Kenapa Masyarakat Indonesia Jarang Memiliki Nama Keluarga?

ADVERTISEMENT

Kenapa Masyarakat Indonesia Jarang Memiliki Nama Keluarga?

Devita Savitri - detikEdu
Selasa, 27 Jun 2023 10:00 WIB
Warga antre untuk membeli beras murah pada operasi pasar beras medium di Antapani, Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/2/2023). Pemerintah Kota Bandung bersama Bulog dan Bank Indonesia menyediakan beras medium murah sebanyak 20 ton beras per kecamatan dengan harga Rp8.500 per kilogram yang diharapkan dapat membantu masyarakat jelang bulan suci Ramadan. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Foto: ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI
Jakarta -

Nama seseorang pada dasarnya mencerminkan warisan yang diwarisi seseorang dari keluarga dan budayanya. Berbeda dengan masyarakat global lain yang memiliki marga keluarga sebagai nama belakang, masyarakat Indonesia kebanyakan tidak mempunyai itu.

Masyarakat Indonesia biasanya memiliki dua atau tiga bahkan satu kata dalam nama mereka. Kata terakhir dalam nama Indonesia belum tentu berupa nama belakang.

Paspor Indonesia juga berbeda dengan paspor negara lain yang tidak mencantumkan nama depan, tengah, dan belakang seseorang. Dengan demikian, hal ini kadang membuat bingung pelajar Indonesia ketika mengisi formulir pendaftaran di sekolah internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu mengapa hal ini bisa terjadi ya? Simak penjelasannya menurut laman Times Higher Education.

Alasan Nama Belakang Tak Digunakan

Bicara tentang nama belakang, membuat kita harus kembali ke masa lalu tepatnya era pemerintahan presiden kedua Indonesia, Soeharto. Pada masa itu, tepatnya tahun 1960-an, banyak masyarakat Indonesia yang juga keturunan Tionghoa berada di bawah tekanan untuk membuktikan identitas mereka.

ADVERTISEMENT

Dengan demikian, sebagian besar terpaksa membuang atau mengubah marga Cina mereka. Hal itu seperti menciptakan nama keluarga yang diindonesiakan agar asal usul keturunan Tionghoa bisa disembunyikan.

Tak hanya itu, beberapa diantaranya juga menambahkan nama Indonesia di samping marga Tionghoa mereka. Contohnya nama "Nicholas Wong Susanto", kata "Susanto" adalah nama khas Indonesia dan "Wong" mengacu pada nama keluarga Tionghoa "Wang" dalam dialek Hakka atau Kanton.

"Nama "Wong" dipertahankan untuk mengisyaratkan asal etnis Nicholas tetapi telah kehilangan fungsi aslinya sebagai nama belakang," ungkap Rosemary Bai staf penerimaan sarjana Internasional di Chinese University of Hong Kong, Shenzhen yang juga penulis artikel.

Momen tersebut berlangsung hingga tahun 2000 ketika masa pemerintahan presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid. Ia mencabut larangan komunisme dan budaya Tionghoa.

Sehingga banyak keluarga Indonesia keturunan Tionghoa memberanikan diri dan menghidupkan kembali marga asli mereka. Jika detikers melihat nama seseorang dengan marga Tionghoa, kemungkinan ia lahir setelah tahun 2000.

Beberapa suku di Indonesia juga menyematkan nama marga atau keluarga di belakang nama seseorang. Contohnya, suku Batak yang memiliki banyak nama marga seperti Lubis, Nasution, Ginting, Sihombing, dan masih banyak lagi.

Meski begitu, setiap nama seseorang memiliki makna dan punya ciri khas bahkan warisan dari keluarga dan budayanya. Tak ada yang tahu dengan perkembangan masyarakat di masa depan, mungkin saja masyarakat Indonesia akan memiliki nama belakang.

Jadi, kamu memiliki nama belakang, nama keluarga atau marga tidak nih detikers?




(nah/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads