Mengapa Zaman Es Berakhir 10.000 Tahun Lalu?

ADVERTISEMENT

Mengapa Zaman Es Berakhir 10.000 Tahun Lalu?

Martha Grattia - detikEdu
Selasa, 27 Jun 2023 18:00 WIB
13th December 1951:  The footprint of the Abominable Snowman, taken near Mount Everest.  (Photo by Topical Press Agency/Getty Images)
Kenapa zaman es berakhir 10.000 tahun yang lalu? Begini perkiraan sejumlah peneliti. Foto: Getty Images
Jakarta -

Bumi keluar dari zaman es terakhirnya hampir 10.000 tahun yang lalu. Saat itu hamparan es luas di sekitar kutub mencair dan melelehkan gletser yang menutupinya selama hampir 100.000 tahun. Namun, apa penyebab zaman es akhirnya berakhir?


Dilansir dari laman Live Science, para ilmuwan masih mencari jawaban pasti mengapa zaman es berakhir. Salah satunya Brenda Hall, seorang ahli geologi glasial sekaligus dosen ilmu Bumi dan iklim di University of Maine.

Siklus Milankovitch


Hall mengungkapkan, sederhananya, zaman es bermula dan berakhir akibat serangkaian eksentrisitas dan goncangan di orbit planet. Rangkaian tersebut dikenal sebagai siklus Milankovitch. Nama siklus ini diambil dari nama ilmuwan Serbia Milutin Milankovitch, yang menggambarkan pola orbit Bumi dan kemiringan sumbu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Milankovitch menemukan bahwa faktor-faktor ini bergabung secara berkala. Akibatnya, tanah pada 65 derajat Lintang Utara (LU) menjadi lebih hangat dari biasanya. Ia berteori bahwa pemanasan yang diikuti pendinginan di Belahan Bumi Utara menyebabkan terjadinya siklus planet zaman es atau interglasial.

"Sederhananya, kita dapat mengatakan bahwa zaman es sejalan dengan osilasi Milankovitch ini, tetapi kami tidak tahu persis mengapa" kata Hall.

ADVERTISEMENT

Namun, sementara ada bukti bahwa siklus Milankovitch mendorong pasang surut zaman es, banyak ahli glasiologi modern tidak menganggap hubungan siklus yang dilaporkan dengan zaman es benar-benar terbukti.

Suhu Lebih Hangat

Lalu bagaimana pemanasan di satu belahan Bumi mampu mencairkan gletser di belahan bumi lain? Menurut Hall, perubahan intensitas sinar Matahari akibat siklus Milankovitch yang akan menghasilkan suhu lebih hangat di utara menyebabkan penurunan suhu di selatan.

Dalam beberapa tahun terakhir, ahli glasiologi mencoba untuk mengisi celah antara apa yang diketahui tentang siklus Milankovitch dan zaman es di Bumi. Hall mengungkapkan bahwa yang perlu ditelusuri ialah bagaimana siklus ini mendinginkan dan menghangatkan seluruh planet sekaligus, bukan hanya satu belahan Bumi pada satu waktu.

Periode Younger Dryas

Salah satu perkiraan yang mungkin terjadi yaitu periode Younger Dryas (12.900 hingga 11.700 tahun yang lalu). Sebelumnya, Belahan Bumi Utara menghangat 13.000 tahun yang lalu, menyebabkan lelehan dan gunung es membanjiri utara Samudra Atlantik. Akibatnya, terjadi pendingin sementara di Belahan Bumi Utara.

Beberapa bukti menunjukkan bahwa Younger Dryas mempengaruhi arus lautan. Caranya dengan menyebabkan selatan Atlantik memanas, mengaduk lautan, dan melepaskan berton-ton karbon dioksida yang tersimpan ke atmosfer. Akibatnya, gletser di Belahan Bumi Selatan mencair selama 1.500 tahun ke depan.

Alhasil, atmosfer yang lebih kaya karbon diperkirakan terus menghangatkan kedua belahan Bumi. Akibatnya, planet ini keluar dari zaman es.

Perubahan Iklim

Hipotesis lain yang diterbitkan 2021 lalu mengungkapkan bahwa panjang intensitas musim dingin di Belahan Bumi Selatan dapat menentukan kapan zaman es berakhir. Kebalikan dari teori Milankovitch, ini menunjukkan bahwa musim panas belahan utara mendorong perubahan iklim.

Namun, musim dingin yang panjang di Belahan Bumi Selatan mengubah pola angin di dekat daerah tropis, yang sering menimbulkan badai di wilayah Samudra Pasifik. Perubahan angin ini menimbulkan badai, lalu akhirnya melepaskan uap air dalam jumlah besar, yang dapat dampaknya serupa gas rumah kaca.

Aliran Air Asin Samudra Hindia ke Samudra Atlantik

Hipotesis lain yaitu air asin yang mengalir dari Samudra Hindia ke Samudra Atlantik membantu mengakhiri zaman es terakhir. Samudra Hindia menjadi sangat asin karena penurunan permukaan laut telah memicu arus kritis dari Pasifik ke Samudra Hindia

Perubahan pola dan arus angin di Samudra Hindia ini menyebabkan Samudra Hindia membuang berton-ton air asin yang pekat ke Samudra Atlantik, mengubah arus dan suhunya di Belahan Bumi Utara dan Selatan.

Saat ini, masih diperlukan banyak bukti untuk mengetahui dengan pasti apakah salah satu hipotesis di atas benar. Karena itu, para ahli glasiologi terus menyelidiki alasan mengapa zaman es berakhir.




(twu/twu)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads