Studi: Begini Kebiasaan Orang Sembunyikan Perasaan lewat Emoji

ADVERTISEMENT

Studi: Begini Kebiasaan Orang Sembunyikan Perasaan lewat Emoji

Trisna Wulandari - detikEdu
Sabtu, 04 Mar 2023 17:00 WIB
emoji whatsapp wajah tanpa mulut
Studi menemukan kebiasaan orang menutupi emosi dengan emoji, begini penelitiannya. Foto: WhatsApp
Jakarta -

Tim peneliti menemukan kebiasaan seseorang menyembunyikan emosi asli di balik komunikasi online. Salah satunya menggunakan emoji di chat dengan cara tertentu.

Penelitian Moyu Liu dkk menunjukkan, orang mengekspresikan emosi paling sedikit lewat emoji terhadap individu lawan interaksinya yang berstatus lebih tinggi.

Lebih lanjut, studi ini menunjukkan bahwa orang yang merasa perlu untuk menutupi emosi mereka yang sebenarnya, mereka akan menggunakan emoji tersenyum untuk menutupi emosi negatif, seperti dipublikasi dalam jurnal Frontiers in Psychology, Jumat (3/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seiring dengan semakin lazimnya sosialisasi online, orang menjadi terbiasa memperindah ekspresi emosi mereka dan berhati-hati dalam komunikasi. Namun, kami mendapati bahwa hal ini dapat membuat kita kehilangan kontak dengan emosi asli kita," kata Liu dari University of Tokyo, dikutip dari laman Medical Xpress.

Sementara itu, penelitian Liu dkk orang memilih untuk mengekspresikan lebih banyak emosi dengan menggunakan emoji dalam konteks personal atau dengan teman dekat. Orang juga cenderung mengekspresikan emosi yang intens dengan emoji yang sesuai.

ADVERTISEMENT

Liu dkk menjelaskan, emoji negatif hanya digunakan jika perasaan negatif sangat terasa.

Kenapa Ekspresi Emosi Penting?

Penelitian Liu dkk menunjukkan, mengekspresikan emosi dengan emoji membuat orang merasa sehat atau lebih baik ketimbang menutupi emosi.

Liu menjelaskan, penelitian sebelumnya mengungkap bahwa orang bisa menggunakan emoji sebagai pengganti ekspresi wajah di dunia online. Namun, emoji tidak mengekspresikan emosi sesungguhnya yang dialami dan disampaikan penggunanya.

Masalahnya, kesenjangan yang terlalu besar antara emosi seseorang dengan yang ia ekspresikan akan berdampak pada tumbuhnya kelelahan emosional, meskipun tiap kelompok dari budaya berbeda bisa mengalaminya dengan tingkat berbeda-beda.

"Apakah orang membutuhkan 'tempat berlindung' untuk mengekspresikan emosi mereka yang sebenarnya? Lalu, apakah mungkin untuk melepaskan diri dari kepura-puraan dan membuka diri kita yang sebenarnya di dunia online?" imbuhnya.

Pengembangan Penelitian

Untuk meneliti bagaimana emoji digunakan untuk mengekspresikan atau menutupi emosi, Liu dkk merekrut 1.289 peserta yang merupakan penggunan Simeji, keyboard dengan opsi emoji yang paling banyak diunduh di Jepang.

Penelitian ini mencoba melihat kesesuaian hasil penelitian dengan anggapan bahwa mencurahkan perasaan dengan orang dekat lebih diterima, orang dengan jenis kelamin tertentu lebih diterima untuk mengekspresikan emosi tertentu, dan kemudahan orang mengekspresikan emosi negatif di tengah masyarakat yang lebih individualis.

Para peserta lalu menjawab pertanyaan tentang keterangan demografis masing-masing, kesehatan subjektif mereka, dan menilai seberapa sering mereka menggunakan emoji.

Mereka diberi pesan teks dengan konteks sosial yang berbeda-beda , lalu ditanggapi seperti biasanya, dan dinilai intensitas ekspresi emosinya. Para peserta diatur untuk berinteraksi dengan bahasan yang cenderung memicu emosi negatif, yang biasanya dianggap kurang tepat untuk diungkapkan.

Liu berharap, studi ini dapat memicu kolaborasi dengannya ke depan untuk cakupan lebih luas, baik di berbagai kelompok jenis kelamin maupun budaya. Sebab, Simeji keyboard lebih populer di kalangan anak muda perempuan, Gen Z, dan yang berasal dari Jepang.

Di sisi lain, menurutnya, popularitas emoji dan keyboard Simeji di kalangan tersebut juga mencerminkan bahwa ada ketidakseimbangan gender dalam penggunaan emoji pada umumnya, khususnya penggunaan keyboard Simeji.

"Penelitian selanjutnya perlu mengeksplorasi potensi perbedaan gender dalam aturan tampilan emoji dan memeriksa masalah struktural seputar pembentukan budaya emosi ini," kata Liu mengingatkan.

"Kedua, penekanan budaya Jepang pada keharmonisan antarpribadi dan penyembunyian emosi negatif mungkin memengaruhi hasil penelitian ini," tuturnya menggarisbawahi.




(twu/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads