Ilmuwan Ungkap Planet Merkurius Perlahan Menyusut, Apa Penyebabnya?

ADVERTISEMENT

Ilmuwan Ungkap Planet Merkurius Perlahan Menyusut, Apa Penyebabnya?

Noor Faaizah - detikEdu
Jumat, 06 Okt 2023 08:00 WIB
Potret Merkurius
Planet Merkurius Foto: Dok. ESA dan JAXA
Jakarta -

Bagi para astronom dan ilmuwan, Merkurius merupakan objek penelitian yang sangat menarik dan bahkan misterius. Pasalnya planet kecil ini memiliki inti yang dingin. Padahal Merkurius merupakan planet yang paling dekat dengan Matahari.

Bagian dalam dari planet tersebut secara bertahap mengalami pendinginan selama ribuan tahun. Pendinginan ini berdampak besar pada evolusi geologi Merkurius.

Saat planet mendingin, batuan dan logam penyusun Merkurius berkontraksi sedikit volumenya. Kontraksi termal ini menghasilkan fenomena yang aneh di mana permukaan atau kerak planet mulai merespons dengan membentuk apa yang oleh para ilmuwan disebut sebagai "patahan/sesar naik".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Patahan ini menunjukkan transformasi berkelanjutan Merkurius karena inti pendinginnya.

Dikutip dari ZME Science, tanda-tanda pertama penyusutan muncul pada tahun 1974 ketika misi Mariner 10 NASA mengirimkan gambar-gambar dari lereng-lereng yang menyerupai tangga, yang melintasi permukaan planet.

ADVERTISEMENT

Lereng-lereng menyerupai bukit melengkung ini, yang kemudian dikenal sebagai "lobate scarps" mencapai ketinggian kilometer dan membentang ratusan kilometer di sepanjang permukaan. Mereka adalah tanda-tanda konkret pertama dari aktivitas geologi Merkurius.

Selanjutnya, wahana antariksa Messenger, yang mengorbit Merkuri dari tahun 2011 hingga 2015, memberikan wawasan yang lebih mendalam. Wahana ini mengungkapkan keberadaan banyak lereng tangga yang tersebar di seluruh planet, memperkuat keyakinan bahwa Merkurius memang sedang menyusut.

Memahami usia dari lereng-lereng ini menjadi sangat penting dalam mengurai catatan sejarah geologi Merkurius dan meramalkan masa depannya. Untuk menentukan usia mereka, para ilmuwan menggunakan metode yang berakar pada kepadatan kawah yang dihasilkan dari tumbukan. Semakin banyak kawah di suatu permukaan, semakin tua usianya karena telah terpapar oleh tumbukan kosmik selama periode yang lebih lama.

Namun, pendekatan ini tidaklah tanpa tantangan. Tata surya awal merupakan tempat yang jauh lebih kacau pada tahap-tahap awalnya, dengan tingkat tumbukan yang lebih tinggi daripada saat ini. Ini berarti bahwa jumlah kawah saja tidak dapat memberikan usia yang tepat, meskipun sebagian besar meyakini bahwa lereng-lereng yang melengkung di Merkurius berusia sekitar tiga miliar tahun.

Meskipun demikian, satu petunjuk kritis muncul dari hubungan kompleks lereng ini dengan kawah-kawah hasil tumbukan. Beberapa lereng curam menembus kawah yang lebih tua, dan kawah yang lebih muda sering kali tumpang tindih dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa bekas kawah mungkin sudah ada sebelum kawah yang lebih muda terbentuk.

Gempa Tektonik di Merkurius

Di Merkurius, skala "gempa bumi" ini (atau lebih tepatnya, gempa merkurius) kemungkinan besar terasa lebih kecil, mengingat ukuran planet tersebut. Berbeda dengan gempa bumi yang terjadi di Tohoku, Jepang pada tahun 2011 berkekuatan M 9 telah menyebabkan lompatan setinggi 20 meter pada patahan sepanjang 100 kilometer.

Berdasarkan pengamatan pada lereng curam Merkurius terjadi pemendekan massa total dua hingga tiga kilometer, sehingga akan memerlukan ratusan gempa berkekuatan M 9 untuk mengubah permukaan.

Hingga saat ini, bukti mengenai skala dan durasi pergerakan patahan di Merkurius masih langka. Namun terobosan muncul ketika peneliti doktoral, Benjamin Man dari The Open University, Milton Keynes, Inggris memerhatikan retakan kecil pada permukaan lereng. Temuan ini diartikan sebagai "graben", yaitu potongan tanah yang terletak di antara dua patahan paralel.

"Ketika kerak Merkurius mengalami kompresi, masing-masing irisan kerak akan membengkok dan didorong ke medan yang berdekatan, sehingga menghasilkan pembentukan graben," tulis para peneliti melalui makalah yang terbit di Nature Geoscience pada (2/10/2023).

Graben tersebut relatif kecil, lebarnya kurang dari satu kilometer, dan kedalamannya kurang dari 100 meter. Dengan mempelajari tingkat sejauh mana tumbukan benda-beda angka ke permukaan planet, para ilmuwan memperkirakan sebagian besar graben berusia kurang dari 300 juta tahun.

Penelitian yang dilakukan dengan bantuan gambar rinci Messenger telah mengidentifikasi 48 lobate scarp besar yang secara pasti terkait dengan graben kecil. Adapun 244 lobate scarp tambahan "kemungkinan" graben karena tidak terlihat jelas dalam gambar.

Temuan ini membuka babak baru dalam memahami aktivitas geologi Merkurius yang sedang berlangsung. Misi gabungan BepiColombo Eropa/Jepang yang akan beroperasi pada 2026 di orbit sekitar Merkurius pun jadi memiliki beberapa target utama eksplorasi.

Meskipun BepiColombo tidak akan mendarat di permukaan Merkurius atau memberikan data seismik, BepiColombo diharapkan mampu memberikan pengamatan lebih dekat pada graben dan fitur permukaan lainnya. Meliputi jejak batu besar dan jejak gempa Merkurius. Bukti tersebut dapat memberikan petunjuk tambahan tentang aktivitas geologis planet.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads