford untuk stimulasi interaksi antara proses fisik, kimia, dan hidrologi. Dengan begitu, kami dapat memperkirakan total karbon dioksida yang dihasilkan batuan ke udara," jelas Jesse Zondervan, peneliti studi ini dari Universitas Oxford.
Hasil penelitian ini dapat dibandingkan berapa banyak CO2 yang diserap pelapukan batuan terhadap mineral silikat. Kemudian juga untuk mengidentifikasi letak wilayah yang terdapat sumber CO2 dari batu.
Jumlah Kandungan CO2
Diketahui titik panas pelepasan CO2 terkonsentrasi di pegunungan dengan laju pengangkatan tinggi menyebabkan tersingkapnya batuan sedimen. Pelepasan CO2 global dari pelapukan ini tercatat sebesar 68 megaton karbon per tahun.
"Ini sekitar 100 kali lebih sedikit dibandingkan emisi CO2 hasil dari pembakaran bahan bakar fosil, namun jumlah ini serupa dengan yang dilepaskan gunung berapi seluruh dunia, yang berarti gunung ini menjadi kunci dalam siklus karbon alami Bumi," ungkap Profesor Robert Hilton, yang mendukung penelitian ini.
Hal ini mungkin juga terjadi di masa lalu Bumi, yang mana periode pembentukan gunung memunculkan banyak batuan yang bisa melepaskan CO2 lebih tinggi dan mempengaruhi iklim global saat itu.
Prediksi Peneliti di Masa Depan
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah pelepasan CO2 alami ini dapat meningkat pada beberapa tahun mendatang?
"Saat ini kami tidak tahu apakah metode kami dapat memperkirakan, tetapi masih belum bisa menilai hal tersebut dapat diubah," kata Hilton
"Meskipun pelepasan CO2 ini lebih kecil dari emisi manusia saat ini, pemahaman ini dapat digunakan untuk memprediksi karbon dengan lebih baik," jelas Zondervan menyimpulkan.
(nah/nah)