Homo sapiens diketahui telah ada sekitar 300.000 tahun yang lalu, berdasarkan penemuan fosilnya. Diketahui selama 96% manusia hidup di dunia, manusia akan bergantung pada berburu hewan, memancing dan mengumpulkan tanaman liar untuk makan.
Hal itu menyebabkan pemahaman akan gaya hidup masyarakat berburu-pengumpul sangat penting untuk dilakukan. Pasalnya, pemahaman tersebut dapat membuat kita mengetahui kekuatan evolusi yang membentuk spesies kita saat ini.
Sayangnya, kita memiliki keterbatasan dalam memahami masa tersebut karena masyarakat kuno tidak meninggalkan tulisan yang dapat menginformasikan kita terkait cara hidup mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut menyebabkan kita hanya akan membuat kita berasumsi terkait kehidupan masa lampau. Salah satu asumsi yang telah lama berlaku ialah pria akan mengemban peran sebagai pemburu, sementara perempuan akan mengumpulkan produk tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Lantas, apakah benar asumsi terkait hanya pria yang melakukan perburuan? Yuk, detikers kita simak faktanya.
Perempuan Turut Berburu Membawa Anak Mereka
Tahukah kalian bahwa hingga saat ini sebenarnya masih ada kelompok masyarakat yang mengadopsi gaya hidup berburu-pengumpul, di tengah gempuran dunia yang telah terindustrialisasi, seperti yang dikutip dari laman ZME Science.
Gaya hidup berburu-pengumpul saat ini dapat kita jumpai pada suku Tiwi di Australia, suku Hadza di Tanzania utara, suku Ganij di Papua Nugini, dan suku Matses di Amazon Brazil.
Selanjutnya, Abigail Anderson dari Seattle Pacific University, Amerika Serikat melakukan penelitian untuk meninjau temuan studi sebelumnya dan data yang dikumpulkan dari 63 masyarakat berburu-pengumpul yang masih hidup di dunia.
Studi tersebut menemukan bahwa dalam 79% masyarakat yang dianalisis, perempuan secara aktif ikut berburu, tanpa memandang status mereka sebagai ibu. Namun, para pemburu perempuan tetap menjalankan peran mereka sebagai ibu dengan membawa anak-anak mereka dalam ekspedisi berburu, termasuk bayi.
Ternyata, lebih dari 70% perempuan yang berburu akan melakukan perburuan dengan sengaja dan secara khusus akan menargetkan hewan buruan. Selain itu, perempuan juga menunjukkan berbagai pilihan senjata dan strategi berburu yang beragam, acap kali melampaui kemampuan pria.
Sebagai contoh, perempuan Agrta di Filipina akan menggunakan pisau dan akan berburu di siang hari. Sementara, kaum pria akan berburu dengan menggunakan busur dan anak panah, serta berburu sendirian di malam hari atau bersama dengan satu rekannya.
Saat berburu perempuan juga menunjukkan preferensi yang berbeda dalam memilih jenis buruan dibandingkan rekan pria mereka.
Sebagai contoh, perempuan Tiwi di Australia akan berburu hewan kecil, sementara pria berburu hewan besar. Di sisi lain perempuan Matses di Amazon Peru, memiliki keahlian untuk berburu hewan besar dengan menggunakan tongkat dan golok.
Selain itu, studi ini juga mengungkap peran penting perempuan dalam mengajarkan praktik berburu. Pasalnya, mereka dinilai cukup aktif terlibat dalam menyampaikan pengetahuan berburu.
Bukti Menunjukkan Perempuan Ikut Berperang
Muncul sebuah asumsi bahwa perempuan yang memiliki kemampuan berburu yang sama produktifnya dalam masyarakat berburu-pengumpul kuno, berarti mereka juga memiliki kemampuan untuk mengolah senjata yang digunakan dalam perang.
Bukti ditemukan oleh Randall Hass, seorang arkeolog di University of California, AS yang menggambarkan pemakaman seorang pemburu perempuan berusia 9.000 tahun di Pegunungan Andes.
Ia menemukan tempat peristirahatan terakhir itu berisikan seperangkat alat batu yang kemungkinan digunakan untuk berburu, membantai, dan mempersiapkan kulit hewan.
Temuan yang saat ini diketahui tentu menantang stereotip yang sudah melekat sejak lama di masyarakat. Selain itu, bukti ini juga mengubah narasi yang berlaku tentang peran gender dalam masyarakat berburu-pengumpul.
Sebelumnya, stereotip semacam itu telah mempengaruhi interpretasi arkeologi, yang menyebabkan beberapa peneliti ragu ketika akan mengaitkan objek-objek yang dikuburkan bersama perempuan dengan alat-alat berburu.
Temuan dalam studi ini membuat peneliti mendesak untuk melakukan evaluasi kembali akan bukti-bukti tersebut dan memperingatkan terhadap pemakaian gagasan yang salah bahwa pria adalah pemburu sementara perempuan adalah pengumpul dalam upaya penelitian di masa depan.
Penelitian yang dilakukan di Seattle Pacific University, yang dilakukan dengan membawa bukti dari berbagai budaya di seluruh dunia, menunjukkan dengan tegas bahwa perempuan secara aktif berpartisipasi dalam berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam sebagian besar masyarakat pemburu-pengumpul.
Pengetahuan baru ini akan memperdalam pemahaman kita terkait dinamika gender dalam masyarakat dan menantang prasangka yang telah bertahan selama berabad-abad.
(pal/pal)