Selama ini ilmuwan sains yang kita kenal dalam dunia pengetahuan adalah Isaac Newton, Charles Darwin, Galileo Galilei, Marie Curie, Pythagoras, Albert Einstein, Stephen Hawking, dan lainnya.
Padahal jauh sebelum itu, terdapat ilmuwan muslim yang memiliki akar pengetahuan dan menginspirasi banyak ilmuwan eropa.
Sebut saja Ibnu Sina (ilmu kedokteran), Al-Farabi (ilmu kebahasaan dan filsafat), Hunayn ibnu Ishaq (penerjemah banyak bahasa), Al-Munajjim (Astronom), Yahya bin Abi Mansour Al-Munajjim Al-Ma'mouni (Astronomy Ma'moun), Sa'eed bin Harun Al-Katib (Penulis), sampai Bapak Aljabar, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka adalah ilmuwan yang lahir dari lembaga bernama Bayt al-Hikmah di Baghdad, Irak, sebuah pusat peradaban ilmu dan pengetahuan dunia era Dinasti Abbasiyah.
Bayt al-Hikmah memiliki buku-buku dari Timur dan Barat mulai dari ilmuwan China hingga Yunani. Tempat ini juga memiliki para sarjana dari pelosok negeri Muslim untuk menciptakan salah satu akademi intelektual terbesar dalam sejarah.
Pendirian Bayt al-Hikmah
Prof. Dr. Moderator of Islamic Heritage University Islam Malaysia, Adel Abdul-Aziz Algeriani dan Mawloud Mohadi dalam jurnal Mediterranean Journal of Social Sciences, menjelaskan bahwa pendirian Bayt al-Hikmah memiliki perbedaan pendapat tentang awal mulanya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa pendiri Bayt al-Hikmah adalah Abu Ja'far al-Mansūr (95-135 H) yang mengumpulkan buku-buku tentang obat-obatan, astronomi, teknik, dan literatur serta beberapa terbitan hadis, sejarah, ilmu-ilmu Alquran.
Al-Mansūr telah mengumpulkan semua koleksi buku di sebuah ruangan besar yang kemudian menjadi inti dari Bayt al-Hikmah.
Namun pendapat kedua dan yang paling umum adalah Bayt al-Hikmah didirikan pada masa Harun al-Rasyid (149-193 H) sebagai hasil kemajuan peradaban dan intelektual yang menjadi ciri kekhalifahannya.
Kala itu terdapat era gerakan penerjemahan yang bertujuan untuk memperkaya umat Islam yang berpemikiran dengan berbagai ilmu dan ilmuwan yang dipimpin oleh sejumlah orang Arab, Persia dan ulama Syria.
Jadi bisa dikatakan, Bayt al-Hikmah diinisiasi oleh Khalifah Al-Mansur dan diresmikan oleh Khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, Harun ar-Rasyid pada 829-830 M.
Bayt al-Hikmah sebagai Rumah Kebijaksanaan
Ketika para khalifah memiliki koleksi buku dan terjemahan yang cukup banyak seperti peta, manuskrip, dan lainnya, mereka harus membangun tempat yang sesuai untuk koleksi ini.
Kemudian sejarawan memiliki persetujuan bahwa tempat yang paling diinginkan khalifah untuk sebuah perpustakaan adalah 'istana diri'.
Menurut beberapa sumber, istana diri yang kemudian disebut Bayt al-Hikmah diberi beberapa nama yang berbeda, salah satunya lemari kebijaksanaan.
Nama itu diberikan oleh sejarawan seperti Ibn al-Nadīm. Ulama lain seperti Ibn Sa'id al-Andalusī dan al-Qalaqshandī menggunakan istilah lemari kebijaksanaan dengan rumah kebijaksanaan.
Hal yang paling menarik tentang penamaan Bayt al-Hikmah adalah bahwa semua mengarah ke makna yang sama yakni tempat semua pengetahuan dan kebijaksanaan dapat ditemukan.
Jadi Pusat Riset
Sebelum orang Eropa berlayar ke timur mencari rempah-rempah, wilayah Timur Tengah termasuk melewati Iraq adalah jalur yang menghubungkan dunia Timur dan Barat.
Saat itu, Bayt al-Hikmah memiliki peran penting dan menjadi sangat terkenal di dunia karena merupakan perpustakaan ilmiah dan pendidikan pertama yang mengumpulkan ilmuwan, cendekiawan, dan penerjemah untuk belajar dan riset.
Kehancuran Bayt al-Hikmah
Keberadaan Bayt al-Hikmah membuat kota Baghdad selama sekitar 500 tahun menjadi kebanggaan para intelektual dan budayawan terbaik.
Sebelum akhirnya pada 1258 M, bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan menginvasi Baghdad dan menghancurkan Bayt al-Hikmah termasuk lemari buku pribadi dan publik, manuskrip, peta, observatorium, dan semua isinya.
Mereka membakar sebagian besar koleksi sementara yang lain dibuang ke sungai Tigris, bahkan hingga membuat air sungai berwarna hitam karena tinta.
Keturunan Jenghis Khan dan rombongannya itu telah merusak hampir semua buku yang telah diterjemahkan atau ditulis oleh orang-orang terkemuka sarjana dan ilmuwan, karya-karya yang digunakan untuk menyebarkan budaya dan pengetahuan dan kebijaksanaan antara Muslim dan non-Muslim menjadi debu.