Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Seluruh Daerah dan Penyelesaiannya

ADVERTISEMENT

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Seluruh Daerah dan Penyelesaiannya

Devita Savitri - detikEdu
Minggu, 03 Sep 2023 09:00 WIB
Hari Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) diperingati setiap tanggal 14 Februari. Tahun ini, Hari PETA jatuh pada minggu ketiga di bulan Februari.
Foto: detikcom/dikhy sasra/Ilustrasi pemberontakan DI/TII
Jakarta -

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan konflik politik pertama yang terjadi di Indonesia pasca kemerdekaan. Gerakan ini menginginkan Indonesia berdiri sebagai negara islam.

Diketahui gerakan ini dimulai oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo sekitar tahun 1948-1949 di Jawa barat. Sejak saat itu, pemberontakan menyebar ke berbagai daerah lain yakni Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut ini latar belakang pemberontakan DI/TII di seluruh wilayah Indonesia selengkapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Seluruh Wilayah Indonesia

1. Pemberontakan DI/TII Jawa Barat

Dikutip dari Jurnal Pendidikan Sejarah Vol. 10(2), 188-201, Agustus 2021 berjudul Pengembangan Wall Chart Sejarah Pemberontakan DI/TII Jawa Barat oleh Moch Nurfahrul, dkk disebutkan bila hasil Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 menjadi salah satu motif munculnya gerakan Darul Islam.

Darul Islam dijelaskan tidak puas dengan hasil perundingan tersebut sehingga memicu perang saudara dengan kelompok nasionalis. Perjanjian itu juga mengharuskan Divisi Siliwangi Jawa Barat mengosongkan Jabar dan berpindah menuju Yogyakarta.

ADVERTISEMENT

Hal ini ditolak mentah-mentah oleh golongan Sabilillah dan Hizbullah dengan mengancam terjadinya pelucutan senjata bagi mereka yang berpindah.

Pada tanggal 10-11 Februari 1948, Kartosuwirjo dan Oni mengadakan Konferensi Pemimpin Umat Islam di Tasikmalaya yang menghasilkan ide pembentukan Negara Islam Indonesia (NII). Pada konferensi ini, juga terbentuk Tentara Islam Indonesia (TII) sebagai wujud gerakan perlawanan.

Di akhir tahun 1948, Ibu Kota Yogyakarta mendapat serangan dari Belanda. Momen ini dijadikan peluang bagi Kartosuwirjo untuk melakukan propaganda dan mengumumkan komando perang suci total untuk melawan Belanda.

TII diperintahkan untuk berjuang demi terwujudnya Negara Islam Indonesia. Sempat berpindah, Divisi Siliwangi kembali ke daerah Jawa Barat yang menimbulkan perang antara tiga pihak yakni TII, TNI dan Belanda.

Perang ini masih berlanjut sampai pertengahan tahun 1949 setelah diadakannya Perjanjian Roem Royen yang menciptakan kekosongan pemerintahan di beberapa daerah. Momen ini dimanfaatkan Kartosuwirjo untuk memproklamasikan Negara Islam Indonesia.

Pemerintah melakukan banyak upaya untuk menumpas pemberontakan Di/TII, salah satunya adalah serangan secara fisik. Pada tanggal 8 Desember 1950, DI/TII disebut sebagai organisasi terlarang dan berbagai operasi anti DI/TII terjadi di Jawa Barat.

Pada tahun 1960, Kodam VI Siliwangi melakukan usaha penumpasan secara intensif, salah satunya dengan operasi pagar betis. Operasi itu berhasil menangkap Kartosuwirjo dan ia dijatuhi hukuman mati.

2. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah

Gerakan DI/TII di Jawa Barat berpengaruh dan diikuti daerah Jawa Tengah. Dikutip dari buku Ensiklopedia Pelajar dan Umum, operasi gerakan pemberontak ini terjadi di daerah Brebes, Tegal, dan Pekalongan yang dipimpin oleh Amir Fatah pada tanggal 23 Agustus 1949.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah membentuk pasukan khusus bernama Banteng Raider. Melalui operasi banteng Raiders, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ditumpaskan.

3. Pemberontakan DI/TII Aceh

Di Aceh, pemberontakan DI/TII dipimpin oleh ulama besar Aceh yang sangat disegani yakni Tengku Muhammad Daud Beureueh. Pemberontakan ini bermula dari rencana pemerintah pusat menurunkan status Aceh menjadi Keresidenan.

Aceh juga ingin digabung ke dalam provinsi Sumatera Utara di tahun 1950. Sebagai jawaban dari rencana tersebut, Daud Beureuh menyatakan Aceh adalah bagian dari Negara Indonesia Islam pimpinan Kartosuwirjo pada tanggal 21 September 1953.

Untuk menumpaskan pemberontakan ini, pemerintah menempuh operasi militer dan perundingan. Hingga akhirnya pada tahun 1962, tercapai kesepakatan melalui Kerukunan Rakyat Aceh yang diadakan atas inisatif Kolonel Yasin.

4. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar dengan nama gerakan Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Konflik terjadi ketika Kahar memintah personil KGSS dimasukkan ke dalam APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) namun permintaan itu ditolak pemerintah pusat.

Karena kecewa dengan penolakan tersebut, Kahar melakukan kekacauan di berbagai tempat bersama KGSS. Di tahun 1952, Kahar menyatakan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia.

Karena hal tersebut, pemerintah segera bertindak dengan mengirimkan operasi militer ke Sulawesi Selatan. Hingga akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak mati dan mengakhiri pemberontakan di Sulawesi Selatan.

5. Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan

DI/TII Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang memiliki pemberontakan bernama Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT). Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat dan menyatakan Kalimantan Selatan merupakan bagian dari Negara Indonesia Islam.

Untuk memadamkan pemberontakan tersebut, pemerintah awalnya ingin menempuh jalan damai melalui jalur perundingan. Namun, jalur ini gagal dan menempuh operasi militer.

Pada tahun 1963, Ibnu Hajar tertangkap dan dijatuhi hukuman mati. Pemberontakan pada pun berakhir.




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads