5 Cara Praktis Cegah Kekerasan pada Anak buat Orang Tua

ADVERTISEMENT

5 Cara Praktis Cegah Kekerasan pada Anak buat Orang Tua

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 25 Agu 2023 09:00 WIB
12 Kebiasaan Buruk Anak di Rumah yang Perlu Diperhatikan Orang Tua
Coba cara cegah kekerasan pada anak berikut yuk di rumah. Orang tua dan wali murid, simak ya! Foto: Getty Images/hxyume
Jakarta -

Pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Salah satu langkah pencegahan bisa dilakukan orang tua dari rumah.

Hal tersebut diungkapkan psikolog anak dan remaja Vera Hadiwidjojo dalam SMB: Pendidikan Berkualitas tanpa Kekerasan melalui Permendikbudristek PPKSP, Kamis (24/8/2023).

Berikut sejumlah cara praktis mencegah kekerasan pada anak bagi orang tua dari rumah:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara Cegah Kekerasan pada Anak dari Rumah

Komunikasi rutin dengan anak 10-15 menit per hari

Vera menuturkan, luangkan waktu berkomunikasi untuk memastikan anak tidak mengalami kekerasan. Ia menjelaskan, komunikasi rutin ini bertujuan agar orang tua dan anak mengalami percakapan yang hangat, berisi tawa. Untuk itu, orang tua perlu mengetahui apa yang sedang digandrungi anak.

"Misalnya anak suka bola, orang tua belajar sedikit tentang bola. Anak sekarang punya media sosial, terutama yang remaja. Bapak-ibu bisa lihat, apa yang di-follow sama anak, kita follow juga akun itu. Tujuannya supaya kita update info untuk bahan kita ngobrol di komunikasi rutin dengan anak ini," jelasnya.

ADVERTISEMENT

"Kalau anak TK-SD masih banyak waktunya. Yang akan lebih challenging kalau anak sudah mulai SMP, SMA, yang waktu sekolahnya lebih panjang, dan waktu sekolahnya lebih padat. Nah ini usahakan diadakan ya, tanya bagaimana hari ini," imbuhnya.

Vera menambahkan, percakapan juga bisa dimulai dengan bercerita alih-alih bertanya.

"Misalnya, 'Eh Ayah tadi ikut webinar Kemendikbud, menarik lho. Bahasannya tentang ini-ini.' Anak mendengarkan. Jadi buat anak nyaman dengan komunikasi rutin ini. Apapun yang kita mau tahu, mereka juga mau bilang sendiri nantinya," terangnya.

Ia menggarisbawahi, komunikasi rutin ini jangan melibatkan pertanyaan template seperti tentang PR, nilai, dan ulangan.

"Komunikasi ini jangan diisi dengan ada PR atau tidak, dapat nilai berapa, ulangannya bisa atau tidak. Jadinya besok-besok kalau ditanya, jawaban anak akan pendek-pendek aja: udah, biasa, gapapa, aman," jelasnya.

Evaluasi pengasuhan: apakah mengandung kekerasan?

Vera menjelaskan, cek kembali apakah pengasuhan di rumah selama ini mengandung kekerasan. Contohnya yakni anak diberikan hukuman fisik, menjadi korban kekerasan orang tua.

Evaluasi apa yang dilihat anak: hubungan orang tua, tontonan, dan games

Apa yang disaksikan anak di rumah dapat berupa pertengkaran orang tua dan kekerasan di rumah, baik dari anggota keluarga, tontonan, dan games. Vera mengatakan, hal-hal yang dilihat anak tersebut berisiko membuatnya menganggap kekerasan merupakan hal yang biasa saja.

"Lalu tontonan, apa yang ditonton anak, video games apa yang dimainkan. Sesuai tidak dengan usia si anak ini. Kalau tidak, akan berdampak negatif," ucapnya.

Ajarkan anak cara menyelesaikan konflik

Vera menambahkan, penting untuk mengajarkan dan mencontohkan anak cara menyelesaikan konflik.

"Bagaimana cara ibu menyelesaikan konflik? Apakah langsung ada piring terbang, apakah bisa dengan bicara, diskusi. Anak juga perlu punya tools ini. Ketika dia misalnya ada konflik di sekolah, tidak suka misalnya dengan cara guru menegur dia, nah kita ajarkan bagaimana caranya bicara secara asertif, jujur tetapi tidak menyinggung orang lain. Itu perlu diajarkan dan dicontohkan di rumah," terangnya.

Asah Empati

Asah empati anak menurut Vera dapat bantu anak berempati pada korban saat menjadi saksi kekerasan. Empati juga bantu anak merasa bertanggung jawab mencegah dan melerai di perbuatan kekerasan, serta membantu korban.

Vera menjelaskan, cara mengasah empati anak yaitu dengan memperlakukannya dengan berempati. Langkahnya yakni dengan memahami apa yang dirasakan anak, mau mendengarkan anak, sehingga ia merasa dihargai, perasaannya diterima dan dipahami. Dengan demikian, sang anak juga memahami caranya berempati pada orang lain.

"Caranya bagaimana? Bawa ke panti asuhan boleh saja. Tetapi yang lebih penting adalah perlakukan anak juga secara empatik," pungkasnya.




(twu/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads