Sejumlah negara bekas jajahan seperti Malaysia dan Singapura memiliki kefasihan bahasa pemerintah kolonialnya dahulu. Hal ini berbeda dengan masyarakat Indonesia yang tak diwarisi kefasihan berbahasa asing. Namun, pengaruh Belanda terkait bahasa terletak pada banyaknya kata serapan di bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Belanda.
Kata-kata serapan masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui empat cara yakni adopsi, adaptasi, penerjemahan dan kreasi. Sedangkan bahasa Indonesia sendiri tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sudah dipergunakan sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) sejak dahulu.
Ada banyak kata serapan dari bahasa Belanda seperti: apotheek-apotek, ananas-nanas, fabriek-pabrik, handdoek-handuk, hengsel-engsel, harloge-arloji, ingenieur-insinyur dan masih banyak lagi. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasan Warga RI Tak Bisa Bahasa Belanda
Dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (16/8/2023) peneliti sejarah dari Nanyang Technological University, Christopher Reinhart menjelaskan ada perbedaan corak kolonialisme Belanda dan negara penjajah lain seperti Inggris di Malaysia. Inggris melakukan 'invasi' kultural Barat ke masyarakat Melayu secara sengaja.
Invasi ini membuat kebudayaan lokal membaur dengan kebudayaan Barat atau bahkan hingga menghilang. Kebijakan ini membuat orang Melayu cukup pandai berbahasa Inggris.
Sedangkan Belanda tidak, mereka mengambil sikap berbeda terhadap kebudayaan lokal yang berujung pada rendahnya tingkat kefasihan bahasa Belanda di masyarakat. Ada dua alasan yang mendasari hal tersebut, yakni:
1. Struktur Kolonialisme Belanda
Masyarakat lokal Indonesia saat itu memiliki struktur yang berbeda dengan orang Belanda. Orang Belanda disebut berada di kelas paling atas sedangkan penduduk lokal memiliki kasta terbawah.
Dalam perspektif orang Belanda, bila mereka menyebarkan kebudayaan maka sama saja menganggap penduduk lokal setara secara kultural. Karena hal itulah, Belanda memilih menjaga struktur mereka dan tidak membagikan kebudayaan Belanda.
2. Ciri Negara Kolonial
Reinhart menyatakan Belanda selalu melihat penduduk lokal Indonesia dari perspektif eksploitasi ekonomi sebagai ciri negara kolonial. Jadi, mereka tidak masalah bisa tidak menyebarkan kebudayaan.
Yang penting menurut mereka adalah melakukan eksploitasi dan memberikan keuntungan secara ekonomi.
"Snouck Hurgronje, salah satu pejabat pemerintah kolonial, pernah mengatakan bahwa, 'Masalah kebudayaan tidak usah dipaksa. Biarlah bertumbuh dengan sendirinya, tanpa menghilangkan budaya lokal'," ujar Reinhart.
Dua sikap Belanda ini berlangsung dari mulai fase eksploitasi tanam paksa di tahun 1839 hingga pertentangan politik balas budi atau politik etis di tahun 1900-an.
Orang Belanda hanya fokus kepada aspek ekonomi dan tidak mau merusak kebudayaan lokal. Apalagi pada masa politik etis diterapkan, pada masa itu menginvasi budaya lain dinilai tidak baik.
Meski begitu, bukan berarti penduduk lokal tidak boleh mengadopsi kebudayaan barat. Karena Belanda sendiri tidak tertutup soal itu dan banyak penduduk juga mengadopsi kebudayaan Belanda.
Walaupun tidak bisa berbahasa Belanda, Reinhart menyatakan orang Indonesia seharusnya tidak perlu kecewa. Sebab, bahasa Belanda bukan bahasa pergaulan internasional.
(nah/nah)