Saat Sukarno & Wikana Bersitegang Jelang Rengasdengklok, Suasana Rapat Sempat Hening

ADVERTISEMENT

Saat Sukarno & Wikana Bersitegang Jelang Rengasdengklok, Suasana Rapat Sempat Hening

Novia Aisyah - detikEdu
Kamis, 17 Agu 2023 12:00 WIB
Rumah Djiauw Kie Siong yang menjadi saksi bisu Peristiwa Rengasdengklok
Foto: Istimewa (dok. Buku Peristiwa Rengasdengklok karya Her Suganda)
Jakarta -

Kabar mengenai kekalahan Jepang secara tak bersyarat kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945, didengar secara sembunyi-sembunyi melalui radio luar negeri oleh kalangan pemuda pejuang. Pada waktu itu, berita kekalahan selalu ditutup-tutupi oleh pemerintah militer Jepang.

Tanggal 14 Agustus 1945 sore hari, Sutan Syahrir mendengar kabar kekalahan Jepang. Dia memberi tahu Ir Sukarno dan Moh Hatta sekaligus mendesak untuk segera memproklamirkan kemerdekaan. Desakan itu turut disertai jaminan bahwa kemerdekaan akan didukung gerakan pemuda revolusioner dan kesatuan PETA.

Kendati demikian, Ir Sukarno dan Hatta menyangsikan berita kekalahan ini lantaran baru tiba dari Dalat untuk menghadap Jenderal Terauchi. Keduanya juga meragukan kemampuan pemuda untuk mengalahkan Jepang dan mengkhawatirkan adanya pertumpahan darah yang sia-sia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 15 Agustus 1945 Sukarno, Hatta, dan Subardjo mengunjungi pejabat Jepang untuk bertanya mengenai situasi perang. Rupanya, Gunseikan (kepala pemerintahan pada masa penjajahan) dan para pejabat lain tengah rapat di Markas Besar Angkatan Perang Jepang.

Atas usul Subardjo, rombongan tokoh nasional itu mencoba mendapatkan informasi mengenai situasi perang yang sebenarnya ke kantor Laksamana Maeda. Di tempat itulah ketiganya mendapatkan informasi.

ADVERTISEMENT

Maeda menjelaskan bahwa berita kekalahan Jepang di radio, memang dari Sekutu. Namun, berita langsung dari Tokyo belum ada.

Setelah penjelasan ini, ketiga tokoh itu menggagas rapat dengan seluruh anggota PPKI. Pada waktu yang sama tanggal 15 Agustus, Sutan Syahrir dan kelompoknya telah menyebarkan selebaran yang menyatakan antiJepang. Mereka juga mengorganisir para pemuda pelajar di berbagai kota di Jawa untuk mengambil alih kekuasaan.

Sore harinya, para pemuda menjemput anggota PPKI yang tengah menginap di Hotel Des Indes untuk dibawa ke Asrama Prapatan 10. Padahal, rencananya sore itu anggota PPKI akan melakukan pertemuan nonformal dengan Ir Sukarno dan Hatta. Rencana ini gagal karena para pemuda memaksa mereka untuk ikut serta.

Para anggota PPKI dipaksa mendengarkan paparan Sutan Syahrir mengenai kekalahan Jepang. Dia berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia tidak perlu diterima sebagai hadiah dari Jepang dan harus dibentuk sendiri oleh Indonesia, lalu diproklamasikan ke seluruh dunia.

Sukarno dan Wikana Bersitegang

Pasca pertemuan tersebut, para anggota PPKI tidak diperbolehkan meninggalkan tempat. Ketika larut malam, mereka baru diantar kembali ke Hotel Des Indes.

Pada waktu yang sama 15 Agustus, para pemuda mengadakan rapat jam 20.00 di ruang belakang gedung Bakteriologi Laboratorium Pegangsaan Timur 16 yang kemudian menjadi FKUI bagian mikrobiologi dan ilmu kedokteran komunitas.

Dikutip dari Sejarah Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang diterbitkan Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta-Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990/1991), mereka meninjau keadaan kritis dan mencari kemungkinan mendapatkan manfaat dari kesempatan in.

Rapat para pemuda memutuskan proklamasi kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan asing. Kemudian, Wikana dan Darwis diminta untuk menyampaikan keputusan rapat golongan pemuda kepada Sukarno dan Hatta.

Pukul 22.00, para utusan pemuda diterima oleh Sukarno di kediamannya, Jalan Pegangsaan Timur nomor 56. Jawaban Sukarno pada saat itu adalah, penyerahan resmi belum ada, kemerdekaan Indonesia pasti tercapai dan tinggal waktu saja.

Saat pembicaraan itu terjadi, Moh Hatta, Subardjo, Boentaran, Sanusi, dan Iwa Kusuma Sumantri datang.

Moh Hatta pun menyambung pembicaraan Sukarno dan mengatakan untuk menunggu berita resmi menyerahnya Jepang. Para utusan kecewa.

Wikana mengatakan, apabila Sukarno tidak mengeluarkan pengumuman saat itu juga, maka akan ada pertempuran besar-besaran esok harinya. Sukarno pun mendidih mendengar hal ini.

Sukarno berdiri menghampiri Wikana. "Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga, tidak usah menunggu sampai esok," seru Sukarno.

Wikana pun mundur dan suasana seketika hening. Beberapa menit kemudian, pertemuan bubar. Wikana dan Darwis menuju Cikini 71 untuk melaporkan kepada forum rapat pemuda yang sedang berlanjut.

Sutan Syahrir Tak Setuju Rencana Para Pemuda

Rapat pemuda itu dihadiri juga oleh kelompok Sukarni dan PETA. Rapat ini memutuskan, malam itu Sukarno dan Hatta harus dijauhkan dan diamankan dari segala siasat Jepang.

Saat rapat ini berlangsung, Sutan Syahrir tidak ikut. Tengah malam dia dibangunkan oleh Soebadio dan diinformasikan mengenai putusan rapat untuk mengamankan Sukarno dan Hatta.

Sutan Syahrir terkejut karena dia tidak menyetujui rencana ini. Meski begitu, dia tak dapat berbuat apa-apa karena hal ini merupakan keputusan rapat. Oleh sebab itu, Sutan Syahrir dan para golongan pemuda yang masih di Jakarta mempersiapkan keperluan proklamasi.

Sebagaimana keputusan para pemuda, tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30, Ir Sukarno dan keluarga serta Moh Hatta dibawa ke Rengasdengklok (markas PETA), Karawang.




(nah/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads