Salah satu hal menarik yang ingin diketahui para ilmuwan adalah bagaimana otak berhubungan dengan perilaku yang rumit, tak terkecuali otak pada hewan.
Sehingga pada sebuah penelitian yang baru-baru ini diterbitkan di jurnal Nature mengungkapkan temuan menarik tentang otak kelelawar. Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari University of California, Berkeley, dan telah membantu kita memahami otak kelelawar lebih dalam lagi.
Dimana kelelawar sendiri adalah hewan yang menarik bagi para peneliti. Mereka mempelajari otak kelelawar, terutama bagaimana otak ini membantu mereka bergerak dan berinteraksi dalam kelompok.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana temuan peneliti terkait otak kelelawar yang saling terhubung ini? Berikut penjelasannya.
Navigasi dan Koneksi Antara Otak dan Lingkungan Sosial
Banyak mamalia termasuk kelelawar dan manusia yang diyakini menggunakan suatu struktur otak yang disebut hipokampus untuk membantu mereka "memetakan" lingkungan sekitar.
Hal ini seperti peta mental yang membantu kita memahami dalam dunia yang kompleks. Dimana terdapat setiap neuron di hipokampus berfungsi seperti titik GPS yang "menyalakan" untuk menunjukkan lokasi kita.
Studi ini pun memfokuskan perhatiannya pada aktivitas otak kelelawar saat mereka terbang bebas di ruang penerbangan yang luas. Para peneliti menggunakan perangkat perekam dan pencitraan saraf nirkabel untuk "mendengarkan" apa yang terjadi dalam otak kelelawar saat mereka terbang.
Para peneliti menemukan bahwa otak kelelawar tidak hanya berfungsi untuk menunjukkan lokasi fisik mereka. Dalam lingkungan sosial mereka yang padat, neuron di hipokampus juga mengandung informasi tentang keberadaan kelelawar lain di sekitarnya.
Ketika kelelawar terbang menuju tempat pendaratan, aktivitas neuron yang terkait dengan lokasi tersebut juga mencerminkan informasi tentang apakah ada kelelawar lain di tempat tersebut. Bahkan lebih mengejutkan, aktivitas neuron ini dapat mengidentifikasi siapa kelelawar yang mereka tuju.
"Ini adalah salah satu makalah pertama yang menunjukkan representasi identitas pada otak non-primata."
"Dan yang mengejutkan, kami menemukannya di pusat yang seharusnya menjadi GPS otak. Kami menemukan bahwa ini masih berfungsi sebagai GPS, namun juga disesuaikan dengan dinamika sosial di lingkungan," ungkap Michael Yartsev, seorang profesor bioteknologi dan ilmu saraf di UC Berkeley.
Meskipun otak seharusnya berfungsi sebagai GPS, dalam konteks sosial ini, otak juga berfungsi sebagai alat yang sangat fleksibel yang membantu kelelawar berinteraksi dengan lingkungan sosial mereka.
Perilaku Kolektif
Selain itu, penelitian ini juga mengamati perilaku kolektif kelelawar dalam kelompok sosial mereka. "Hewan sosial, seperti manusia, akan berkoordinasi di ruang angkasa untuk mencapai tujuan yang berbeda," kata Forli.
"Mungkin hanya mengunjungi orang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan bergerak bersama-sama, seperti dalam kasus perilaku kolektif klasik atau bermain sepak bola. Atau mungkin bentuk kerja sama atau konflik lainnya," tambahnya.
Karena kerumitan dalam penelitian ini, Forli pun merasa skeptis tentang apakah dengan membiarkan sekelompok kelelawar terbang dan berinteraksi secara bebas akan memberikan hasil yang relevan tentang dasar saraf perilaku kolektif.
Namun, hasil penelitian ini sungguh mengagumkan. Para peneliti menemukan bahwa kelelawar secara spontan menetapkan beberapa tempat peristirahatan tertentu di dalam ruang penerbangan dan mengikuti lintasan yang sangat mirip saat bepergian di antara tempat-tempat tersebut.
Lebih mengejutkan lagi ialah " Kami menemukan bahwa jika Anda mengumpulkan sekelompok kecil kelelawar di sebuah ruangan, mereka tidak akan berperilaku acak, namun akan menunjukkan pola perilaku yang tepat," kata Forli. "Mereka akan menghabiskan waktu dengan individu tertentu dan menunjukkan tempat-tempat spesifik dan stabil yang mereka suka kunjungi."
Pola perilaku yang sangat terorganisasi ini memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi tidak hanya aktivitas saraf yang terkait dengan berbagai tindakan kelelawar, tetapi juga bagaimana aktivitas saraf berubah tergantung pada identitas kelelawar yang ada di lokasi target dan pergerakan kelelawar lainnya.
"Melalui merekam segelintir neuron dari struktur otak ini, kita benar-benar dapat mengetahui apa yang dilakukan kelelawar di ruang sosialnya," kata Michael Yartsev, profesor bioteknologi dan ilmu saraf di UC Berkeley. "Kami dapat mengetahui apakah mereka pergi ke lokasi kosong atau ke lokasi di mana terdapat individu lain, dan ini sungguh mengejutkan."
Penelitian ini juga menyatukan pengetahuan tentang navigasi dan perilaku sosial dalam konteks otak kelelawar. Temuan ini memperkuat hubungan fundamental antara kedua aspek ini dalam otak.
Hal ini juga membantu menjelaskan mengapa kerusakan pada hipokampus pada manusia terkait dengan aspek sosial dan spasial dari hilangnya memori pada penyakit neurodegeneratif seperti alzheimer.
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya pendekatan alami dalam penelitian ilmu saraf. Terlalu sering, penelitian otak dilakukan dalam kondisi "buatan" yang jauh dari lingkungan alami hewan. Namun, penelitian ini menunjukkan nilai besar dalam memahami otak dalam konteks perilaku alami.
Hal ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut tentang bagaimana otak hewan berfungsi dalam lingkungan sosial yang kompleks.
Temuan ini juga memiliki pemahaman baru dalam memahami otak manusia dan menekankan pentingnya pendekatan alami dalam penelitian ilmu saraf.
(pal/pal)