Kos-kosan Tjokroaminoto di Surabaya, Ditempati Soekarno Muda hingga Musso

ADVERTISEMENT

Kos-kosan Tjokroaminoto di Surabaya, Ditempati Soekarno Muda hingga Musso

fahri zulfikar - detikEdu
Minggu, 09 Apr 2023 14:00 WIB
Museum HOS Tjokroaminoto.
Foto: Praditya Fauzi Rahman/detikJatim
Jakarta -

Rumah indekos atau kos-kosan umumnya hanya dikenal untuk tempat istirahat atau tidur dalam jangka waktu tertentu. Namun, berbeda dengan kos legendaris milik guru bangsa, Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.

Kos miliknya dikenal sebagai tempat lahirnya ide-ide dan pergerakan dari tokoh bangsa seperti Soekarno, Semaoen, Alimin, Musso, hingga Kartosoewirjo.

Di rumah kos tersebut, Tjokroaminoto turut memberi nilai-nilai pendidikan dan perjuangan kepada penghuninya yang mayoritas anak muda yang sedang belajar di Surabaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia juga dikenal sebagai pelopor pejuang, guru bagi banyak tokoh bangsa dan penggerak Sarikat Islam (SI).

Awal Mula Berdirinya Kos Tjokroaminoto

Melansir laman Kemendikbud, sebuah tulisan karya Rintahani Johan Pradana untuk program studi S2 Pendidikan Sejarah Universitas Malang, menjelaskan bahwa kos-kosan Tjokroaminoto mulanya dibuka karena alasan ekonomi rumah tangga.

ADVERTISEMENT

Soeharsikin, istri Tjokroaminoto, menyadari bahwa sebagai seorang petinggi Sarekat Islam, Tjokroaminoto jarang berada di rumah. Permasalahan tersebut membuatnya ingin membantu meringankan kebutuhan rumah tangga.

Untuk membantu hal tersebut, Soeharsikin tidak perlu meninggalkan rumah. Caranya dengan membuka rumahnya di Gang 7 Peneleh sebagai tempat kos.

Biaya yang dikenakan kepada para pelajar untuk tinggal di rumahnya, kemudian menjadi pendapatan yang mampu meringankan kebutuhan rumah tangga Soeharsikin dan Tjokroaminoto.

Menampung Soekarno Muda hingga Kerabat Tjokroaminoto

Setelah dibuka, Soekarno muda bersama sahabatnya dari Mojokerto, Herman Kartowisastro, kemudian ngekos di rumah keluarga Tjokroaminoto selama belajar di Surabaya.

Tidak hanya digunakan sebagai rumah kos bagi pelajar yang bersekolah di HBS, MTS maupun MULO, rumah kos yang dibuka oleh Soeharsikin juga membantu menampung kerabat dekat, seperti Supardan (adik Soeharsikin) dan Abikoesno Tjokrosujoso (adik Tjokroaminoto).

Rumah Tjokroaminoto di Surabaya ini juga dapat dikatakan sebagai markas Sarekat Islam. Sebab, rumah tersebut kerap dikunjungi tamu yang bermacam-macam bangsa, corak, dan tujuan.

Rumah tersebut juga menjadi kancah yang mengadu ideologi antara Tjokroaminoto dengan para tamu dan anak-anak kosnya.

Misal tentang segala bentuk pengaduan atas tindak penindasan akibat aturan-aturan pemerintah Kolonial bahkan ditujukan ke rumah Tjokroaminoto.

Mendidik Anak Kos dengan Pendidikan dan Nilai-nilai Kehidupan

1. Kedisiplinan

Keluarga Tjokroaminoto menerapkan kedisiplinan yang ketat untuk membentuk kepribadian yang baik bagi anaknya maupun para pemuda penghuni kamar kos.

Tjokroaminoto mengajarkan bahwa melalui kedisiplinan dan tekad yang kuat, sebuah perjuangan akan mencapai hasil yang diharapkan.

2. Pendidikan Agama

Tjokroaminoto juga melakukan pendidikan agama kepada anak kostsebagai salah satu cara untuk mengimbangi pendidikan barat yang didapat dari sekolah-sekolah Belanda.

Salah satu yang ia ajarkan, adalah bahwa tiap-tiap orang Islam tidak boleh takut kepada siapa atau kepada apapun juga, kecuali Tuhannya. Tjokroaminoto juga senantiasa mengajarkan tentang pentingnya kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan.

Penanaman nilai-nilai religius ini dilakukan demi membentuk sikap dan sifat seorang anak agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama.

3. Pendidikan Melalui Media Seni

Hal yang juga menarik adalah media yang digunakan Tjokroaminoto dalam mendidik anaknya dan anak kos di rumahnya.

Ia menggunakan seni untuk menanamkan cinta budaya. Di bidang kesenian, ia sangat menggemari seni tari dan menabuh gamelan.

4. Menanamkan Nasionalisme

Tidak lupa, Tjokroaminoto juga berusaha menanamkan nasionalisme dalam memberikan kesadaran kebangsaan pada diri para anak kos.

Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan.

5. Menanamkan Nilai-nilai Sosial

Tidak cukup sampai di situ, Tjokroaminoto turut menggali nilai-nilai sosialisme yang bersumber dari ajaran agama dan disinergikan dengan tradisi-tradisi sosial dalam masyarakat Jawa.

Kemudian nilai-nilai sosial ditanamkan melalui kesadaran kebangsaan yang dibangun olehnya kepada para anak kos.

Ia berusaha menyadarkan anak-anak kos untuk turut prihatin dengan nasib yang tengah dialami penduduk Indonesia (pada masa Hindia Belanda).

Sikap sosialis anak-anak kos Tjokroaminoto kemudian tertuang pada sikap dan perjuangan anak-anak kos dalam dunia organisasi maupun tulisan-tulisan yang banyak mengkritik kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang dianggap kurang memihak pada warga pribumi.

Melihat apa yang dilakukan Tjokroaminoto dan aktivitas intelektual di rumah kos, dapat dilihat bahwa kurikulum dan penanaman karakter anak muda tidak hanya berlangsung di tembok-tembok sekolah.

Rumah kos dengan kamar-kamar sempit dan ruangan terbatas, pada kenyataanya bisa memunculkan ide tak terbatas serta menghasilkan pergerakan penting dalam memperjuangkan nasib bangsa.

Nah bagaimana dengan detikers? Semoga bisa selalu menciptakan ide dari kamar dan ruang mana pun ya!




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads