Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap 2 Mei. Pada tanggal itu merupakan hari kelahiran tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara. Namun ketika lahir, nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (ejaan saat itu) atau RM Suwardi Suryaningrat.
Suwardi resmi mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara pada usia 40 tahun, tepatnya 3 Februari 1928. Bersamaan penggantian nama ini, ia melepas gelar kebangsawanan Raden Mas dari keluarganya yang keturunan Jawa, seperti dikutip dari buku Pemikiran Pendidikan Ki Hadjar Dewantara oleh Haryati, SPd MSi.
Kenapa Ki Hajar Dewantara Mengubah Nama?
Pada 28 Februari 1928, Ki Hajar Dewantara memutuskan mengganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebab, menurut teman seperjuangannya, ia sangat mahir dalam tema pendidikan, keguruan, dan pengajaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, istrinya Surtinah menjadi Nyi Hajar Dewantara, seperti dikutip dari Konsep Pendidikan Humanis Perspektif Ki Hadjar Dewantara oleh Amanda Pratiwi.
Pemilihan nama Ki Hajar Dewantara baginya menunjukkan keteguhan hati untuk memilih keluhuran budi ketimbang gelar kebangsawanannya.
Menurut pendiri perguruan Taman Siswa ini, melepaskan gelar kebangsawanan memungkinkan dirinya lebih dekat dengan rakyat yang ia perjuangkan lewat jalan jurnalistik, politik, dan pendidikan.
Sejak 1913, sekitar 15 tahun sebelum berganti nama, Ki Hajar Dewantara mendapat sorotan Belanda karena berani memberontak lewat tulisan-tulisannya sebagai penulis surat kabar. Alhasil, ia dibuang ke Belanda.
Namun di Belanda, Ki Hajar Dewantara memanfaatkan waktunya pengasingannya untuk belajar tentang pendidikan dan pengajaran. Ia kelak kembali ke Indonesia pada 1919 dan meneruskan perjuangan politik bersama Douwes Dekker dan dr Cipto Mangunkusumo.
Lima tahun sebelum berubah nama, Ki Hajar Dewantara dan rekan-rekan mendirikan perguruan bercorak nasional yakni National Onderwijs Institut Taman Siswa. Kendati perguruan ini sempat diperintahkan tutup pada 1 Otober 1932, perjuangan Ki Hajar Dewantara dan rekan-rekannya memungkinkan sekolah ini dapat bertahan untuk para murid.
Kelak jelang kemerdekaan RI pada 29 April 1945, Ki Hajar Dewantara memimpin bagian pendidikan pada anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Timnya kelak bekerja hingga rampung jelang revolusi.
Ki Hajar Dewantara kemudian mendapat perintah Soekarno untuk merebut kekuasaan Departemen Pendidikan Pemerintah Militer Jepang di RI pada hari kemerdekaan. Dengan bantuan pemuda, ia menunaikan tugas tanpa perlawanan keras Jepang.
Per 19 Agustus-15 November 1945, Ki Hajar Dewantara menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pertama di kabinet presiden pertama. Setelah perubahan dalam pemerintahan tersebut, ia kembali ke Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara meninggal pada 26 April 1959 dan dimakamkan di Wijayabrata, makam keluarga Taman Siswa.
(twu/nwy)