12 Fakta di Balik Lukisan Potret Mumi Mesir, Sebagian Dibuat Sebelum Meninggal

ADVERTISEMENT

12 Fakta di Balik Lukisan Potret Mumi Mesir, Sebagian Dibuat Sebelum Meninggal

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 25 Mar 2023 06:00 WIB
Lukisan enkaustik potret mumi di atas kayu yang ditemukan di Hawara. Lukisan enkaustik menggunakan lilin lebah yang dipanaskan untuk menambahkan pigmen warna. Lukisan ini ditemukan di tahun 1911 oleh William Flinder Petrie.
Lukisan potret mumi yang ditemukan Petrie. Foto: Wikimedia Commons
Jakarta -

Mumi peradaban Mesir di abad 1-4 M dipasangi lukisan di sarkofagus maupun di muminya sendiri, berbeda dengan mumi Mesir Kuno pendahulunya. Lukisan mumi ini disebut lukisan potret Fayum (Fayum portrait).

Al-Fayum adalah wilayah pertanian dengan oasis di Mesir. Lukisan potret Fayum kebanyakan ditemukan di makam-makam Mesir al-Fayum, tempat pemukiman orang Mesir dan Yunani selama 400 tahun tersebut, dikutip dari laman Google Arts & Culture.

Uniknya, lukisan potret Fayum lebih mirip lukisan dari periode Renaisans di Italia ketimbang seni Mesir Kuno. Mata sosok di lukisan itu juga seolah-olah menatap balik, meskipun para ilmuwan berkata lain. Berikut penjelasannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fakta Lukisan Potret Mumi Mesir

1. Sosok Orang dari 2.000 Tahun Lalu

Lukisan potret Fayum mengabadikan rupa orang yang dimumikan di abad ke-1 hingga ke-4 Masehi di atas kayu tipis ukuran 43 cm x 23 cm, dikutip dari laman Encyclopaedia Britannica. Seperti foto dokumentasi zaman modern, lukisan potret Fayum melukiskan area kepala hingga dada almarhum.

2. Penemuan Lukisan Potret Mumi

Di akhir abad ke-19, sejarawan dan penjelajah Daniel Marie Fouquet di Mesir mendengar penemuan 50 lukisan potret mumi di makam. Karena datang terlambat, ia hanya bisa "mengumpulkan" 2 lukisan, dikutip dari Arthive.

ADVERTISEMENT

Pada 1887, sekitar 81-90 lukisan potret mumi dalam nekropolis ditemukan arkeolog Inggris WM Flinders Petrie saat menggali di Kota Romawi Hawara, dekat Fayum.

Antara 1887-1889, penggalian di Fayum mendapati pemakaman abad 1-2 M di masa imperialisme Romawi di Mesir. Makam tersebut berisi sejumlah lukisan di atas panel kayu oleh seniman anonim, masing-masing mewakili tiap jenazah yang dimumikan, dikutip dari laman Smithsonian Magazine.

Dua puluh tahun kemudian, ia menemukan 70 lukisan potret mumi lagi, tetapi beberapa dalam kondisi rusak. Penemuannya memicu arkeolog Jerman von Kaufmann menemukan makam The Tomb of Aline, yang berisi banyak lukisan potret mumi yang kini banyak dikenal.

3. Mirip Lukisan di Pompeii, Italia

Lukisan potret mumi lebih mirip dengan sisa-sisa fresko (lukisan di dinding) di Pompeii, kota kuno yang kena erupsi Gunung Vesuvius di Italia, karena adanya percampuran budaya Romawi-Yunani.

Pada abad ke-4 sebelum Masehi, Mesir jatuh ke tangan Yunani, yang kemudian jatuh ke tangan Romawi pada abad ke-1 M. Penaklukan wilayah ini memicu terjadinya percampuran budaya tersebut.

Lukisan potret mumi khas Mesir tidak berfokus pada nilai artistik, tetapi lebih ke ritual pemakaman. Gaya lukisan potret mumi Mesir yang asli perlahan tertutup gaya Yunani, yang memerhatikan ciri khas wajah, volume atau aspek 3 dimensi orang aslinya, perspektif, dan pewarnaan.

Teknik encaustic atau pencampuran pigmen warna dengan lilin panas asal Yunani juga kemudian umumnya dipraktikkan di pembuatan lukisan potret mumi Mesir.

Peneliti Joanne Dyer dan konservasionis Nicola Newman lewat teknik iluminasi multispectral imaging (MSI), dengan panjang gelombang berbeda, mendapati bahwa bahan yang digunakan untuk membuat lukisan potret mumi adalah pigmen biru Mesir, pigmen merah madder, dan bahan pelapis serta pengikat organik, dikutip dari BBC Culture.

4. Penanggalan Berdasarkan Pakaian

Sosok-sosok almarhum dilukis dengan perhiasan dan pakaian khas Romawi-Yunani pada masanya. Praktik ini ternyata membantu para peneliti melakukan penanggalan pada lukisan potret mumi yang ditemukan.

Di zaman Romawi kuno, tren pakaian terus berganti dan dipengaruhi keluarga kerajaan penjajah. Tiap kaisar punya gaya sendiri, tiap permaisuri punya gaya rambut sendiri, yang diterapkan ke provinsi-provinsi lain lewat contoh model. Laki-laki meniru gaya berpakaian kaisar, perempuan meniru gaya rambut permaisuri.

Namun, karena perpindahan informasi belum secepat hari ini, butuh waktu lama hingga sampel gaya rambut permaisuri sampai ke provinsi-provinsi lain. Tidak tanggung-tanggung, potongan rambut perempuan di Faiyum yang sedang tren adalah gaya rambut di ibu kota pada 20-30 tahun lalu.

5. Bukti Percampuran Budaya

Berbagai lukisan potret Fayum bertuliskan nama-nama orang Yunani. Contohnya mumi bertuliskan Artemidorus, yang berdasarkan lukisannya diperkirakan merupakan orang elit Romawi.

Kendati orang Romawi, almarhum juga dimumikan dan dihias gambar dewa-dewa Mesir, seperti dewa kematian Osiris. Ada juga gambar bintang-bintang di pundak almarhum sebagai simbol Serapis, dewa baru abad ke-3 yang diperkenalkan di budaya Mesir-Yunani.

6. Sempat Diabaikan

Ketika pertama kali menemukannya, arkeolog Inggris WM Flinders Petrie mengabaikan lukisan potret mumi di Hawara, Mesir, yang sebetulnya merupakan tanda-tanda adanya percampuran budaya antara gaya lukisan dan gaya sarkofagus yang tidak serasi itu.

7. Tidak Selalu Wajah Terakhir

Wajah di lukisan potret mumi Mesir rupanya tidak selalu wajah terakhir sebagaimana saat orang bersangkutan meninggal. Berdasarkan pemindaian computed tomography (CT), sesuai dengan tradisi Yunani, sejumlah lukisan potret dipajang untuk menghiasi kamar tamu sebelum jadi atribut ritual pemakaman.

Karena itu, umumnya lukisan potret mumi yang dibuat duluan menggambarkan sosok usia 15-25 tahun, ketika mereka dilukis.

Namun, ada juga lukisan yang dibuat setelah yang bersangkutan meninggal. Lukisan ini umumnya dibalutkan langsung ke muminya. Lukisan wajahnya juga umumnya muda atau anak-anak karena usia hidup rata-rata orang pada masa itu pendek.

8. Penghormatan untuk Almarhum

Menurut tradisi Mesir kuno, lukisan potret mumi merupakan salah satu bentuk penghormatan bagi almarhum. Tradisi awal ini lalu berkembang ke dua jalur, yaitu Helenistik (periode usai penaklukan wilayah Mesir kuno oleh Alexander Agung) dan Mesir sendiri.

Orang Yunani-Romawi di Mesir beradaptasi dengan tradisi mumifikasi yang dipraktikkan peradaban Mesir kuno. Namun, mereka menjaga tradisi memajang lukisan potret di ruang rumahnya. Lukisan itu lalu diletakkan sarkofagus mumi setelah ia meninggal.

Sebagai penghormatan, lukisan potret mumi elit Romawi dibuat oleh seniman berpengalaman yang tampak berbeda karena hasilnya berkualitas tinggi.

9. Pendahulu Maestro Lukisan Renaisans

Abad Renaisans (Pembaharuan) pada abad 14-17 M dianggap periode kaya pengetahuan dan seni. Ahli ilmu Mesir Stephen Quirke dari Museum Petrie mengatakan, lukisan potret Fayum setara dengan lukisan maestro Renaisans seperti Michelangelo dan Raphael, serta mendahuluinya sekitar 1.500 tahun.

Kini, sekitar 1.000 lukisan potret mumi Fayum tersebar sebagai koleksi museum Mesir dan Louvre, Prancis, Museum Petrie dan British Museum di London, Metropolitan Museum, museum-museum Brooklyn, Museum Getty di California AS, dan lain-lain.

10. Kebanyakan Pakai Kayu Impor

Peneliti kayu Holly Williams dari Department of Scientific Research, British Museum menemukan bahwa lukisan potret mumi umumnya menggunakan kayu lime impor. Sekitar 20 persen lukisan dibuat dengan kayu asli Mesir seperti akasia, tamarisk, dan fig. 10 persen sisanya menggunakan kayu lain yang juga bukan asal Mesir, seperti oak, fir, yew asal Eropa dan cedar asal Lebanon. Williams menduga, bisa jadi ini terkait biaya kayu lime yang tidak terjangkau warga menengah ke bawah.

Berdasarkan pemeriksaan,pencitraan mikroskopis, dan perbandingan 180 sampel dengan kayu referensi, 70 persen kayu lukisan mumi mengunakan kayu lime (Tilia) yang tidak asli Mesir. Kayu pohon lime tidak diimpor ke Mesir sebelum dimulainya praktik melukis orang yang dimumikan, dikutip dari tulisannya di BBC Culture.

Kayu lime dipakai karena dapat dipotong tipis, kuat, tetapi mudah dipahat dan dilengkungkan. Namun, Williams belum dapat memastikan apakah jenis kayu ini diperkenalkan tukang kayu asal Yunani atau Romawi, karena pengawetan kayu ini di Eropa sangat jarang yang sebaik pada lukisan kayu Mesir tersebut.

11. Mata Besar dan Menatap Balik

Mata besar di lukisan potret mumi muncul di abad ke-2. Menurut kepercayaan Mesir saat itu, jiwa meninggalkan raga lewat mulut dan kembali lewat mata. Untuk itu, mata dianggap sebagai gerbang jiwa.

Mata besar tersebut dimaksudkan menatap ke dewa-dewa dan alam semesta, bukan ke orang yang melihatnya.

12. Jadi Inspirasi Seniman

Lukisan potret mumi yang terkenal di pengujung abad ke-19 karena dipamerkan para kolektor lewat berbagai pameran di Inggris hingga New York memicu inspirasi bagi seniman gaya Victoria di Inggris. Contohnya seperti Holman Hunt dan Laurence Alma-Tadema, yang terinspirasi pameran lukisan mumi pada 1888.




(twu/pal)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads