Mengapa Perempuan Suka Bergosip?

ADVERTISEMENT

Mengapa Perempuan Suka Bergosip?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 11 Mei 2023 19:00 WIB
ilustrasi cewek lagi gosip
Foto: iStockphoto/AntonioGuillem/ilustrasi gosip
Jakarta -

Bergosip kerap identik dengan perempuan meski beberapa laki-laki juga melakukannya. Tapi mengapa perempuan lekat dengan gosip?

Dr. Tania Reynolds, peneliti postdoctoral psikologi sosial di Kinsey Institute, pernah melakukan lima penelitian untuk meneliti teknik gosip perempuan dan motivasi di baliknya.

Hasilnya mengungkapkan bahwa gosip bukan hanya bagian sepele dari percakapan antar perempuan. Sebaliknya, perempuan menggunakannya sebagai senjata melawan saingan yang dirasakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap hari, kami membuat keputusan tentang informasi apa yang kami bagikan tentang perempuan lain. Saya pikir paket penelitian ini menunjukkan bahwa informasi yang disampaikan wanita tentang satu sama lain tidaklah acak," kata Dr. Reynolds dikutip dari FSU News.


Penelitian Terhadap Mahasiswi

Dr Reynolds merekrut 104 mahasiswi untuk mengikuti penelitian laboratoriumnya. Para peserta akan diperkenalkan dengan seorang perempuan muda dan bekerja bersamanya dalam sebuah teka-teki.

ADVERTISEMENT

Hal yang tidak diketahui peserta adalah bahwa orang tersebut merupakan bagian dari tim peneliti Dr Reynolds. Dalam beberapa kondisi penelitian, dia mengenakan kemeja terbuka. Di tempat lain, dia berpakaian lebih konservatif. Perempuan itu pun mulai melontarkan sebuah ucapan.

"Aku sangat pusing. Kurasa aku berhubungan dengan dua pria tadi malam," kata perempuan bagian dari tim Dr. Reynolds.

Pertanyaan itu akan menguji peserta, apakah akan lebih cenderung berbicara negatif tentang seseorang yang baru saja mereka temui berdasarkan pilihan pakaian dan gaya hidupnya.

Hasil Penelitian: Perempuan Cenderung Menyebarkan Informasi Negatif tentang Perempuan Lain

Setelah perempuan itu keluar, orang lain dari tim muncul untuk membantu memecahkan teka-teki, kemudian berbincang-bincang dengan para peserta dan bertanya, "Bagaimana rasanya bekerja dengan gadis lain?"

Berdasarkan tanggapan peserta, Dr Reynolds menyimpulkan bahwa perempuan lebih cenderung menyebarkan informasi negatif tentang perempuan lain jika dia berpakaian provokatif.

Menurutnya, perempuan cenderung memiliki sifat kompetitif dari hubungan sosialnya. Hal ini yang memicu gosip di antara perempuan, terutama jika menyangkut prospek romantis dan faktor-faktor seperti daya tarik fisik.

Tetapi Dr Reynolds mengatakan bahwa orang tidak menyukai penggosip jahat. Mereka yang membingkai gosip sebagai perhatian, akan diberi keuntungan.

"Dengan mengutarakan rumor jahat dengan manis, hal itu tetap merugikan persepsi orang yang mereka bicarakan tetapi penggosip tidak terlihat pendendam," terangnya.

Dengan cara tersebut, gosip dapat digunakan sebagai strategi untuk menodai reputasi orang lain sekaligus melindungi reputasinya sendiri. Namun, Dr Reynolds tidak yakin bahwa semua perempuan melakukannya dengan niat jahat.

Sebab, perempuan jarang melaporkan bahwa mereka dimotivasi oleh keinginan untuk merusak reputasi seseorang ketika mereka bergosip.

"Saya pikir beberapa perempuan mungkin melakukannya secara strategis, tetapi banyak perempuan tidak benar-benar menyadari bahwa mereka melakukannya," ujar Dr Reynolds.

Penelitian Lain Terhadap Anak-anak

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Kristina McDonald di Duke University dan rekan-rekannya. Mereka merekam video pasangan gadis kelas 4 SD yang merupakan teman dekat saat mereka bercakap-cakap.

Rata-rata, selama percakapan 15 menit, para gadis terlibat dalam 36 episode gosip, melibatkan 25 orang berbeda.

Sebagian besar gosip yang terekam dalam penelitian ini tidak berarti. Lebih dari setengah komentar hanya melibatkan berbagi informasi.

Seperempat lainnya untuk hiburan dan melibatkan berbagi tawa atau cerita yang menarik. Hanya 7% dari komentar gosip yang merupakan komentar agresif yang dapat merugikan status sosial seseorang.

Apakah Ada Manfaat Gosip?

Melansir Psychology Today, gosip dianggap dapat memiliki sisi positif. Dalam artian, gosip bisa membantu anak-anak memahami hubungan kelompok sebaya.

Dalam konteks berbicara tentang orang lain, hal ini bisa membantu anak-anak memahami perilaku apa yang dihargai atau tidak dihargai oleh teman sebayanya, siapa yang bergaul atau tidak dengan siapa, dan siapa yang dapat dipercaya atau tidak.

Gosip juga bisa menciptakan rasa keintiman, karena melibatkan rasa saling percaya. Baik anak-anak maupun orang dewasa lebih cenderung bergosip dengan teman daripada dengan orang asing.

Meski begitu gosip tetaplah bukanlah hal yang semestinya karena bisa menimbulkan kerugian bahkan menyakiti seseorang.

Reputasi orang bisa turun dengan cepat dan sulit diperbaiki akibat gosip. Selain itu, menyebarkan berita palsu adalah hal yang jahat untuk dilakukan.

"Gosip juga bisa menimbulkan konflik karena bisa mendorong anak untuk berkomentar hal yang kejam kepada target komentar atau siapa pun," tutur Eileen Kennedy-Moore PhD, psikolog klinis yang berbasis di Princeton.




(faz/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads