Era Demokrasi Terpimpin dimulai pada saat diumumkannya Dekrit Presiden 1959. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, demokrasi terpimpin diartikan sebagai kekuasaan negara berada di tangan rakyat. Hal ini sesuai dengan kata "permusyawaratan/perwakilan," yang diwakili oleh lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Mengutip buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas VIII oleh Simanjuntak, tujuan Demokrasi Terpimpin adalah melaksanakan garis-garis besar haluan negara (GBHN) Manipol/USDEK dan Dekon untuk mencapai masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila yang penuh dengan kebahagiaan materiil dan spiritual sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Manipol/USDEK adalah singkatan dari Manifesto Politik (pidato Presiden Soekarno berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita)/UUD 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, dan kepribadian Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun pada kenyataannya, demokrasi terpimpin tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, melainkan terjadi penyimpangan. Presiden Soekarno pada saat itu bertindak sebagai pemimpin dan menjadi penentu dalam pengambilan keputusan.
Lantas bagaimana kondisi negara pada masa demokrasi terpimpin tersebut? Berikut penjelasannya.
Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
Di masa demokrasi terpimpin, dibentuk banyak lembaga seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), Kabinet Kerja, dan Front Nasional.
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
MPRS dibentuk berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan diketuai Chaerul Saleh. Anggota MPRS terdiri dari 281 anggota DPR Gotong Royong, 94 utusan daerah, dan 200 wakil Golongan Karya.
Sidang pertama MPRS dilakukan pada 10 November-7 Desember 1960 dan sidang kedua dilakukan pada 15-22 Mei 1963.
b. Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
Pembentukan DPAS didasarkan pada Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. DPAS bertugas memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usulan pada pemerintah.
c. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
Setelah Dekrit Presiden 1959, dibentuklah DPR-GR yang beranggotakan 283 orang, yang terdiri dari 153 wakil partai politik dan 130 wakil golongan. DPR-GR memiliki tugas sebagai dewan pembantu presiden menurut bidangnya.
d. Kabinet Karya
Kabinet Karya dibentuk setelah Kabinet Djuanda dibubarkan. Tugas dari kabinet II adalah menstabilkan keamanan, memperbaiki keadaan ekonomi terutama sandang dan pangan, serta tetap berjuang merebut Irian Barat.
e. Front Nasional
Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959. Tugas Front Nasional adalah untuk memperjuangkan cita-cita proklamasi, pembangunan, dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945.
Sistem Ekonomi Keuangan Masa Demokrasi Terpimpin
Untuk memperbaiki sistem ekonomi keuangan negara pada masa ini, dilakukan beberapa upaya, antara lain:
- Melakukan penghematan bagi instansi pemerintah dan pengawasan atas pelaksanaan anggaran belanja
- Mempermudah lalu lintas keuangan dengan dibentuknya Bank Tunggal Milik Negara yang merupakan peleburan dari beberapa bank
- Menjualbelikan hasil bumi agar dapat memperoleh devisa atau valuta asing untuk membeli barang-barang kebutuhan yang belum bisa didapatkan di dalam negeri
Penyimpangan Masa Demokrasi Terpimpin
- Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 melalui Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960
- Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 dengan judul "Penemuan Kembali Revolusi Kita" menjadi manifesto politik dan garis-garis besar haluan negara
- MPRS dalam Sidang Umum tanggal 15-22 Mei 1963 menetapkan pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia seumur hidup
- Pimpinan lembaga tinggi dan tertinggi negara dimasukkan ke dalam kabinet yang dipimpin oleh presiden
(twu/twu)