Survei Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan, 82,6 persen atau 704 responden jurnalis perempuan pernah mengalami kekerasan seksual. Hanya 17,4 persen responden yang menyatakan tidak pernah mengalami kekerasan seksual selama berkarier jurnalistik.
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Olivia C Salampessy menuturkan, fenomena gunung es ini memprihatinkan, terlebih mengingat hakikat jurnalis perempuan sebagai perempuan pembela HAM.
"Kejadiannya tidak hanya di ranah daring, 37 persen juga luring. 58 persen body shaming, lalu catcalling. Berdasarkan UU Tindak Pidana Seksual, ini sudah masuk unsur pidana," kata Olivia dalam Diskusi Publik Keamanan Jurnalis, Tanggung Jawab Siapa? yang digelar AJI bersama Usaid dan Internews di Hotel Morrissey Jakarta, Senin (7/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jurnalis perempuan adalah perempuan pembela HAM, ia punya hak-hak yang harus dilindungi negara. Perempuan rentan ancaman dan diskriminasi, tidak hanya karena jurnalis, tetapi karena dia perempuan, baik karena subordinat, marginalisasi, dan stereotip di masyarakat," imbuhnya.
Olivia berharap, riset AJI ini ditindaklanjuti baik dari segi korban kekerasan maupun rekan-rekan di perusahaan dan organisasi pers, serta jurnalis sendiri.
"Bagaimana korban yang alami kekerasan, apa yang sudah dilakukan? Bagaimana teman-teman di perusahaan pers, organisasi pers, jurnalis sendiri, apa yang dilakukan dengan berbagai kekerasan ini. Kita belum ada mekanisme komprehensif untuk perempuan pembela HAM, mekanisme nasional perlindungan perempuan pembela HAM, termasuk jurnalis," tuturnya.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan, pihaknya sendiri tengah merancang pedoman peliputan kekerasan seksual. Pedoman ini berangkat dari newsroom sendiri.
"Kita buka datanya, agar kekerasan seksual di newsroom juga tidak terjadi," kata Arif.
Ia menjelaskan, pedoman ini meliputi penggunaan istilah yang tepat, tidak merundung dan tidak bias laki-laki.
"Dalam beberapa waktu ke depan, penerapan atas pedoman kekerasan seksual di newsroom jadi dasar verifikasi faktual Dewan Pers ke perusahaan pers. Jadi kalau sudah ada, ini bisa memaksa agar media pun punya concern ke isu perempuan," pungkasnya.
(twu/pal)