Baru-baru ini, Instagram menghadirkan layanan centang biru berbayar di Instagram dan Facebook. Dengan membayar Rp 100 ribu-Rp 130 ribu per bulan, pengguna bisa menampilkan centang biru di profil media sosialnya.
Munculnya layanan ini langsung digandrungi masyarakat. Meski demikian, fenomena banyaknya orang yang membeli centang biru menuai berbagai respons.
Radius Setiyawan selaku Dosen Desain Komunikasi Visual (DKV) turut memberikan tanggapan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dulu centang biru hanya bisa didapatkan oleh pengguna terkenal seperti politisi, eksekutif, influencer dan organisasi yang menandakan legitimasi pengguna, kini centang biru bisa menjadi milik siapa saja, asal mereka punya uang untuk membayar," ujar Radius dalam situs UM Surabaya, Selasa (8/8/2023).
Bakal Ciptakan Kasta Digital
Dosen pengampu mata kuliah kajian media dan budaya itu menjelaskan, kehadiran centang biru akan menciptakan sistem kasta digital terhadap mereka yang mampu dan kurang mampu.
"Era digital seperti saat ini kesempatan mengakses informasi terbuka bagi semua kelas, kalau sudah begitu hasrat ingin diakui semakin besar," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan media yang sebelumnya diimajinasikan menjadi ruang bebas aktif untuk semua golongan atau strata sudah mulai pudar.
Bentuk Pengakuan Diri
Menurutnya, dalam konteks pengakuan diri, menjadi berbeda dan membedakan diri dengan yang lain menjadi sangat penting. Terlebih dunia digital memberikan kesempatan tersebut.
Membeli akun centang biru termasuk dalam bagian dari ingin diakui. Selain itu, Radius menambahkan bahwa kondisi di atas jamak terjadi di era digital.
"Keberadaan manusia sekarang ini sangat tergantung pada simbol-simbol yang menempel pada citra diri. Eksistensinya diri sangat tergantung dari seberapa aktif ia memamerkan dirinya di dunia digital," pungkas Radius.
(nir/nwy)