Antraks Merebak di Gunungkidul, Pakar Unair Soroti Tradisi Ini

ADVERTISEMENT

Antraks Merebak di Gunungkidul, Pakar Unair Soroti Tradisi Ini

Nikita Rosa - detikEdu
Senin, 10 Jul 2023 17:00 WIB
Puluhan sapi di Desa Gentan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten divaksin antraks, Selasa (8/2/2022)
Pakar Unair Soroti Tradisi Memakan Daging Ternak Mati. (Foto: Achmad Syauqi/detikJateng)
Jakarta -

Penyakit antraks di Gunungkidul telah memakan korban jiwa. Wabah ini muncul setelah warga mengonsumsi daging sapi yang telah dikubur.

Anthrax atau antraks adalah penyakit menular serius yang disebabkan oleh bakteri gram positif berbentuk batang yang dikenal sebagai Bacillus anthracis. Menurut situs Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC), bakteri ini dapat membentuk spora resisten.

Bakteri Bacillus anthracis bisa berubah menjadi bentuk spora bila bertemu dengan udara dan akan mempunyai ketahanan yang sangat kuat bertahan di lingkungan atau tanah hingga berpuluh tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejadian antraks di Gunungkidul memunculkan keprihatinan banyak pihak, termasuk pakar kedokteran hewan asal Universitas Airlangga (Unair), Dr Nusdianto Triakoso MP drh. Dr Nus menyampaikan, terdapat tradisi dari memakan ternak mati. Tradisi ini bernama Mbrandu.

Tradisi Mbrandu

Tradisi Mbrandu merupakan kebiasaan membeli dan memakan ternak mati demi meminimalkan risiko keuangan yang terjadi. Dr Nus menyebutkan bahwa hal tersebut sebagai kebiasaan yang umum ada.

ADVERTISEMENT

"Kalau di tempat lain biasa disebut dengan dipurak atau pemotongan dan pembagian daging hewan ternak yang hampir atau sudah mati," katanya dalam situs Unair dikutip Senin (10/7/2023).

Meski demikian, Dr Nus mengatakan bahwa tidak semua ternak mati positif antraks. Namun, kebiasaan memakan ternak yang sudah mati merupakan kebiasaan yang buruk.

"Sebaiknya ada edukasi dari berbagai sudut pandang, baik sisi ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga, hewan yang sakit atau sudah mau mati, bahkan sudah dikubur, tidak dipotong, disembelih, dan dikonsumsi," jelasnya.

Tingkatkan Edukasi

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair tersebut menyarankan pemerintah dan dinas terkait untuk dapat melacak dan menangani sumber penularan hewan ternak yang terdeteksi antraks. Selain itu, perlu adanya edukasi utamanya pada tradisi mbrandu, ataupun gejala dan penyembuhan penyakit antraks pada hewan maupun manusia.

"Harus mengingatkan para peternak untuk segera melaporkan seluruh hewan ternak yang mati tiba-tiba. Juga tidak boleh membuka atau membelah ternak yang mati tiba-tiba di daerah endemik athraks. Bangkai ternak yang teridentifikasi antraks harus diburan minimal kedalaman dua meter dan ditaburi kapur. Harapannya agar bakteri tersebut mati dan tidak muncul ke permukaan tanah dan berpotensi menularkan ke hewan dan atau manusia," sebutnya.




(nir/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads